Patah hati adalah hal yang menyakitkan dan butuh waktu untuk melupakannya. Apalagi ketika orang yang dicintai, menikah dengan orang lain. Tentu sangat sulit menerima kenyataan tersebut. Sejak saat itu, Agatha terus saja menggurung diri di kamarnya, seolah ia tak ingin hidup lagi.
Hari itu matahari bersinar begitu terang hingga menyilaukan mata insan yang melakukan aktivitas di luar ruangan. Sinar mentari kini tak lagi bisa menghangatkan hati perempuan itu yang terasa sangat beku. Namun, tidak dengan perempuan yang tengah berjalan menyusuri jembatan besar itu justru tak merasakan apa-apa. Kini, dia merasa Tuhan tidak adil dalam memperlakukannya. Bertahun-tahun dia berkorban untuk hubungannya, namun semua pengorbanan Agatha harus berakhir sia-sia. Hati Agatha terasa sangat perih setiap kali ia melihat pemberitaan atau mendengar orang-orang membicarakan pernikahan Zio dan Selena yang menggemparkan seluruh kota."Pria brengsek! Kenapa hidupku harus sekejam ini!" ucapnya beberapa kali. Mau sekeras apa pun Agatha berusaha melupakan kejadian pahit itu, ia tetap tidak bisa karena rasa sakit yang sudah Zio torehkan di hatinya sudah terlalu besar. Kini, sudah tidak ada ruang untuk memberi maaf untuk Zio dan bahkan Agatha merasa jika ia tidak akan pernah bisa mencintai pria lain lagi. Bukan hanya kehilangan cinta, kini Agatha juga harus kehilangan pekerjaannya akibat dipecat karena terlalu lama menggurung diri. Perempuan itu kini sudah tidak memiliki semangat untuk melanjutkan hidup. Agatha memegang pagar jembatan sambil menatap ke aliran air di bawah sana. Jembatan ini merupakan salah satu jembatan terbesar di Kota J sehingga tak heran jika alirannya sangat deras dan dalam. Dengan air mata yang membasahi pipinya, perempuan itu nekat menaiki pagar besi jembatan dan berniat untuk melompat ke bawah.“ADA YANG INGIN BUNUH DIRI!!!” teriak seseorang, menarik perhatian orang-orang yang melintasi jembatan tersebut. Bahkan orang-orang yang berada di dalam mobil juga bergegas untuk keluar dari dalam mobil dan menyebabkan kemacetan jalan raya.“Nona, ayo turunlah. Jangan berbuat nekat seperti ini!” teriak seorang pria dengan raut wajah khawatir. Orang-orang mulai mengerumuni tempat kejadian perkara. Ada sebagian orang yang berusaha membujuk Agatha agar mau turun dari jembatan, namun tak sedikit juga yang mengabadikan momen tersebut untuk disebarkan di internet. Maklum saja saat ini adalah zaman di mana teknologi sudah canggih di mana orang-orang suka berlomba-lomba untuk membuat postingan mereka viral.“Aku akan menelepon polisi,” ujar seorang perempuan paruh baya. Melihat Agatha yang berniat untuk mengakhiri hidupnya perempuan itu jadi mengingat anaknya yang tinggal di luar kota. Mendengar kalimat itu, Agatha menoleh cepat. “Jangan menelepon polisi atau aku akan benar-benar melompat!” teriak Agatha mengancam.*** Sementara itu, di saat yang sama di tempat yang berbeda, Dirga baru saja keluar dari ruang kerja sambil mengendurkan dasinya. Pria itu menoleh ke arah sekretarisnya yang sedang menata dokumen lalu berdeham.“Apakah aku masih ada jadwal hari ini?” tanya Dirga melirik sang sekretaris.“Tidak ada, Pak,” jawab sang asistennya balik melirik Dirga.“Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu,” ucap Dirga sambil mengangguk-anggukkan kepala. Pria itu melangkahkan kakinya menuju ke lift yang akan langsung membawanya menuju ke basement kantor. Dalam hitungan menit, Dirga akhirnya sampai di basement dan dia pun langsung berjalan menuju ke arah mobilnya. John, sopir pribadi Dirga bergegas membukakan pintu begitu dia melihat kedatangan bosnya. John lantas melajukan mobilnya meninggalkan gedung bertingkat yang tak lain adalah gedung Gold Company. Jarak antara gedung tersebut dengan rumah Dirga lumayan jauh. Mereka harus menempuh perjalanan paling tidak selama satu jam lamanya. Itu pun kalau tidak macet. Kalau macet, mereka bisa membutuhkan waktu hampir dua jam untuk sampai. Dirga meregangkan otot-ototnya yang terasa tegang sambil melepaskan jasnya dan menggulung lengan kemejanya sampai di siku. Aktivitas seharian di kantor membuat pria itu sangat lelah. Rencananya, sesampainya di rumah nanti ia akan langsung membersihkan diri dan beristirahat. Akan tetapi, rencana memang tak pernah seindah realitas. Di depan mobil Dirga, terjadi kemacetan karena semua orang berkumpul di salah satu sisi jembatan. Awalnya Dirga pikir mungkin saja sedang ada demonstrasi. Namun, kalau dipikir-pikir untuk apa orang-orang melakukan demonstrasi di tempat seperti ini?“John, coba kau periksa ke sana. Kenapa orang-orang itu berkumpul di sana dan menyebabkan kemacetan?” ujar Dirga. Karena rasa penasaran, dia akhirnya meminta John untuk memeriksa keadaan di luar sana karena kerumunan benar-benar sudah membeludak.“Baik, Tuan,” jawab John, lalu keluar dari dalam mobil untuk memeriksa apa yang terjadi. John pun berjalan mendekati keramaian, lalu bertanya kepada seorang laki-laki yang mungkin masih berumur delapan belasan. “Apa yang terjadi? Kenapa semua orang berkumpul di sini?” tanyanya dengan salah satu pria di depannya.“Ada seorang perempuan yang berniat untuk melompat dari jembatan,” jawab pria tadi. John melongok menembus keramaian. Benar saja, seorang perempuan tampak sedang berdiri di pagar jembatan. Banyak orang yang sudah berusaha untuk membujuknya untuk turun tapi tidak berhasil. John pun kembali ke mobil Dirga untuk melaporkan tentang hal ini kepada Dirga.“Ada seorang perempuan yang berniat untuk melompat dari jembatan, Tuan,” ucap John.Dirga membelalakkan matanya. “Apakah kau serius?” tanya Dirga.“Saya serius, Tuan,” jawab John. “Perempuan itu bahkan mengancam jika ada yang berani melaporkan kejadian ini ke polisi, maka dia akan benar-benar melompat,” sambung pria itu. Mendengar kalimat tersebut, Dirga hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Tak habis pikir kalau ada perempuan selemah itu. Pria itu lantas memilih untuk tetap menunggu sampai kecepatan reda saja karena untuk berputar balik pun mereka tak akan bisa karena kendaraan di belakang mereka juga sudah menumpuk. Waktu kian bergulir hingga tanpa terasa Dirga telah terjebak kemacetan di dekat jembatan selama hampir tiga puluh menit. Dirga yang sudah tidak sabar lantas keluar dari mobil untuk memeriksa keadaan di luar sana dari kejauhan. Sekilas dia dapat melihat seorang perempuan beralis tebal dan bermata cokelat terang tengah berdiri di atas pagar jembatan dengan wajah berurai air mata."Siapa sih perempuan yang mengakibatkan kemacetan ini?" gumamnya merasa kesal. Teriakan orang-orang yang meminta perempuan itu untuk segera turun dari jembatan juga terdengar sangat keras. Namun, seolah tuli perempuan itu tetap berdiam diri sambil menatap lurus pada air yang mengalir di bawahnya. Tindakan perempuan itu memang konyol kalau dipikir-pikir. Namun, setiap orang memiliki kekuatan mentalnya masing-masing. Perempuan itu tak hanya frustrasi karena patah hati. Namun, ia juga mengalami kerugian materi yang cukup besar, ditambah lagi kini ia juga kehilangan pekerjaannya. Setelah melihat perempuan itu, Dirga berbalik dan meraih kenop pintu. Akan tetapi, ketika dia hendak membuka pintu mobilnya, pria itu menghentikan gerakannya. Wajah perempuan itu tampak tak asing di mata Dirga. "Bukankah perempuan itu?!!" Sepertinya Dirga pernah bertemu dengan perempuan itu, tetap dia tidak ingat di mana.Dirga menoleh lagi untuk memastikan. “Perempuan itu kan ...,” gumam Dirga sambil membulatkan matanya.Pria itu membulatkan matanya dengan sempurna ketika dia sudah yakin seratus persen jika ia mengenali perempuan yang berniat bunuh diri itu. ‘Bukankah dia perempuan yang kemarin diusir dari pernikahan itu?’ pikir Dirga dalam hati. Pantas saja perempuan itu tampak tak asing, nyatanya mereka memang pernah bertemu. ‘Apakah kejadian beberapa hari yang lalu membuatnya menjadi seperti ini?’ pikirnya lagi. Tanpa berpikir panjang, Dirga langsung berlari menembus kerumunan dan berniat untuk menghentikan aksi nekat Agatha. Pria itu perlahan berjalan mendekat meskipun Agatha terus menatap tajam ke arahnya. Menurut Dirga, jika tidak ada yang berbuat nekat untuk menolong, bisa-bisa kemacetan ini tidak akan bisa berakhir. Apalagi orang-orang tampak tak bisa membujuk perempuan tersebut.“Nona, ayo turunlah,” ujar Dirga dengan kesal. “Kau tidak melihat jika apa yang kau lakukan membuat banyak orang panik?” tanya pria itu. Agatha mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Kalau kalian tidak ingin dibuat
“Kami membutuhkan seorang karyawan dan karyawati di bagian gudang pabrik produksi.” Dengan antusias Agatha langsung menganggukkan kepala tanpa berpikir dua kali. Ia sangat-sangat membutuhkan sebuah pekerjaan saat ini. Apa pun itu pekerjaannya, tentu Agatha akan dengan senang hati melakukannya asalkan ia tidak diusir dari apartemennya. Mau ke mana lagi ia akan tinggal jika pemilik apartemen itu benar-benar mengusirnya dari sana?“Kau kirimkan saja CV-mu kepadaku. Nanti, aku akan mengirimkannya kepada HRD supaya prosesnya lebih cepat,” jelas Gabby memberitahu. Agatha mengangguk-anggukkan kepala. “Terima kasih, Gabby. Aku janji akan mentraktirmu kalau aku sudah gajian nanti,” ucapnya sambil tersenyum lebar.“Jangan sungkan padaku, Agatha. Kita juga sudah lama berteman, bukan? Jadi sudah sewajarnya kalau kita saling menolong,” balas Gabby tersenyum seraya menyentuh pundaknya lembut. Beberapa hari setelahnya, Agatha mendapat panggilan kalau dirinya lolos seleksi CV dan interview dan ia b
Hal yang sama pun dirasakan oleh Dirga, selama beberapa detik pandangannya terus tertuju kepada gadis cantik di depannya itu, Bagaimana tidak karena Dirga paling tidak menyukai seorag gadis yang terbawa perasaan, mengingat bagaimana Agatha yang terlalu berlarut dengan cinta hingga dia ingin mengakhiri hidupnya demi sang mantan kekasih. Berulang kali Agatha juga terus mengumpat kesal karena sedari tadi Dirga terus saja menatapnya dengan tatapan yang begitu tajam, terlihat jelas sekali bahwa Dirga sangat tidak menyukainya, setelah supervisor itu menjelaskan semua barang-barang produksi maka kini tugasnya Agatha untuk melanjutkannya sebagai penilaian bagi supervisor tersebut. Agatha harus menarik napas panjang karena terpaksa terjebak dengan pria yang telah menggagalkan misi bunuh dirinya itu, beruntungnya setelah tugas selesai maka pria tampan dengan manik mata biru itu langsung berpamitan karena sejak tadi Agaha menjelaskan dan mengatakan perihal barang, telepon gengam pria itu
Dirga menghentikan pergerakannya dan kini pria itu menoleh ke arah Agatha seraya mendengarkan sebuah syarat yang diinginkan gadis di depannya itu."Aku memang materialistis sekarang! Semua karena pria itu dan aku tidak ingin percaya lagi dengan pria manapun, walaupun itu Anda," ungkapnya dengan tatapan matanya yang berapi-api. Pria tampan itu tertegun dan bisa memastikan bahwa ada sebuah dendam yang tercipta di binar mata gadis itu, "Kau tenang saja, sebentar lagi sekretarisku akan datang dan menjelaskan perihal gajimu," jawab Dirga dengan tatapan penuh arti. Pucuk dicinta ulam pun tiba, akhirnya sang sekretaris datang dan menjelaskan semua perihal pekerjaan dan gaji yang akan diterima oleh Agatha karena harus menemani Dirga meeting, maka besok Agatha disuruh untuk menemui Dirga di kantor tepat pukul delapan pagi, "Saya minta Anda tepat waktu datang ke kantor karena pak Dirga adalah tipikal pria yang disiplin," bisik sang sekretaris pelan di telinga Agatha. Perempuan
"Sepertinya matamu bermasalah ya?!" sindir Dirga menoleh ke arah Agatha. Gadis itu sontak tertegun dan kini dia mengepalkan jemarinya dengan kuat, lalu menyela ucapan atasannya. "Bukan mataku yang bermasalah, tetapi jam tanganku yang rusak." Mendengar hal itu, Dirga menggelengkan kepalanya seraya menghela napas beratnya. "Pantas saja kau bisa terlambat datang ke kantor! Aku adalah seorang pria yang paling tidak suka mendengar kata terlambat namun hari ini kau baru saja bekerja maka aku memaafkanmu," ujar Dirga seraya memasang jas kesayangannya."Maafkan aku, Pak!" ucap Agatha seraya menunduk. Sejujurnya di dalam hati Agatha dia ingin meronta karena Agatha terlalu ketus berbicara padanya. Namun, bayang-bayang hutang yang terus menari-menari di dalam kepalanya membuat perempuan itu sontak menahan emosinya. "'Jika bukan karena hutang, mana mau aku bertahan," umpatnya dalam hati. Menjadi seorang asisten pribadi seorang CEO bukanlah hal yang mudah, Agatha harus membuang waktu
"Rasanya tidak perlu, Pak. Lebih baik aku pulang," jawab Agatha seraya memutar tubuhnya."Kenapa??" tanya Dirga ingin tahu alasan gadis itu."Tidak ada gunanya, Pak. Kacamata usang ini lebih baik, Pak." Agatha memaksa pergi namun Dirga langsung menariknya, tetapi pria bule itu tidak memaksanya hanya saja meminta Agatha untuk ikut dengannya kembali pulang ke rumahnya. Sepanjang jalan menuju ke rumahnya, Dirga terus memandangi wajah polos Agatha, di situ terlihat jelas sekali bahwa memang ada sesuatu hal yang disembunyikan Agatha. Bak sebuah luka yang tidak bisa diungkapkan namun sangat dirasakan. Tidak ingin sampai mencari masalah, maka Dirga meminta sopirnya untuk mengantar Agatha pulang ke rumahnya, ya mobil mereka harus putar balik. Agatha tidak pernah tahu bila Zio dan Dirga itu memiliki sebuah hubungan dekat. Hal itulah yang membuat Dirga sedikit khawatir. Baru satu minggu menjadi asisten Dirga, ia baru menyadari bahwa Dirga dan mantan kekasihnya memiliki sebuah hubungan de
"Wah, kau memang the best, Bela," puji Dirga dengan senyuman yang mengembang dari sudut bibirnya."Siapa dulu kalau bukan Bela gitu," jawab perempuan seksi itu balas tersenyum. Dirga tak pernah berhenti menatap kecantikan Agatha, rambut panjang yang disanggul hingga menampilkan jenjang leher putihnya dengan gaun malam berwarna silver yang membalut tubuh putihnya, meski sedikit terlihat lekukan di dadanya. Dia menyentuh kedua bahu Agatha dan berkata,"Harus aku akui, kau terlihat cantik sekali malam ini!" puji Dirga berbisik padanya. Agatha tertegun pada kecantikan dirinya sendiri apalagi di saat Dirga yang terus saja menatapnya begitu tajam membuatnya sedikit salah tingkah. "Ayo, kita pergi ke pesta sekarang," ajak Dirga tersenyum padanya. Usai menunggu Dirga mengganti pakaiannya, pria itu langsung membukakan pintu mobil dan mempersilakan Agatha masuk ke dalam."Kenapa Bapak bersikap seperti ini?" tanya Agatha merasa tak enak melihat Dirga seperti itu."Tidak apa-apa, malam
Pria itu lekas mencengkram tangan Agatha begitu kuat dengan tatapan yang bego tajam laykanya seekor harimau yang akan menerkam mangsanya, "Aku berjanji padamu, apa pun yang terjadi kau adalah tanggung jawabku," ucap Dirga seraya mengangkat tangannya seraya menyentuh rambut Agatha. Awalnya, Agatha merasakan keseriusan dari Dirga namun bayang-bayang sang mantan kekasih membuat gadis itu tak kuasa lagi menahan air matanya. Dirga menangkupkan wajah Agatha, mengetahui gadis di depannya berlinang air mata maka pria itu langsung memeluknya. Pria itu lekas mencengkeram tangan Agatha begitu kuat dengan tatapan yang begitu tajam layaknya seekor harimau yang akan menerkam mangsanya, "Aku berjanji padamu, apa pun yang terjadi kau adalah tanggung jawabku," ucap Dirga seraya mengangkat tangannya untuk menyentuh rambut Agatha. Awalnya, Agatha merasakan keseriusan dari Dirga namun bayang-bayang sang mantan kekasih membuat gadis itu tak kuasa lagi menahan air matanya. Dirga menan