Mag-log inPagi-pagi, Zafran sudah tiba di depan kediaman keluarga Zayna untuk menjemput gadis itu bersama Amina. Zayna dipanggil oleh kedua orang tuanya. Nada mereka terdengar terburu-buru. Zayna tidak pernah dipanggil oleh orang tuanya untuk cepat berangkat sebelumnya. Zayna menjadi sedikit kesal tetapi karena itu kedua orang tuanya, dia harus bersabar. "Abi, umi, kenapa kalian menyuruhku buat cepat-cepat? Aku kan sudah bilang harus berangkat jam sekian. Kalian nggak perlu mendesakku sampai kayak gitu. Jadi santai saja," kata Zayna kesal. Summayah menunjuk ke ruang depan dan berbisik ke Zayna. "Ada Zafran di depan," ucap Summayah. Sementara Hadi tengah membuatkan teh hangat untuk Zafran dan Amina. Zayna terkejut. Dia bertanya, "Kenapa dia ada disini sekarang? Bukankah dia tahu kalau aku harus berangkat?" tanyanya kesal. Summayah berkata, "Dia datang untuk menjemputmu, dia bilang ingin mengantarkanmu ke rumah sakit sebagai bentuk tanggung jawabnya dan sekalian mengantarkan Amina ke s
Setelah semua yang dia lakukan selesai, Zayna bernafas lega bahkan sampai menitikkan air mata. "Aku merasa sangat bersyukur. Apa yang kulakukan tadi berhasil mengalihkan pikiranku dan aku semakin yakin untuk terus melanjutkan pekerjaanku. Aku merasa senang dengan pekerjaan ini," batin Zayna. Zayna sampai ditemui oleh Dokter Ardea dan Dokter Ardea memuji Zayna. Dalam perjalanan pulang, Zayna kepikiran mengenai ucapan dokter Langit terkait dirinya fokus pada pekerjaannya saja dulu jangan memikirkan tentang pasangan. Dokter Langit benar, begitulah pikir Zayna. "Aku menerima Zafran bukan berarti menerima dia sepenuhnya. Sebab aku tidak tahan menghadapi kakak Maisha yang marah karena aku tidak jujur pada hatiku. Padahal hatiku jelas tidak menginginkan pertunangan itu," batin Zayna. Zafran tiba-tiba mengirimkan pesan pada Zayna. Zafran: Sudah pulang? Zayna menghela nafas setelah membaca pesan yang sangat singkat tersebut. Tanpa salam, tanpa basa-basi, begitu datar, singkat, padat
Saat perawat itu akan pergi, dokter Langit tiba-tiba memanggilnya. "Mau bawa kemana itu?!" tanya dokter Langit dingin. Pada saat yang sama, pasien masuk dan duduk di depan dokter Langit bersama wali pasien. "Dibawa kesana dok dan dibagikan ke teman-teman perawat yang lain," jawab perawat itu. "Bawa kesini! Itu diniatkan untuk diberikan kepadaku dan kedua orang tuaku." "Tapi bukannya dokter tidak mau?!" Perawat itu sungguh berani. Perawat itu sudah muak dengan gosip dokter Langit dan Zayna serta Zafran. Psrawat itu tidak menyangka kalau dokter Langit aslinya seperti ini. Sekarang tidak ada keraguan lagi mengenai dokter Langit yang suka dengan Zayna. Perawat itu terdiam beberapa detik. Tangannya yang memegang kantong plastik berisi makanan tampak mengencang. Ada kilatan ragu di matanya, tapi juga sesuatu yang lain—kesal, mungkin juga kecewa. Ia melirik sekilas ke arah pasien yang baru saja duduk, lalu kembali menatap Dokter Langit. “Ini jam kerja, Dok,” katanya akhirnya, nad
Dokter Langit menggelengkan kepalanya dan menatap ke arah lain. "Aku sudah tidak percaya lagi padamu. Terima kasih untuk kerja samanya selama ini."Dokter Langit biasanya akan meninggalkan pesan seperti semoga kamu berhasil atau semacamnya. Namun setelah mengatakan itu, Dokter Langit langsung pergi tanpa meninggalkan kalimat apapun. Zayna menatap kepergian mentornya itu dengan tatapan tidak percaya. Ada kesedihan yang begitu dalam dalam sorot matanya. Zayna merasa sangart bersalah. "Zayna, kenapa kamu bilang tidak akan menikah sebelum menjadi dokter kardiologi? Jika kamu tidak menjadi kardiologi sampai tua bagaimana?" tanya Nadira. "Jangan mengatakannya seperti itu dong. Sama saja kamu mematahkan semangat Zayna. Harusnya kamu doakan agar dia mencapai cita-citanya dan segera menikah dengan pria yang dia cintai," tukas Kevin. "Aku hanya kesal melihatnya membujuk dokter Langit sampai seperti itu," tukas Nadira. Ketika Zayna sedang sangat hancur akibat ditinggalkan seniornya yang
Sekarang orang-orang menjadi membicarakan tentang Langit yang dianggap posesif pada Zayna. "Alhamdulillah semua orang sekarang akhirnya tahu bagaimana dokter Langit padamu. Biar mereka nggak fokus sama kamu terus," kata Nadira. Zayna tidak memakan makanannya. Dia malah termenung. Nadira dan Kevin memandangi Zayna yang berada di hadapan mereka. "Za, kenapa kamu diam saja? Dimakan dong makanannya," tukas Nadira. Zayna malah menyodorkan makanannya ke Nadira dan Kevin. "Aku merasa tidak enak makan sekarang. Buat kalian saja," kata Zayna ramah kemudian tersenyum tipis. "Za, jangan begitu. Kamu harus makan dengan benar supaya nggak sakit apalagi sekarang kamu shift sampai malam," ucap nadira. "Zayna-Zayna, kamu sekarang menjadi ceroboh. Bersikaplah sebagai seorang dokter," tukas Kevin. "Dia memang seorang dokter," kata Nadira. "Akhir-akhir ini, dia tidak bersikap profesional. Mungkin karena masalah perasaan. Wajar sih, cinta memang begitu Za," tukas Kevin. Tiba-tiba saja, dokter L
Zayna merasa tidak sanggup lagi bekerja. Zafran sudah keluar tetapi dia segera balik lagi. Zayna sempat menimbang-nimbang haruskah dia pergi ke pihak rumah sakit untuk cuti selama beberapa hari atau pulang hari ini saja lebih awal karena merasa tidak sanggup menjalani hari ini lagi. Zayna juga merasa tidak sanggup untuk keluar sekedar keluar dari ruangannya saja karena malu dengan orang-orang yang menyaksikan bagaimana Zafran dan Dokter Langit bertengkar. "Apa yang harus kulakukan?" bisiknya di tengah keheningan ruangannya. Zayna juga sangat takut bertemu dengan Dokter Langit. Pintu terbuka dan Zayna bersembunyi dibawah meja. Dia khawatir itu dokter Langit tetapi ternyata itu Zafran. Zafran keluar sebentar untuk menemui Arsela dan suaminya untuk membawa ibunya pulang sementara dia ada urusan dengan Zayna. Zafran menyadari kecemasan Zayna makanya dia datang dan membawakannya minuman dan makanan. Zafran yang tidak melihat Zayna pun pergi ke meja Zayna. Zayna menatap se







