Juragan Handi tidak menjawab rasa penasaran Andre, ia hanya menyodorkan informasi Dea dan suaminya yang ada di ponselnya pada pengacara muda itu. “Apa maksud foto dan informasi ini?” tanya Andre dengan bingung saat menerima ponsel Juragan Handi. Ia hanya melihat sekilas dan tidak terlalu membaca kata-kata di dalam sana dengan detail sehingga tidak tahu siapa itu Avindra. “Perempuan itu adalah anak perempuan Maisarah yang ia tawarkan sebagai jaminan uang pilkada putranya, dan laki-laki di sebelahnya adalah suami perempuan itu, yang tidak lain anak bungsu Manggala Group yang terkenal sejak dulu,” jawab Juragan Handi dengan tersenyum miris. “Apa?” teriak Andre terkejut dan membaca lagi dengan jelas informasi tersebut. Pengacara muda itu geleng-geleng karena baru tahu jika anak bungsu keluarga pertama Manggala akhirnya menampakkan diri, dan perempuan cantik itu adalah istrinya. “Jadi, ini yang bikin Juragan putar haluan dan memilih untuk meminta uang Anda langsung pada yang me
Raisa memasuki halaman rumah dinas dengan langkah gontai. Ia berhenti melangkah dan melihat sekeliling rumah itu dengan tatapan miris. Ia membuang kasar napasnya sebelum lanjut memasuki teras rumah lalu membuka kunci rumah. Sunyi, sepi, dan hanya desiran angin yang terdengar melambaikan gorden jendela saat memasuki rumah tersebut. “Ini hanya sebuah tempat untuk berteduh dari panas dan hujan, bukan rumah yang sesungguhnya untuk pulang,” gumamnya dengan dada yang sesak. Rasanya ada batu besar yang mengimpit dadanya sehingga rasanya sakit tidak terkira. Raisa tanpa sadar kembali meneteskan air mata, lalu menghapus kasar air mata itu dengan punggung tangannya. Ia menutup pintu, lalu berjalan menuju kamar tempat ia melepaskan lelah. Begitu membuka pintu kamar, bayangan Ghufron yang membagi hati dan raganya pada wanita di luaran sana membuat tubuh Raisa ambruk di lantai yang dingin. Ia sangat yakin dengan firasatnya jika Ghufron sedang bermain api di belakangnya. Hanya saja dia be
Seperti kemarin, Avin meninggalkan Dea di ruangan Ayah mertuanya setelah menemani sang istri terapi dengan Dokter Ana. Ia sudah berada di ruangan kantornya yang sementara ini dipegang oleh kakaknya Kaisar. “Di mana Lendra? Katanya mau bawa gebetannya ke sini, kok belum nongol juga?” tanya Kaivan sambil memakan snack kentang yang ia bawa tadi. Kaisar fokus mengerjakan berkas-berkas di meja dengan dibantu Keenan yang duduk di depannya. Sedangkan Saloka asyik sendiri mengutak-atik laptopnya melakukan tugas mencari informasi tentang Bik Ira dan Warti pengasuh Audrey. Kaivan mendengkus kesal karena tidak satu pun yang menanggapi pertanyaannya. Ia semakin kencang mengunyah camilannya agar mengganggu konsentrasi semua orang saking kesalnya. Tingkah kekanakan pria itu tidak membuahkan hasil karena tidak satu pun yang terpengaruh pada bunyi kunyahan yang berisik itu. “Assalamualaikum, Abang-abangku!” teriak Syailendra membuka pintu secara tiba-tiba lalu masuk sambil memegang pergelan
Andre terkejut melihat kliennya dan kenalan barunya ternyata saling kenal. Ia dengan jentelmen menarik kursi untuk Raisa, dan wanita itu tidak bisa untuk tidak tersipu dengan perlakuan seperti itu dari seorang pria. Tetapi karena tidak ingin dianggap tidak pantas, Raisa dengan cepat menunduk dengan memasang kembali wajah kagetnya. “Jadi klien Mas Andre adalah Juragan Handi?” tanya Raisa begitu ia dan Andre sudah duduk di depan Juragan Handi. “Iya, Mbak, Sebenarnya Juragan klien ipar saya, tapi karena ipar saya harus pergi ke Kalimantan karena kakak saya mau melahirkan, maka saya yang menggantikannya sebagai pengacaranya dalam menghadapi kasus ini,” jawab Andre dengan santai sambil memanggil pelayan Cafe. Raisa mengangguk paham, ia menyapa Juragan Handi dengan agak takut-takut karena tidak mau pria paruh baya itu marah padanya. “Aku tidak makan orang, Raisa! Jadi, tidak usah takut seperti itu! Asal kamu tahu saja, masalah yang aku alami ini berhubungan erat dengan suamimu!” u
Raisa terduduk di trotoar jalan hingga sikunya membentur pembatas dan meninggalkan luka baret di sikunya. Jantungnya berdebar kencang karena takut sekaligus terkejut hampir menjadi korban tabrakan akibat melamun. Seketika air matanya mengalir deras hingga terdengar isakan lirih yang membuat penolongnya malah tambah khawatir. “Mbak, apa lukanya sakit sekali? Mau saya antar ke rumah sakit terdekat?” tanya pria itu dengan wajah khawatir. Ia bahkan belum melihat rupa perempuan yang ia tolong karena posisi Raisa menunduk sehingga rambut panjangnya menutupi seluruh mukanya. Raisa menangis bukan karena rasa sakit pada sikunya tetapi pada perasaannya yang semakin yakin jika suaminya pasti punya hubungan yang tidak biasa dengan wanita yang bersama Siska tadi. Ia menangis menyesali kebodohannya selama ini yang selalu patuh dan menurut setiap perkataan Ghufron. Ia bahkan patuh saat Ghufron menunda untuk punya anak sehingga Raisa rutin mengonsumsi pil penunda kehamilan sejak enam bulan
Lima bersaudara itu terdiam sesaat setelah Kaisar bicara. Selain Avin mereka semua masih terkejut dan antara percaya atau tidak percaya dengan perkataan Dea tentang Bik Ira. “Jujur gue syok, dan masih ragu dengan perkataan Dea tentang dugaannya itu! Bukan gue bilang Dea salah duga, tapi gue merasa ragu jika itu suara Bik Ira versi laki-laki. Pasalnya selama ini Bik Ira tidak pernah menunjukkan gelagat yang aneh baik di depan kita maupun saat bersama Dea,” ucap Kaivan dengan pemikirannya. “Gue juga kaget dan syok, Bang! Tapi balik lagi ke Kak Dea, dia gak akan ngomong kayak gitu kalau ia merasa gak yakin. Apalagi Bang Keenan bilang kalau Kak Dea yakin suara itu seperti suara Bik Ira tapi dalam versi laki-laki. Itu artinya ada laki-laki yang punya hubungan kekerabatan dengan Bik Ira yang sengaja meneror Kak Dea. Tapi yang jadi masalahnya setahu gue Bik Ira belum menikah sampai sekarang!” sahut Saloka ikut memberikan pendapatnya. “Benar juga ya? Setahu gue Bik Ira masih sendiri sej