Share

Tentang Sabotase Hotel

______

"Ja-jadi? Mas Andri sendiri yang sabotase hotel?" Aku terkejut kala melihat semua bukti dan rekaman pembicaraan antara Irlan dengan pengunjung hotel. Mereka menjelaskan ciri-ciri beberapa pria yang sengaja membuat citra hotel menjadi buruk. Bahkan sampai sekarang pun keadaan itu belum pulih. Hotel masih tak seramai awal.

"Iya, Bu. Ada oknum lain yang sengaja perburuk citra hotel. Dan setelah di selidiki, ternyata pak Andri sendiri yang menyuruh oknum-oknum itu. Saya gak ngerti, Bu, kenapa pak Andri lakukan ini? Bukankah kemajuan hotel juga kemajuan baginya?" kata Irlan menjelaskan. Aku masih syok dan tak percaya, suamiku sendiri malah memperburuk citra perusahaanku sendiri. Padahal selama ini uang yang ia dapat dari hotel kami.

"Oh ya, Bu. Ini juga ada data hotel yang sepi namun kian mulai ramai. Dan sepertinya perhatian mereka di alihkan kesana. Seperti di sengaja." Irlan kembali memperlihatkan bukti keramaian hotel yang baru saja di bangun beberapa bulan yang lalu. Memang dekat dengan lokasi hotelku. Hanya berjarak kurang lebih enam kilometeran. Tapi memang hotel itu kalah saing dengan hotel kami karena kwalitas pelayanan dan kenyamanan yang kami tawarkan.

"Ini, Bu. Namun mereka juga agak mengeluhkan pelayanan di hotel sana. Tapi, daripada memilih hotel Bu Aurel, setidaknya mereka lebih baik singgah di hotel sana." Kembali Irlan terus jelaskan. Sedangkan aku hanya menyidik setiap bukti yang Irlan dapatkan.

"Memangnya isu apa yang menyebar hingga hotelku sepi?" Aku penasaran. Sambil menunggu pak pengacara datang, benak ini masih terus menyelidik.

Kami tidak jadi bertemu di taman, tapi kini kami bertemu di rumah karena aku juga ingin langsung limpahkan semua berkas yang kudapat ke pengacara. "Ada yang bilang kalau hotel rentan pencurian, Bu, dan ada kasus di hari sebelum saya di pecat, yaitu kasus pelecehan pengunjung hotel oleh pegawai hotel yang sama sekali tak kami kenal. Sepertinya sengaja di datangkan. Dan saya juga tak lihat lagi orang itu. Tapi sesuai keinginan Bu Aurel, mereka yang bersangkutan sudah di sekap."

"Selamat siang!" Tiba-tiba pengacarku datang. Dia adalah seorang pengacara terkenal dan sudah menjadi pengacara langganan sejak masih ada mama dan papaku.

"Om Yudi, silahkan masuk, Om." Akhirnya Om Yudi datang. Kami bersalaman, begitupun dengan Irlan.

"Ya, bagaimana Aurel? Ada yang bisa Om bantu?" Om Yudi bertanya perihalku yang memanggilnya. "Oh ya, lama tidak bertemu katanya kamu sakit. Gimana sekarang? Apa sudah sehat?" tanya kembali Om Yudi setalah ia duduk dan sedikit menarik jas yang ia kenakan bermaksud merapikan.

Aku mengangguk. "Iya, Om. Saya sudah sehat. Memang ada hal yang mengharuskan Om Yudi bantu saya. Dan saya tak mau melama-lamakan proses hukum untuk masalah ini." Saat aku menjelaskan Om Yudi sedikit heran. Irlan hanya menyaksikan dengan tatapan iba.

Di sela-sela obrolan kami Simbok datang kembali membawa minuman untuk Om Yudi. Ia letakkan langsung di meja. Di depan tempat yang Om Yudi duduki.

Lalu kami lanjut bicara.

"Masalah? Tentang apa? Oh ya, apakah Aurel jadi akan pindah namakan aset ke tangan pak Andri?" Aku kaget mendengar pernyataan Om Yudi.

"Pindah aset?" Aku terkejut. Tapi memang aku tak begitu heran.

"Ya, sempat pak Andri membawa sebuah tanda tangan palsu. Dia membawa tanda tangan kamu katanya, tapi sama sekali itu bukan tanda tangan kamu. Saya jadi curiga. Hubungi nomor kamu tidak bisa, dan saya juga tidak di perbolehkan untuk datang kesini olehnya. Katanya kamu sedang di luar negeri, sedang pengobatan karena kecelakaan beberapa Minggu yang lalu itu." Cerita Om Yudi. Aku memang tahu kalau Mas Andri sempat meminta tanda tangan waktu itu yang kubuat seunik mungkin.

"Dan kemarin pak Andri juga datang lagi ke kantor. Dia mengutarakan hal yang sama. Dan dia bawa tanda tangan kamu. Ini, saya bawa berkasnya. Namun saya belum proses, karena saya baru akan proses ini kalau kamu yang datang sendiri kesana. Dan katanya besok dia akan bawa kamu ke saya." Aku makin kaget mendengar penjelasan lawyer Rudi. Dia juga memperlihatkan sebuah surat pernyataan yang ada tanda tanganku.

"Yang jelas saya tidak pernah tanda tangan ini, Om Yudi. Dan jangan proses apapun, karena sampai kapanpun saya tidak akan serahkan aset saya pada suami saya." Aku memberi penjelasan perihal ketidak benaran apa yang Mas Andri berikan padanya.

"Iya, saya pas di suruh kesini memang sengaja ingin meminta kepastian dari kamu. Dan saya curiga, kalian memang sedang ada masalah. Apa benar?" tanya Om Yudi penasaran. Bagaimanapun juga, setelah papa dan mama tiada dia terus berusaha melindungiku.

"Iya, Om. Itu nanti saya ceritakan. Dan ini ada beberapa hal yang mengganjal. Silahkan Om lihat ini." Aku memberikan sebuah map dan beberapa lembar kertas lain tentang kejahatan yang dilakukan Mas Andri. Aku juga tak lupa mengirimkan bukti percakapan dan video dari para pelanggan hotel. Penjelasan mereka tentang isu yang beredar.

Om Yudi mulai membaca dan mempelajari kasus yang aku berikan padanya. Dia terlihat amat kaget dan heran. "Ini benar Andri yang lakukan? Kalau Andri menginginkan aset kamu, mana mungkin ia lakukan ini? Dia pasti tidak akan membuat isu seperti ini untuk kehancuran aset yang ingin ia miliki."

Aku dan Irlan saling menatap sekejap. "Maksud Om gimana?" Aku penasaran dengan keganjalan yang diberitahukan oleh Om Yudi perihal ketidak mungkinan Mas Andri yang lakukan itu.

"Iya, Andri sepertinya bersikeras ingin mengambil aset kamu. Kalau dia lakukan ini, dia kan yang rugi, Rel, dia kehilangan customer." Om Yudi jelaskan kembali.

"Tapi yang saya dapat dari orang yang menyebar isu, pak Andri yang meminta, Pak. Bahkan rekamannya pun ada. Memang tak ada pak Andri disana. Tapi anak buahnya yang bicara. Dan semua anak buahnya sudah di amankan, Pak. Jadi mereka tak bisa menghubungi pak Andri ataupun orang lainnya. Mereka sudah ada di tangan anak buah Bu Aurel." Irlan angkat bicara.

Om Yudi terus mempelajari berkas yang aku berikan. "Coba kamu buat mereka semua berkata dengan jujur." Pinta Om Yudi

"Baik, Om. Dan saya tak mau melama-lamakan kasus ini. Saya ingin segera mengusut kasus ini. Dan satu lagi. Ini ada sebuah rekaman lain."

"Apa itu?" Om Yudi mulai penasaran lagi, begitupun dengan Irlan. Mereka berdua memasang raut wajah yang sama.

"Ini." Aku mulai mengeluarkan sebuah rekeman dimana Mas Andri di malam itu menyerahkan semua perhiasanku pada ibunya. Pada ibu mertuaku secara diam-diam.

Om Yudi dan Irlan menyaksikan video yang kurekam berdurasi lebih dari dua menit itu.

"Kamu? Kamu memangnya amnesia?" Om Yudi kaget. Irlan pun nampaknya demikian. Dia menatapku yang hanya diam dengan tatapan sendu. Sesekali kumainkan jemari ini. Karena di percakapan Mas Andri dengan ibu mertua, ada sebut-sebut kalau aku ini amnesia.

"Iya, setelah aku kecelakaan sempat amnesia, Om." Baru sampai disana Om Yudi sudah kaget lagi. "Lalu? Kamu? Kamu ingat saya?" Ia memastikan kalau aku masih mengingatnya.

"Ja-jadi? Bu Aurel am-ne-sia? Lalu Bu Aurel dibawa kelur negeri?" Irlan bertanya lagi perihalku yang katanya dibawa keluar negeri. Kepalaku hanya menggeleng-gelengkan dengan jawaban yang berarti tidak.

"Maksudnya?" Om Yudi makin penasaran.

Kutoleh Irlan, lalu kutoleh Om Yudi. "Aku tahu dari simbok kalau aku amnesia. Dan aku sempat dijadikan babu di rumahku ini, Om. Kejam 'kan?" Mendengar jawabanku ekspresi wajah mereka berdua otomatis berubah.

"Tapi itu hanya berlangsung beberapa hari. Dan kata simbok, kepalaku terbentur. Karena wanita selingkuhan suamiku sendiri yang menyamar jadi nyonya di rumah ini." Sampai disana mereka berdua makin terkejut lagi. Irlan dan Om Yudi mungkin merasa kalau aku mengada-ada.

"Se-lingkuhan?" Om Yudi kaget. Begitupun dengan Irlan. "Jadi Bu Aurel tak keluar negeri?" Perlahan kepalaku menggeleng-geleng lagi. Tandanya apa yang Irlan tanyakan kujawab tidak. Sontak keduanya menghela nafas dan menghembuskannya dengan perlahan dibarengi raut wajah syok.

"Ini kayak film, Om. Setelah aku terbentur, aku kaget, aku lihat diriku yang sudah ada di kamar pembantu. Pakaian yang aku kenakan pun hanya pakaian sederhana dan amat biasa. Tapi bukan itu masalahnya, aku baru tahu kalau mas Andri yang meminta simbok bersandiwara, dan mengakuiku di rumah ini sebagai asisten rumah tangga."

"Ini keterlaluan, Aurel!" Om Yudi sepertinya emosi.

"Bu, saya masih tak mengerti. Lalu Ibu sekarang sudah pulih? Dan pak Andri juga tahu 'kan?" Irlan pun penasaran.

Aku mengangguk. "Ya, sejak aku pulih, aku masih pura-pura amnesia dan menyelidiki semuanya, namun, ketika ada hal yang kurasa tak mungkin harus terjadi, di saat itu aku pura-pura pulih. Dan yang kuingat hanyalah nama mas Andri. Tak satupun. Aku hanya ingat dia sebagai suamiku saja. Sengaja Aurel bersandiwara, Om." Mereka berdua makin kaget.

"Lalu?" Om Yudi kembali bertanya supaya aku jelaskan semuanya.

"Ya, sejak itu mas Andri dan selingkuhannya sandiwara lagi. Dia bilang dialah pemilik hotelku. Dia bilang dialah yang memiliki segalanya. Dan selingkuhannya ia bilang sahabat dekatku. Oke, aku ikuti sandiwaranya. Dan semata-mata juga itu untuk mengembalikan dana yang sudah ia curi dari perusahaan. Dan itu sudah balik, Om. Aku berhasil. Karena untungnya hanya sedikit dana yang mereka cairkan." Mereka berdua terpelongok kaget. Sesekali kepala mereka menggeleng dengan artian tak mungkin dan tak percaya.

"Tinggal satu lagi, Om. Perhisan mama yang bernilai lebih dari dua milyar. Itu masih ada di tangan mertuaku. Dan aku akan mengambilnya dengan sandiwaraku. Dan aku mohon, Om dan Irlan tak buka rahasia ini. Dan pada waktunya, nanti aku akan hubungi kalian lagi. Tolong Om pelajari saja kasus ini semua. Dan aku mau mereka dapat hukuman yang setimpal. Tentang sabotase hotel, nanti menyusul." Aku jelaskan lagi niatku.

"Tapi kenapa tidak langsung di usut saja. Toh buktinya sudah ada semua." Usul Om Yudi.

"Nanti, Om. Aku masih ingin bersenang-senang dengan mereka. Aku ingin buat mereka serasa ada di atas awan. Lalu kujatuhkan sekaligus. Bukannya itu lebih sakit, Om?" Aku memikirkan ide. Om Yudi hanya meninggikan alis. "Ya sudah, terserah. Tapi jaga diri kamu. Mereka itu licik." Om Yudi memberiku pesan.

"Om tenang saja. Tak akan lama. Hanya beberapa hari lagi. Setelah aku tahu siapa yang sebenarnya sabotase hotel." Aku jawab dengan lugas. Oh ya, sebelumnya aku sudah suruh Pak Sopir untuk membawa mertuaku keliling, biar dia sampai di rumah sangat lama.

"Oke, kalau begitu Om ke kantor dulu. Semua berkas ini Om bawa. Om juga ada janji dengan klien. Kamu hati-hati ya, Aurel." Om Yudi pamit padaku juga pada Irlan dan berpesan. Aku pun mengangguk. Lalu ia segera berlalu dengan raut wajah yang masih bingung dengan apa yang aku lakukan.

"Lalu, kapan kita akan temui anak buah orang yang sudah menyebar isu itu, Bu? Sekarang?" kata Irlan.

"Oke, sekarang saja. Jangan menunda-nunda. Kebetulan sekarang juga masih siang." Aku dan Irlan pun bergegas menuju tempat penyekapan para budak si penyebar isu.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Bagus aurel km pintar, bikin jadi gelandangan aja manusia2 gak tau diri itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status