Bab 6
MinggatMenjelang malam pun tiba. Aku memilih rebahan di kamar bersama dengan Farel, dan mengajak bayi dua bulan itu bercanda. Tentunya setelah melaksanakan shalat wajib. Seperti biasanya, Mas Andra membeli makanan dari luar, lalu menikmatinya sambil menonton TV. Tanpa menawariku ataupun mencoba memanggilku agar makan bersamanya. Hal yang sudah lima bulan ini tidak dia lakukan. Hampir setiap malam, pria itu membeli makanan dari luar. Entah itu nasi goreng, ayam goreng, martabak, ataupun sate. Dan sebagai seorang istri, aku hanya bisa menelan ludah sambil mencoba untuk bersabar melihat perlakuannya yang tidak wajar itu. Jika ada sisanya, pagi-pagi aku akan memakannya setelah menghangatkannya di atas kompor. Namun jika makanan itu tidak tersisa, aku hanya bisa mendesah panjang mencoba untuk bersabar. Berharap suatu hari nanti hidupku akan berubah. "Entah terbuat apa hati pria yang menikahiku dua tahun yang lalu itu. Hingga begitu kuatnya dia mengabaikanku selama lima bulan lamanya. Dan begitu keras kepalanya dia hingga tidak mau memberikan maaf padaku, dengan hanya karena alasan wajahku yang burik ini. Mungkin jika sebelumnya aku bersabar tapi tidak kedepannya. Setelah mengetahui dia bahkan menjemput wanita lain, termasuk ada buktinya, maka aku akan berhenti untuk bersikap baik pada pria itu."Mas, kita harus bicara!" Nekat aku menghampirinya ketika pria itu sudah menghabiskan nasi goreng dan menyisakan sekitar tiga suapan saja."Ada apa, Aisyah?" Tatapannya yang nyalang sekaligus membenci itu membuatku hanya bisa mendesah dengan rasa sakit yang kian menusuk. "Apakah kamu berselingkuh?" tanyaku langsung, ingin melihat reaksinya. Dan benar saja, wajah pria itu langsung berubah kaku."Apa yang kau katakan, Aisyah? Apa kau hendak menuduhku?!" "Jawab saja pertanyaanku, alih-alih balik bertanya, Mas?! Kamu selingkuh?""Dasar perempuan burik!" umpatnya sambil berdiri dan hendak pergi entah kemana, seperti biasanya. Belakangan kuduga jika pria itu akan pergi ke rumah selingkuhannya jika ada masalah denganku. Dan selama itu juga aku di kibulin.Aku meraih tangannya dengan cepat, hingga pria itu terpaksa berbalik dan menetap semakin tajam ke arahku."Tidak semudah itu kamu pergi, Mas. Jangan menghindar lagi ketika aku bertanya padamu?! Setidaknya jangan jadi seorang pengecut. Katakan dengan benar, ya atau tidak kamu berselingkuh!!" bentakku dengan kesabaran yang nyaris habis."Lalu kalau benar, kamu mau apa, hah?! Mau minta cerai dariku, begitu?! Memangnya kamu sanggup hidup di ibukota ini seorang diri?! Bahkan dengan wajahmu yang hancur seperti itu?! Jangan ngawur?!" tudingnya dengan telunjuk mengarah ke tepat ke wajahku. Membuat air mata seketika berderai membasahi kulitku, yang jujur sangat perih saat ini."Jadi itu benar?!""Itu karena kamu nggak bisa aku ajak jalan. Aku bahkan malu punya istri berkulit burik dengan wajah yang hancur sepertimu?!""Itu bukan alasan kau melakukan perselingkuhan di belakangku, Mas. Baik buruknya penampilan dan wajahku ini tergantung bagaimana kamu membiayai hidupku! Selama ini kau hanya memberiku uang dua ratus ribu seminggu. Jadi bagaimana mungkin aku bisa mempercantik diriku, bahkan celana dalam saja aku tidak pernah ganti sejak aku menikah denganmu! Belum lagi air yang kugunakan sangat kotor, membuat wajahku yang sensitif menjadi infeksi seperti ini! Kamu sadar nggak sih?!""Oh, sudah pandai kamu melawan ya?!" Pria itu malah melepaskan ikat pinggangnya dan membelit di tangannya. Reflek aku mundur dua langkah, mengetahui akan bahaya yang terjadi selanjutnya.Blash!! Blash!! Berkali-kali ikat pinggang yang terbuat dari kulit kasar itu menyentuh punggung. Seketika aku meringkuk mencoba untuk menutupi wajahku, agar jangan sampai terkena pukulannya. Setelahnya terdengar deru nafas yang menggebu dari mulut suamiku. Aku memberanikan diri menatapnya dan mencoba kembali berdiri."Sudah puas kamu memukuliku? Perbuatanmu itu benar-benar pecundang, Mas. Kau benar-benar pengecut! sekaligus membuktikan jika tuduhan itu benar kan?!" sergahku dengan air mata tanpa henti."Masa bodoh dengan perkataanmu, Aisyah! Kau pikir aku peduli? Kau pikir aku mau mempertahankan pernikahan kita di tengah wajahmu yang sangat menjijikan itu?!" tatapnya nyalang dengan urat-urat yang memerah, membuatku sejenak memejamkan mata untuk menghalau rasa sakit di dalam dada."Jadi itu sebabnya kamu berselingkuh dengan wanita itu?! Katakan di mana dia tinggal, biarkan aku mendatangi wanita itu!"Hahaha … "Kau pikir aku akan membiarkanmu mendatangi Vika? Tidak akan!!" "Baik juga seperti itu pilihanmu. Maka ceraikan aku sekarang juga dan kembalikan ke rumah orang tuaku, Mas. Karena aku pun tidak sudi kamu selingkuhi. Apalagi kamu sudah mendiamkanku selama lima bulan ini. Bahkan kamu pun tidak pernah berbuat baik atau meminta maaf kepadaku, dan tentu saja kamu tidak pernah memperlakukan Farel dengan baik. Bahkan kamu menutup mata dengan kehadiran bayi yang selama ini kamu harapkan itu!!""Dengar, Aisyah! Tutup mulutmu dan tidak perlu berkata panjang lebar. Karena aku muak denganmu!!" Mas Andra langsung menjambak rambutku dengan kasar, hingga aku terpaksa mendongak ke atas, dengan air mata yang jatuh tak tertahankan. Rasanya kepalaku sangat sakit. Apalagi diperlakukan dengan tidak berperikemanusiaan seperti itu. Tenaga Mas Andra yang sangat besar, membuatku yang tidak berdaya ini hanya bisa menumpahkannya dengan tangis dan jeritan.Suara daun pintu terdengar diketuk dari arah luar. Mas Andra kemudian melepaskan tangannya. Terasa beberapa helai rambut terjambak olehnya, dan itu membuat kepalaku seketika terasa berat. Aku terduduk sambil merasakan perih sekaligus lemas. Badanku sangat lemah, bahkan untuk sekedar melawan keberingasan pria itu pun aku tak mampu. Apalagi Mas Andra seperti kerasukan setan saat memperlakukanku seperti ini.Dengan gerakan kasar Mas Andra membuka pintu dan mendapati Pak Tarso dan Bu Nur berdiri di sana dengan wajah paniknya. Seketika tatapan mereka mengarah kepadaku dengan mata membulat sempurna."Ya ampun apa yang terjadi dengan wajahmu, Aisyah? Kenapa sangat menakutkan sekali?!" Bu Nur bertanya lebih dulu. Bukannya menanyakan apa yang sudah dilakukan oleh suamiku terhadapku, fokus mereka malah ke arah wajahku. "Sekarang kalian lihat bukan bagaimana wajah Aisyah yang sangat mengerikan itu. Aku makin tidak betah tinggal di rumah dan mempertahankan wanita itu.""Iya itu bener, wajah Aisyah memang mengerikan. Tapi bukan berarti kamu harus berselingkuh juga, Andra. Kamu itu seorang suami jauh-jauh membawa Aisyah dari perantauan sampai tinggal di tempat ini. Setidaknya kamu harus bertanggung jawab pada istrimu. Dan jika perlu, obati wajah istrimu yang sepertinya terkena infeksi itu!" Bu Nur menjelaskan sambil bergidik. Sudah bisa kutebak jika wanita itu pun merasa jijik melihat keadaanku saat ini."Jika terus-terusan seperti ini, aku benar-benar tidak betah tinggal di rumah ini? Dan sebaiknya aku pergi saja ke rumah Vika?!" Mas Andra berjingkat masuk ke dalam kamar. Tak lama kemudian, sebuah ransel hitam terlihat menggembung yang kuduga itu adalah sebagian dari baju-baju miliknya.Bab 7Pemotretan Aku melamun sambil memikirkan Mas Andra. Sudah tiga hari pria itu tidak pulang ke rumah.Aku pun terpaksa memanfaatkan beras seliter dengan membuat bubur tiap hari. Lumayan bisa menghemat, meski makannya tanpa lauk.Ketukan pintu seketika membuatku terduduk setelah menyusui Farel dan membuatnya kembali terlelap dalam tidur.Segera mengambil pashmina instan. Aku melangkah menuju ke arah pintu, dan sengaja menutupi mukaku. Agar orang-orang tidak semakin memandang jijik. Apalagi wajahku sekarang sedang dalam masa parah-parahnya, di mana kulit terasa perih dan semakin memerah. Bahkan sekedar terkena hembusan kipas angin saja, rasanya seperti disayat-sayat."Bu Aisyah?""Ya Mbak Ani. Ayo masuk." Wanita itu adalah pekerja di rumah Bu Indria. Aku tak mengerti ada apa wanita itu siang-siang datang ke rumahku.Wanita itu langsung menggeleng dengan senyumnya yang ramah."Bu Aisyah dipanggil oleh Bu Indria. Sekarang juga disuruh ke rumahnya. Jangan lama-lama, tapi katanya pen
Bab 8Andra Kembali"Bagaimana hasilnya?" tanya Bu Indria dengan segelas jus di tangannya. Menurut keterangannya, wanita itu baru saja bangun tidur."Lumayan bagus, saat kita tutupi wajahnya dengan kipas atau dengan daun yang estetik sehingga menampilkan bentuk tubuhnya saja," sahut pria berkemeja putih. Dengan wajah tampak sumringah."Tuh kan apa yang kubilang tadi," ujar Bu Indria sambil menyentuh bahuku dan mengajakku untuk duduk kembali. Melihat kepuasan di wajah-wajah mereka, entah kenapa aku juga ikut bahagia. Semoga ini menjadi awal kesuksesan untukku di masa depan. Setidaknya aku bisa menjadi seorang model pakaian syar'i. Amin.Di saat yang bersamaan, Mbak Ani segera menyerahkan Farel padaku yang langsung kudekap dalam pelukan. Bayi itu benar-benar anteng, dan mengerti jika ibunya tengah mencari rezeki untuknya."Eh sebaiknya aku ganti baju dulu, nggak enak jika aku pakai baju yang mahal ini," uj
Bab 9Awal PembalasanTanpa mengucapkan kata 'halo' kubiarkan pria di seberang sana berbicara terlebih dahulu."Halo? Aisyah? Dimana kamu sekarang? Kenapa kamu pergi dari rumah kontrakan itu? Aku mencarimu selama beberapa hari ini. Tolong katakan di mana kamu berada." Suara itu terdengar gusar saat bertanya. Dan aku memilih membiarkannya saja, menunggu kata selanjutnya dari Mas Andra."Aisyah! Kamu denger nggak aku ngomong sama kamu? Atau jangan-jangan kamu budek karena ini bulan ini aku tinggalkan? Iya, begitukah? Aisyah!! Gobl*k!! Jawab!!" Rasanya ingin tertawa saat mendengar ocehannya barusan. Apa aku tidak salah dengar? Dia menyebutku budek dan gobl*k? Mas, kamu hanya tidak tahu saja jika hidupku telah berubah selama empat bulan ini. Sebentar lagi kamu akan merasakan apa yang selama ini sudah kau lakukan padaku. Dan kamu pantas mendapatkan pelajaran berharga dariku.Aku memilih diam dan masih tak
Bab 10Heran"Ibu ….!" Aku terkejut saat mendengar suara seseorang yang memanggil nama ibu. Itu adalah suara wanita yang selama dua tahun ini aku nikahi. Aku menarik nafas, dan berharap ini mimpi. Hingga penasaran, perlahan-lahan aku menoleh ke belakang.Dan … Ya ampun, cantik sekali," ucapku dalam hati saat melihat siapa yang berdiri menyambut kedua kedua orang tua kami. Aisyah, apakah benar itu dia?Dalam hati aku berdoa, semoga itu bukan Aisyah. Namun percuma, karena sekarang wanita yang terlihat tampil sangat cantik itu menghampiri kami berlima yang masih berdiri di halaman. Aku yakin itu Aisyah–istriku, dan ya dia sungguh berbeda sekarang.Aisyah melihat sekilas sebelum akhirnya memeluk ibu dan ibu mertua, serta kedua pria yang tak lain adalah ayahku dan ayahnya."Kami semakin pangling padamu, Aisyah." Pria yang merestui pernikahan kami itu turut memuji anaknya.
Bab 11Inikah Pembalasan Aisyah"Mbak Iim, pokoknya aku mau makanan yang di meja ini semuanya dibawa pulang oleh mbak," ucapku pada pekerja di rumahku. "Tapi, Bu Aisyah. Ini terlalu banyak. Mbak nggak bisa bawa semuanya," tolak Mbak Iim. Aku tersenyum menatap ke arah wanita paruh baya dengan lima orang anak ini."Nggak apa-apa, Mbak. Sesekali mbak bawakan makanan enak buat mereka. Kasihan, lagi pada aku pernah merasakan bagaimana hidup susah. Aku pernah makan tanpa lauk, dan aku pernah makan bubur selama beberapa hari," ucapku mengenang waktu kepergian Mas Andra saat itu, di mana aku tidak memiliki uang sama sekali, sedangkan beras hanya tersisa satu liter saja harus kuhemat.Di belakangku, kulihat Mas Andra tengah berdiri. Biar saja dia melihat potongan ayam goreng yang tersisa tujuh potong itu, belum lagi dengan tumisan dan sayur-mayur yang lainnya. Tentu dia tidak pernah melihat makanan sebanyak ini ketika
Bab 12Sikap Aisyah "Kamu yang membuatku seperti ini, Mas! Dan jangan kamu kira jika aku akan diam saja setelah kamu membuatku menderita selama ini. Lagi pula ini belum seberapa. Ini hanyalah permulaan sebelum akhirnya kamu akan mendapatkan balasan atas apa yang telah kau perbuat padaku!!" Aku balik balas menatap wajahnya, membuat matanya sedikit mengerjap seketika. Mungkin Mas Andra kaget aku bisa berbuat sejauh ini.Padahal dulu aku selalu berlemah lembut kepadanya. Tapi biar saja, sesekali pria itulah memang harus diberi pelajaran, agar dia tidak seharusnya menginjak-injak harga diriku terus-terusan. "Lihat saja Aisyah, aku pasti akan membalasmu!" ujarnya dengan dada naik turun. Aku segera meletakkan ujung telunjuk di bibirku sebagai isyarat."Jangan keras-keras, Mas. Bagaimana tanggapan orang tuamu jika tahu putranya telah menelantarkan wanita dan juga cucunya yang sangat dihara
Bab 13Rasa SakitDi pinggir jalan aku memberhentikan kendaraanku ini. Sekuat tenaga menahan sesak yang ada dalam dada, nyatanya aku sudah tidak mampu menahannya lagi. Air mataku bercucuran dengan derasnya membayangkan nasib pernikahanku selanjutnya. Juga merasakan bagaimana perbuatan Mas Andra kepadaku selama dua tahun itu. Betapa sipat suamiku itu jauh dari kata sempurna dan tidak menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Yang ada, lelaki itu malah senantiasa menyiksa lahir dan batinku. Bahkan tidak pernah menerima kehadiran Farel. Lalu sekarang, setelah aku berusaha menahan diri untuk tidak membalasnya, nyatanya aku tidak bisa membiarkan pria itu begitu saja. Terlalu sakit luka yang sudah dia torehkan padaku. Aku juga hanya manusia biasa yang nyatanya tidak luput dari kata salah dan dosa. Sementara aku tidak bisa melupakan kejadian yang ditimbulkan oleh pria itu terhadapku. Dan tinggal satu atap bersamanya, mem
Bab 14Ketahuan Setelah ketegangan yang terjadi diantara kami. Aku semakin membenci Mas Andra dan tekadku semakin kuat untuk mengakhiri pernikahan ini.Ibu dan yang lainnya tengah menonton TV di ruang tengah sambil mengasuh Farel. Sementara Mas Andra langsung masuk ke dalam kamar dan membanting pintu dengan cukup kasar. Benar-benar pria yang tidak tahu malu. Dia pikir siapa yang membayar kontrakan rumah ini selain aku sendiri. Dia pun bisanya cuma mengajakku tinggal di rumah kontrakan yang airnya sangat bau dengan kondisi yang tidak layak dipakai.Kuikuti dia dari belakang, sebelum akhirnya ikut masuk untuk menyusulnya ke dalam kamar. Pria itu tampak sedang berkacak pinggang sambil menatap ke arah jendela dengan dada naik turun."Tolong jaga sikapmu selama berada di rumahku! Kamu pikir kamu yang membayar biaya rumah ini? Bukan! Asal kamu tahu, aku memasukkanmu ke rumah ini semata-mata demi mengho