Home / Romansa / Dosenku, Musuhku, Suamiku / Bab 31. Tebakan Rita

Share

Bab 31. Tebakan Rita

Author: Agniya14
last update Huling Na-update: 2025-09-16 00:29:26

Giorgio mengerutkan kening, menatap Rita dengan pandangan penuh tanda tanya. Ia berusaha menutupi kegelisahan yang tiba-tiba merayap. "Bibi tahu dari mana?” tanyanya, pura-pura tidak paham.

Sampai detik ini, baik ia maupun Vivi sama sekali tak pernah menyinggung soal kehamilan sejak mereka datang ke rumah itu.

Rita tersenyum, wajahnya tenang. “Bibi ini perempuan, Tuan. Mata perempuan beda. Bisa lihat bedanya. Vivi itu … mukanya agak pucat, tapi ada sinarnya juga. Ciri-ciri perempuan hamil.”

Giorgio langsung menampik, cepat. “Itu cuma perasaan bibi aja. Vivi belum hamil kok.” Suaranya terdengar datar, tapi jelas ada nada gugup yang berusaha ia sembunyikan.

Rita mencondongkan tubuh sedikit, suaranya mengecil seakan berbagi rahasia. “Coba ditestpack dulu, Tuan. Mau bibi belikan?”

Giorgio buru-buru menggeleng. “Nggak usah, Bi. Aku yakin Vivi belum hamil.” Ia berbohong dengan mantap, meski dalam hati ada pergolakan. Dia tidak mau gegabah.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 162. Masih Kuliah

    Sinar matahari siang itu menembus celah-celah pepohonan mahoni di depan kantin, menciptakan pola cahaya yang menari-nari di atas meja kayu. Vivi menghela napas panjang, sebelah tangannya mengusap lembut perutnya yang kini terasa semakin berat di bawah tunik longgar yang ia kenakan. Meski napasnya mulai sering terasa pendek, semangatnya untuk menyelesaikan semester genap ini tidak surut sedikit pun. Ia bertekad, sebelum tangisan bayi itu pecah, ia sudah harus menuntaskan semua tugas kuliahnya.​Lala, sepupunya yang selalu ceria, baru saja meletakkan dua mangkuk bakso yang uapnya masih mengepul. Ia memperhatikan gerakan tangan Vivi di atas perutnya dengan mata berbinar.​"Vi, serius deh, jenis kelamin si Kecil apa?" tanya Lala tiba-tiba, hampir tersedak kerupuk karena rasa penasaran yang sudah di ujung lidah.​Vivi hanya tersenyum simpul, menyendok kuah baksonya pelan. "Rahasia," jawabnya pendek, membuat Lala mengerucutkan bibir.​"Ih, pelit banget! Emang dok

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 161. Keputusan Antonio dan Miranda

    Raungan mesin motor Antonio membelah jalanan kota, namun bising knalpotnya tak mampu meredam suara percakapan di kelas tadi yang terus bergema di kepalanya. Kata-kata Giorgio bukan sekadar gertakan, itu adalah pernyataan dari seorang pria yang telah memenangkan segalanya. Bukan dengan paksaan, tapi dengan komitmen yang tak tergoyahkan.​Antonio memarkirkan motornya di tepi danau yang sepi, tempat yang dulu sering ia bayangkan akan ia datangi bersama Vivi suatu hari nanti. Ia turun dan duduk di atas kap motor, menatap riak air yang tenang.​Pikirannya kembali ke momen di kelas tadi. Ia mengingat bagaimana cara Giorgio menatap Vivi. Bukan sekadar tatapan posesif, melainkan tatapan penuh pemujaan dan tanggung jawab yang dalam. Dan Vivi, Antonio tidak bisa membohongi dirinya sendiri lagi. Binar di mata Vivi saat menyebut nama Giorgio, caranya mengusap perutnya dengan penuh kasih, itu bukan raut wajah wanita yang tertekan. Itu adalah raut wajah wanita yang merasa u

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 160. Tegas Pada Antonio

    Suasana kampus pagi itu terasa lebih sejuk dari biasanya, tapi hati Antonio justru memanas. Sejak tahu Vivi menikah dengan Giorgio, Antonio selalu berusaha mencari celah. Ia yakin pernikahan itu hanya formalitas atau keterpaksaan.​Sinar matahari pagi menembus celah-celah pilar kelas, jatuh tepat di wajah Vivi yang tampak lebih bercahaya. Antonio menyandarkan tubuhnya di tembok, matanya tidak lepas dari sosok Vivi yang sedang merapikan buku-buku di dalam tasnya.​Ada yang berbeda. Antonio menyadarinya sejak minggu lalu. Sweter oversized yang dikenakan Vivi tidak mampu menyembunyikan siluet tubuhnya yang berubah.​"Vi," panggil Antonio, melangkah mendekat dengan nada yang sengaja dilembutkan.​Vivi menoleh, tersenyum tipis. "Eh, Anton. Ada apa?"​Antonio tidak langsung menjawab. Matanya tertuju pada bagian perut Vivi yang sedikit menonjol di balik kain rajut itu. Ia menelan ludah, dadanya sesak oleh rasa penasaran yang membakar. "Vi, kamu belakangan ini kelihatan lebih berisi ya?"​Viv

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 159. Dikeroyok Kasih Sayang

    Pagi harinya, suasana di rumah orang tua Giorgio benar-benar berubah. Kabar kehamilan empat bulan itu seperti menyalakan mesin energi ekstra bagi Mama Giorgio.​Vivi terbangun oleh aroma nasi goreng kencur dan telur mata sapi yang merayap masuk ke celah pintu kamar. Baru saja ia duduk di tepi tempat tidur, pintu sudah diketuk pelan. Mama masuk membawa segelas susu hangat dan sepiring potongan buah pepaya.​"Sudah bangun, Sayang? Jangan langsung turun tangga, minum ini dulu supaya nggak mual," ujar Mama lembut, tapi nada perintahnya tetap terasa.​Di meja makan, sarapan berubah menjadi ajang interogasi gizi. Papa Giorgio sibuk membacakan artikel dari ponselnya tentang jenis ikan yang mengandung merkuri tinggi. "Ingat Gio, jangan kasih Vivi makan sembarangan di pinggir jalan. Kamu harus lebih ketat sekarang!"​Giorgio hanya bisa meringis sambil menyuap nasi gorengnya. "Iya, Pa. Siap."​Menjelang siang, kesibukan di dapur semakin menjadi-jadi. Mama bersikeras memasa

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 158. Orang tua Giorgio

    Obrolan ringan setelah makan siang perlahan menyurut, berganti dengan rasa kantuk yang nyaman.​Vivi menarik lembut lengan kaus Giorgio. "Tidur sebentar, yuk? Kepalaku agak berat," bisiknya. Giorgio hanya mengangguk, lalu mengikuti langkah Vivi menuju kamar masa kecil Vivi yang selalu terasa hangat. Di sana, mereka terlelap sejenak, melepas penat dari perjalanan panjang.​Pukul empat sore, suasana rumah mulai kembali hidup dengan suara gemericik air dari kamar mandi. Mereka bergantian bersiap. Vivi memulas lipstik tipis, sementara Giorgio sibuk merapikan kerah kemejanya di depan cermin. Ada sedikit ketegangan yang mulai merayap di pundak Vivi saat ia menyisir rambutnya.​Di ruang tamu, Mama sudah menunggu dengan raut wajah campuran antara sayang dan berat hati untuk melepas mereka.​"Ma, kami pamit dulu ya," ujar Giorgio sambil menyalami tangan mertuanya. "Maaf banget kali ini nggak bisa menginap. Mungkin kunjungan berikutnya jadwalnya bisa lebih santai."​Mama menghela napas, matanya

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 157. Rumah Orang tua Vivi

    Lampu utama kamar sudah dipadamkan, menyisakan cahaya temaram dari lampu tidur di sudut ruangan yang membiaskan warna kuning keemasan. Giorgio sudah berbaring, sementara Vivi menyusul, menyelinap di balik selimut tebal yang terasa sejuk namun nyaman.​Suasana hening, hanya terdengar suara detak jam dinding dan deru halus pendingin ruangan. Namun, pikiran Vivi masih riuh. Ia berbaring menyamping, menatap punggung Giorgio yang tertutup kaus tipis.​Seolah memiliki radar, Giorgio berbalik. Ia menarik Vivi ke dalam pelukannya, membiarkan kepala istrinya bersandar di lengan kokohnya.​"Belum tidur?" bisik Giorgio, suaranya serak dan rendah, khas pria yang mulai mengantuk.​Vivi menggeleng pelan di dadanya. "Masih kepikiran, Gio. Kamu tahu kan mamaku gimana? Dia pasti bakal heboh, terus mulai kasih daftar pantangan ini-itu. Belum lagi papa yang pasti bakal nanya rencana kita ke depan gimana secara detail."​Giorgio terkekeh pelan, getaran di dadanya terasa sampai ke pipi Vivi. Ia mengusap l

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status