LOGINBreee 🙂
“Aku harap kau masih bisa mengenaliku.” Ara berjalan dengan bantuan Sorrel mendekati Bree. Dia tersenyum. Tidak ada kesan sedih atau marah. Dia hanya tersenyum, lalu memeluk Bree yang telah bersimbah air mata. “Kau seharusnya baik-baik saja. Sorrel mengatakan kau baik-baik saja,” isak Bree, sambil mencengkram lengan Ara yang kini terlihat kurus. “Dan aku memang baik-baik saja. Apa kau melihat ada yang salah dariku?” Ara mengelus punggung Bree. “Kau terlihat salah! Kau tidak seharusnya seperti ini!” Bree menggeleng. “Aku menjadi seperti yang seharusnya. Apa yang salah dari itu?” Ara dengan tenang menyanggah “Mere!” Masih banyak hal yang ingin dikatakan Bree, tapi panggilan dari Gael membuatnya melepaskan Ara. Anak itu menangis, sambil mengulurkan tangan padanya. Rad sudah berusaha untuk menenangkannya, tapi Gael menginginkan Bree. Dia menangis karena Bree menangis. Dia ingin tahu apakah Bree baik-baik saja. Bree meraih Gael dari gendongan Rad dan memeluknya. “Mere baik-baik s
“Hentikan! Tak perlu menyebutnya terus!” Setelah lingkaran sihir, yang terdengar adalah keluhan Sorrel. Dan wajar, karena dia muncul tidak sendiri. Tapi bersama dengan Abel dan Amory. Gael saat ini sudah nyaman berada dalam gendongan Abel, sementara Sorrel dan Amory terlihat seperti berdebat satu arah. Hanya Sorrel yang bicara, sedang Amory membalas dalam kepalanya. "Ada apa dengan mereka?" tanya Bree, pada Abel yang mendekat untuk menyerahkan Gael kembali. “Hanya selingan saja, tidak perlu dipikirkan.” Abel bahkan sudah malas menjelaskan, karena suasana sebelum ini pastilah lebih buruk. “Karena kalian sudah siap, kita akan berangkat sekarang.” Sorrel melambaikan tangan, meminta mereka semua berkumpul. ‘Kau ikut?” tanya Rad pada Abel. “Tentu saja. Aku ingin menikmati kemenangan ini lebih lama.” Amory yang menjawab pertanyaan Rad. “Kemenangan?” “Kita bahas nanti.” Sorrel memotong jawaban Amory, dan memunculkan lingkaran sihir. Diantara semua yang mengikuti perjalanan itu, y
Sorrel muncul dengan wajah cerah seperti biasa, menatap Rad dan Bree. “Aku terharu karena ternyata kalian merindukanku. Aku sama sekali tidak menyangka,” katanya, sambil melangkah keluar dari lingkaran sihir. “Siapa yang merindukanmu?!” sergah Rad, kasar. “Ayolah, kalian gembira menyambutku. Tidak perlu berbohong seperti itu.” Sorrel menggelengkan kepala, dengan senyum semakin lebar. “RUSA!” Sorrel menunduk, saat mendengar seruan itu. “Oh? Hai, Little One. Kau makhluk baru yang belum pernah aku temui.” Sorrel tersenyum memandang Gael. “Rusa!” Gael tidak peduli dengan apapun, matanya hanya memandang tanduk Sorrel, sementara tangannya bersemangat menunjuk kepala Sorrel. Tanduk Sorrel pasti terlihat sangat ajaib baginya. Sorrel duduk berjongkok di hadapan Gael, yang tentu semakin bersemangat. Dia berdiri, dan mendekati Sorrel. Sosok Sorrel mungkin bisa dianggap menakutkan bagi anak-anak, tapi jelas tidak untuk Gael. Dia merasa Sorrel sangat unik, dan indah. Tapi wajah Sorrel men
“Gael, bersabarlah. Kalau kau ingin darah, kau harus sabar. Kau sudah tahu ini.” Bree mengingatkan sambil menepuk kepala Gael yang duduk di dekat kakinya. Gael sedang kesal, dan memutuskan untuk merajuk dengan duduk di kaki Bree yang sedang melukis. Sebelum mengamuk, Gael mengikuti Bree mencoret-coret kanvas yang memang disediakan untuknya. Gael belum bisa menghasilkan lukisan apapun, tapi ingin meniru Bree setiap kali ada di ruangan itu. Namun, rasa lapar, membuyarkan acara melukis itu. “Aku ingin sekarang!” Gael memekik sambil menarik gaun Bree. “Wow!” Bree kaget dengan reaksi itu. Dia meletakkan kuas, dan mengangkat Gael ke atas pangkuannya. Setelah berumur tiga tahun, maka sikap manja dan keras kepalanya mulai terlihat. Bree tentu saja mencoba memerangi kemanjaan itu, hanya saja sulit, karena Gael kurang lebih menempel pada Amory dan Abel, dan mereka berdua akan mengabulkan apa saja permintaan Gael. Bahkan dalam situasi semacam sekarang, Bree yakin Amory akan nekat mencar
“Gael! Berhenti di situ!" Kesunyian sebuah taman terusik, saat Amory, dengan panik mengejar anak kecil—yang baru bisa berjalan, dengan terburu-buru. Tapi meski baru bisa berjalan, tapi gerakan Gael sangat lincah. Apalagi ukurannya yang mini, membuatnya bisa berlari di antara semak dengan lebih mudah. Dengan tawa berderai khas anak-anak, Gael membentangkan tangan dan terus berlari. “Gael!" Amory mendengar tawa itu dan akhirnya melihat kelebatan rambut warna hitam. Dia berlari mengejar lagi, dan lolos setelah bersembunyi. Masalah ini terjadi karena Gael tidak tercium seperti vampir pada umumnya. Dia lebih beraroma seperti Elf, yang mana tidak beraroma khusus. Sama seperti benda di sekitarnya. Dan mungkin itu juga yang membuat Gael tidak terbakar matahari seperti vampir biasa. Gael mungkin vampir tidak murni pertama yang pernah ada. Tidak seperti gen manusia, gen Elf dalam dirinya tidak kalah sepenuhnya oleh gen vampir. Gael berimbang. Dia memiliki sifat vampir sekaligus Elf ber
Amory bukan dokter maupun tabib, tapi dia memiliki pengalaman melahirkan, dan membantu banyak ibu vampir melahirkan saat di klan. Mereka tentu tidak akan punya dokter atau apapun yang bisa dipanggil untuk membantu melahirkan di sana. Karena itu Rad memang sudah menyerahkan semua urusan berkaitan ini kepada Amory. Rad tidak mungkin juga memanggil dokter manusia untuk membantu Bree melahirkan. Terlalu beresiko membuka rahasia. “Siapkan air hangat, dan juga kain lembut, handuk, apapun itu, yang banyak.” Amory yang biasanya serampangan, kini terlihat tegas. Dia sangat serius saat memerintah Aima. Aima sendiri langsung berlari ke ke bawah. “Kau bantu dia!” Amory menunjuk Campy yang tampak kebingungan tak tahu harus melakukan apa, lalu berlari mengikuti Aima ke bawah. “Bagaimana perasaanmu?” tanya Amory, kepada Bree. “Tegang, dan sakit. Semua sakit!” Bree menahan napas, sambil mencengkram tangan Rad yang ada di samping ranjang. “Ya, memang. Dan akan lebih buruk nanti, sampai kau m







