Share

9

“Lihat istrimu, Herman. Tidak sekalipun dia tanya bagaimana kabarku dan kenapa aku bisa terjatuh. Seharian dia cuma tinggal di kamar. Mungkin dia pikir aku sangat sehat dan bisa melakukan semuanya sendirian.”

Kugigit bibir sekuat mungkin sembari memasuki kamar. Betapa sesaknya dada ini. Setiap hari aku selalu berusaha maksimal untuk melayani mereka semua. Mengerjakan pekerjaan rumah tanpa mengeluh dan mengomel.

Namun, malah ini yang kudapatkan. Sebenarnya di mana salahku? Apakah menunda untuk memiliki anak adalah dosa yang sangat besar? Karena itu mereka memperlakukanku secara tidak adil?

Pintu kamar terbuka dan Mas Herman masuk sambil melepas jaket. Menghela napas berulang kali, tetapi tak menyapaku seperti biasanya. Ia melepas kaos kaki dan langsung mengambil handuk kemudian keluar kamar.

Mas Herman benar-benar mengabaikanku. Entah sudah berapa banyak keburukanku yang dia dengar dari mulut Ibu selama mengantarnya ke rumah sakit. Kuputuskan memanaskan mie ayam yang belum tersentuh
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status