Home / Romansa / Fall In Love | Dua Arah Hati / Bab 3 Lomba Mural dan Strategi Gila

Share

Bab 3 Lomba Mural dan Strategi Gila

Author: HmLisa
last update Last Updated: 2025-06-14 17:11:58

Pendaftaran lomba mural resmi dimulai, dan gue udah siapin konsep buat desain mural gue. Gue pengen bikin sesuatu yang nggak cuma keren, tapi juga meaningful. Masalahnya, gue nggak punya tim. Lomba ini emang bisa diikutin individu, tapi rata-rata peserta ikut berkelompok biar kerjanya lebih efisien.

Maya langsung angkat tangan pas gue coba ajak dia.

"Lis, lo tau kan gue nggak ada bakat gambar sama sekali. Mending gue jadi supporter aja," katanya sambil cengengesan.

Gue cuma ngelirik dia. "Lo bantuin gue nyampurin cat aja, May. Nggak perlu jago gambar."

Akhirnya, setelah bujuk-bujuk pakai drama, Maya setuju buat jadi anggota tim gue. Dengan segala keterbatasan, kita mulai latihan bikin mural di tembok belakang rumah gue yang udah lama nggak dipake.

"Lis, lo yakin konsep ini bakal menang? Kayaknya terlalu simpel," tanya Maya sambil ngelap tangannya yang belepotan cat.

Gue ngeliat hasil coretan kita. Sebenernya desain gue nggak sederhana, tapi gue sengaja bikin tema yang relate sama kehidupan sehari-hari. "Lo liat aja nanti. Simpel nggak berarti jelek, May."

Hari lomba pun tiba. Lapangan sekolah disulap jadi area mural dengan banyak tembok kosong yang siap dihias. Gue dan Maya udah bawa perlengkapan lengkap, mulai dari cat, kuas, sampe masker.

Edward ada di ujung lapangan bareng timnya. Gue nggak bisa bohong, mereka keliatan profesional banget. Tim Edward terdiri dari cowok-cowok yang emang jago seni. Mereka juga bawa peralatan yang canggih, beda jauh sama gue dan Maya yang modal nekat.

Pas gue lagi sibuk nyiapin barang, Edward lewat di depan gue sambil bawa ember cat.

"Lo yakin bisa menang dengan tim sekecil ini?" tanyanya sambil melirik Maya.

Gue langsung balas tatapannya. "Kita nggak perlu tim besar buat nunjukin hasil yang besar. Tunggu aja hasilnya."

Edward cuma senyum tipis sebelum balik ke posisinya. Gue tahu dia meremehkan gue, dan itu justru bikin gue makin semangat.

Lomba dimulai, dan semua tim langsung kerja. Gue fokus sama desain gue yang bertema "Jembatan Harapan." Mural gue nunjukin jembatan warna-warni yang menghubungkan dua dunia, simbol dari mimpi dan perjuangan. Maya bantuin gue ngecat dasar, sementara gue nge-detailin bagian-bagian penting.

Di sisi lain, mural Edward bertema "Kekuatan Dalam Kebersamaan." Mereka bikin gambar orang-orang yang saling bantu di tengah kota modern. Gue nggak bisa bohong, hasil tim Edward keren banget. Detailnya sempurna, warnanya tajam, dan mereka kerja kayak tim profesional.

Pas jam istirahat, Aluna tiba-tiba nongol di depan mural gue.

"Lisa, lo yakin ini bakal menang?" tanyanya dengan nada meremehkan.

Gue berhenti ngecat dan ngelihat dia. "Kemenangan itu bukan cuma soal siapa yang lebih bagus, tapi siapa yang punya pesan yang kuat."

Aluna cuma nyengir sebelum pergi. Gue tahu dia ada di tim Edward, jadi kemungkinan besar dia bakal bantu mereka ngehancurin gue secara mental.

Sore harinya, semua tim selesai. Para juri mulai keliling buat nilai hasil mural. Jantung gue rasanya mau copot tiap kali juri berhenti di depan mural gue. Edward dan timnya keliatan santai banget, kayak mereka udah yakin bakal menang.

Waktu pengumuman pemenang tiba, gue dan Maya berdiri di tengah kerumunan. Deg-degan banget, rasanya kayak nunggu hasil ujian nasional.

"Juara kedua lomba mural sekolah kali ini adalah... tim Edward!"

Kerumunan langsung heboh. Gue kaget banget, karena itu berarti...

"Dan juara pertama adalah... tim Lisa!"

Gue sama Maya langsung melompat kegirangan. Rasanya nggak percaya gue bisa ngalahin Edward dan timnya yang keliatan lebih profesional. Tapi ternyata, pesan mural gue tentang harapan dan perjuangan berhasil nyentuh hati para juri.

Edward ngeliat gue dari kejauhan sambil ngangguk kecil. Kali ini, gue tahu dia mulai nganggap gue bukan cuma anak baru yang nggak punya kemampuan.

Tapi gue sadar, ini baru awal. Karena menangin lomba mural nggak otomatis bikin Edward tertarik sama gue. Masih ada jalan panjang yang harus gue lewatin.

Kemenangan lomba mural itu bikin gue dan Maya bahagia setengah mati. Tapi, entah kenapa, gue ngerasa ada sesuatu yang aneh. Waktu gue lagi beres-beres perlengkapan di lapangan, Edward dateng ke arah gue.

"Selamat ya," katanya pendek, tanpa senyuman.

Gue berusaha nangkep maksud di balik ekspresinya yang datar. "Makasih. Karya lo juga keren banget."

Dia nggak jawab, cuma ngelirik mural gue sekilas sebelum pergi. Gue ngerasa ada yang nggak beres, tapi gue nggak mau terlalu mikirin.

Besoknya, suasana sekolah beda banget. Gue ngerasa banyak yang ngejauhin gue. Biasanya, temen-temen di kelas bakal nyapa atau minimal senyum ke gue. Tapi hari itu, rasanya kayak gue lagi jalan di tengah kerumunan orang asing.

Pas istirahat, Maya buru-buru datengin gue di kantin. Wajahnya panik.

"Lis, lo udah liat postingan di grup sekolah belum?"

Gue langsung buka HP gue. Di grup sekolah, ada video yang nunjukin gue lagi gambar mural. Tapi videonya diedit sedemikian rupa sampe kelihatan kayak gue nyontek konsep dari mural tim Edward. Ada teks besar di bawah video itu: "Juara curang, nyontek konsep orang lain."

Gue kaget, tangan gue gemeteran. "Ini... ini nggak bener. Gue nggak nyontek!"

Maya ngelirik gue dengan tatapan prihatin. "Gue tahu, Lis. Tapi kayaknya ada yang sengaja ngejatuhin lo."

Hari itu gue pulang dengan hati berat. Gue nggak bisa fokus di kelas, dan bahkan Maya yang biasanya rame, cuma bisa diem. Malemnya, gue dapet DM anonim di I*******m. Pesannya bikin gue makin hancur.

"Lo pikir lo bisa menang dengan cara licik? Semua orang tau lo curang."

Gue nggak tau siapa yang kirim pesan itu. Tapi yang lebih bikin sakit, komen-komen di bawah postingan video itu juga nggak kalah jahat. Ada yang bilang gue nggak pantas menang, ada juga yang nyuruh gue mundur dari lomba mural berikutnya.

Gue nangis di kamar. Perasaan bahagia gue kemarin langsung runtuh kayak pasir dihempas ombak.

Besoknya di sekolah, gue mutusin buat nyari tahu siapa yang ada di balik video itu. Gue langsung nyamperin Edward di ruang seni. Dia lagi duduk sendirian, sibuk gambar sesuatu di sketchbook-nya.

"Edward!" Gue manggil dia dengan nada tinggi, sampe dia berhenti gambar dan ngeliat gue.

"Ada apa?" tanyanya datar.

Gue narik napas dalam-dalam, berusaha nenangin diri. "Lo tau sesuatu soal video itu, kan? Gue tau lo nggak suka gue menang, tapi ini keterlaluan."

Edward ngeliat gue dengan tatapan yang sulit gue baca. "Gue nggak tau soal video itu, dan gue nggak peduli siapa yang menang. Kalau lo nggak percaya, itu urusan lo."

Gue ngerasa tatapannya nggak bohong, tapi ada sesuatu di matanya yang bikin gue ragu.

"Kalau bukan lo, siapa?" Gue hampir nggak sadar suara gue mulai bergetar.

Dia nggak jawab. Sebaliknya, dia balik bertanya. "Kenapa lo peduli sama pendapat orang lain? Bukannya lo bilang kemenangan itu soal pesan yang kuat, bukan soal siapa yang paling bagus?"

Gue terdiam. Kata-katanya menusuk, tapi juga bikin gue mikir.

Sore itu, gue duduk di depan mural gue yang udah mulai pudar karena hujan semalam. Gue inget kenapa gue bikin mural ini. Gue inget alasan gue ikut lomba ini. Bukan buat diakui orang lain, tapi buat ngungkapin perasaan gue lewat seni.

Maya dateng, duduk di samping gue sambil bawa dua cup es teh.

"Lo harus kuat, Lis," katanya pelan.

Gue ngeliat dia, dan tiba-tiba air mata gue tumpah lagi. Gue nggak pernah ngerasa sejatuh ini. Tapi gue tau satu hal: gue nggak boleh nyerah.

Gue harus buktiin ke semua orang kalau gue nggak seperti yang mereka pikir. Dan gue harus tau siapa yang ada di balik semua ini.

Mungkin ini bukan cuma soal lomba mural lagi. Ini soal harga diri gue.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Fall In Love | Dua Arah Hati   Bab 5 Perjuangan Gila, Rintangan Lebih Gila

    Udara pagi di sekolah masih sejuk, tapi hati gue panas. Setelah drama mural kemarin, gue makin yakin satu hal: Gue harus bikin Edward sadar kalau gue cewek yang pantas diperjuangin.Masalahnya, si Aluna itu kayak jamur, ada di mana-mana.Operasi PDKT Level Hardcore DimulaiGue udah nyusun beberapa strategi buat dapetin perhatian Edward. Yang pertama: Bawa bekal spesial."Pastiin ini berhasil, May," kata gue sambil melirik kotak bekal yang gue bawa ke sekolah pagi itu. Isinya? Bento spesial yang gue hias pake hati-hati.Maya nyengir sambil nyuap roti. "Gue nggak yakin cowok kayak Edward bakal peduli sama tampilan bekal. Tapi ya, lo coba aja."Pas jam istirahat, gue ngeliat Edward duduk sendirian di pojokan kantin, baca buku kayak biasa. Ini kesempatan gue. Dengan langkah penuh percaya diri, gue jalan ke mejanya."Hey, Edward," sapa gue sambil naruh bekal di mejanya.Dia ngangkat alis. "Apa ini?"Gue senyum manis. "Bekal buat lo. Gue bikin sendiri."Dia diem sebentar, terus ngelirik bek

  • Fall In Love | Dua Arah Hati   Bab 4 Misi Lisa, Operasi Cegil Dimulai

    Setelah kejadian lomba mural, gue ngerasa kayak masuk ke level baru dalam hidup gue. Bukan level yang keren sih, tapi level penuh drama. Fitnah soal mural itu bikin nama gue tercoreng di sekolah, tapi entah kenapa, gue malah jadi makin semangat buat balik ngontrol hidup gue. Gue nggak bakal diem aja. Kalau hidup gue diserang pake drama, ya gue lawan pake strategi.Pagi itu, gue duduk di kantin sambil nyusun rencana bareng Maya. Di atas meja ada notebook gue yang udah penuh coretan. Bukan coretan gambar, tapi strategi."Oke, May, gue udah punya tiga langkah buat balikin nama baik gue," kata gue sambil ngebuka halaman baru di notebook.Maya yang lagi nyedot es teh ngeliat gue dengan tatapan waspada. "Tunggu, gue takut deh. Strategi lo tuh suka absurd, Lis."Gue melotot ke dia. "Justru itu poinnya. Kalau strategi biasa nggak mempan, kita pake strategi gila. Nih, gue jelasin!"Langkah pertama: Serangan Balik Elegan.Gue harus bikin semua orang ngeliat kalau mural gue itu asli ide gue send

  • Fall In Love | Dua Arah Hati   Bab 3 Lomba Mural dan Strategi Gila

    Pendaftaran lomba mural resmi dimulai, dan gue udah siapin konsep buat desain mural gue. Gue pengen bikin sesuatu yang nggak cuma keren, tapi juga meaningful. Masalahnya, gue nggak punya tim. Lomba ini emang bisa diikutin individu, tapi rata-rata peserta ikut berkelompok biar kerjanya lebih efisien.Maya langsung angkat tangan pas gue coba ajak dia."Lis, lo tau kan gue nggak ada bakat gambar sama sekali. Mending gue jadi supporter aja," katanya sambil cengengesan.Gue cuma ngelirik dia. "Lo bantuin gue nyampurin cat aja, May. Nggak perlu jago gambar."Akhirnya, setelah bujuk-bujuk pakai drama, Maya setuju buat jadi anggota tim gue. Dengan segala keterbatasan, kita mulai latihan bikin mural di tembok belakang rumah gue yang udah lama nggak dipake."Lis, lo yakin konsep ini bakal menang? Kayaknya terlalu simpel," tanya Maya sambil ngelap tangannya yang belepotan cat.Gue ngeliat hasil coretan kita. Sebenernya desain gue nggak sederhana, tapi gue sengaja bikin tema yang relate sama kehi

  • Fall In Love | Dua Arah Hati   Bab 2 Strategi Cegil, Perjuangan Level Baru

    Setelah kejadian poster dan parkiran kemarin, gue sadar satu hal: kalau mau ngerebut perhatian Edward, gue harus naik level. Gak cukup cuma senyum manis atau bawa bekel. Gue harus jadi Lisa yang beda. Lisa yang lebih... cegil.Malam itu, gue bikin rencana yang gue kasih nama "Operasi Jatuhin Hati Edward". Serius, gue udah nggak peduli lagi sama gengsi. Maya, partner setia gue, langsung setuju buat bantuin."Jadi, langkah pertama apa, Bos?" tanya Maya sambil ngemil keripik di kamar gue.Gue nyengir lebar. "Langkah pertama: bikin Edward sadar kalau gue nggak cuma cewek biasa. Gue harus beda dari Aluna.""Lo mau jadi superhero atau gimana?" Maya ngangkat alis."Bukan superhero, tapi... lo liat aja nanti."Langkah 1: Transformasi LookBesoknya, gue pergi ke sekolah dengan gaya baru. Rambut gue diikat tinggi ala cheerleader, gue pake rok plisket yang lucu, dan sepatu putih bersih kayak iklan detergent. Bukan cuma itu, gue juga pake lip gloss buat pertama kalinya.Pas gue masuk kelas, semua

  • Fall In Love | Dua Arah Hati   Bab 1 Move-in, Tetangga Baru, dan First Crush

    Pindah rumah tuh ribet, capek, dan bikin mood gue anjlok banget. Udah sekolah pindah, temen-temen gue juga harus gue tinggalin. Tapi, ya gimana lagi, gue nggak bisa nolak keputusan bokap yang mutusin buat pindah gara-gara kerjaan baru dia.Eh bentar dulu, Kenalin, nama gue Lisa Anindya Seda, tapi lo bisa panggil gue Lisa aja. Seperti nama gue Anindya, kata orang-orang gue tuh cewek cantik jelita, bukannya sombong ya tapi gue rasa gue emang cantik upss.Gue selalu ngerasa hidup gue tuh sempurna. Nggak pernah kekurangan apapun, punya keluarga yang kocak banget, tapi tetap harmonis. Gue tuh anak yang selalu happy, nggak pernah mikirin masalah yang ribet. Kalau ada masalah, yaudah, gue selesein.Bokap nyokap gue itu tipikal orang tua yang suka ngejailin anaknya, tapi mereka harmonis banget. Mungkin itu sebabnya, gue ngerasa hidup gue tuh kayak paket komplit—nggak kurang apa-apa. Tapi masalahnya, gue tuh belum pernah pacaran! Iya, gue jomblo seumur hidup."Lisa, cepetan rapiin barang-baran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status