Benda. Apa yang terbesit pertama kali di kepala kita saat mendengar kata benda? Bukankah benda hanya benda. Tetapi katanya benda mampu menyimpan kenangan. Katanya benda juga mampu merasakan dan mentransfer energi akan ingatan kepada orang lain. Pernahkah kalian merasakan kekosongan aneh saat berada di dekat suatu benda? Atau pernahkah kalian secara tidak sadar mendengar benda berbisik di telinga? Jika tidak kalian beruntung. Sebab aku terlahir bersahabat dengan benda. "Ia sering terpuruk sendirian. Tak ada yang peduli. Tak ada yang sadar. Kami menjadi saksi bisu rasa sakitnya." Lemari itu membisikkan kalimat penuh penderitaan padaku. Seolah-olah ia merasakan apa yang dirasakan pemilik kamar ini. "Ia tidak pernah bahagia sekalipun hidup di rumah ini. Kebahagiaannya hanya satu. Saat kamu datang dan merangkulnya pagi itu." Gagang pintu yang kusentuh tanpa diminta bercerita. Aku hanya laki-laki bisa. "Rio, jangan menyalahkan diri sendiri." Begitu ucap mereka. Hingga suatu harii aku terjebak di jalan berkelok yang seharusnya tak pernah ku lalui. Hari itu sabtu malam yang kelam dan aku berhasil menemukan jalan masuk. Festival yang tak pernah kulihat dimanapun. Pesta kembang api pertama dalam hidupku. Lalu kejanggalan apa ini? Tidak ada habis-habisnya. Hari terus berganti. Namun mereka tak pernah berhenti. Dalam hati aku bertekad aku harus keluar dari tempat ini. Akankah benda-benda ini mampu membantuku keluar dari kurungan tak berujung ini? Atau aku malah akan terus terperangkap? Sial. Kembang api pertama dalam hidupku malah mengakhiri segalanya. Hidup, keluarga bahkan cinta pertamaku.
View MorePlease note that this book is only fictional. So some medical issues mentioned here might differ from reality.
PREFACEHaving a double personality can be hard. And having three personalities is even harder.However, Claire was able to get used to her problem and lived amicably with her other two personalities and became good friends who protected each other.Claire::::::: The owner of the body.Mia:::::: The genius personality.Scarlett ( Red ):::::: The Sassy and badass personality.*********♤♤♤♤ THE BEGINNING ♤♤♤♤“Hey! Watch it freak!” A student bumped into Claire Wilson as she was walking to her next class, making her fall. But instead of apologizing, the screamed at her.Claire Wilson is a beautiful eighteen years old girl with pale and delicate skin. Black and white baby eyes. And mostly, long deep brown hair with little curls that go down to her waist. And that's one thing many of the female students are jealous of.Though Claire is poor and doesn't wear any expensive clothes or shoes, but her skin is always delicate and her face is beyond beautiful and alluring.She actually comes from a well-to-do family. Her family has their own company and Mansion, but Claire is not more than a maid in that house. No one really cares about her and she'd always be giving their surplus.Hence, everyone in her college thinks she comes from a poor family since her parents have never come to her school even when the school principal calls for their presence.It's always their house help who comes in place of her parents.With her supper IQ, in fact, a genius and a top student in the whole college, many students hated her for all her qualities simply because she was poor.Claire instead apologized to the boy who bumped into her. She decided to pick up her books and leave quietly. This bully has become part of her already. In fact, she has grown immune to their bullies.But before Claire could even touch her books, two girls kicked her books away from her grasp, making the rest of the students in the hallway laughing at her.Claire ignored them and walked towards her scattered books.“Fuck! Let me out! Let me out so that I can kick their fucking asses!” A voice inside her head fumed angrily.Claire just shook her head in NO. She can't talk to her inner voices now. It will make the students call her names again.“Claire, can you at least try to defend yourself? These people are clearly bullying you, and they have done it on several occasions. When are you going to retaliate?” Another voice inside her head said to her.But this voice was much calmer than the previous one.Claire continued shaking her head in NO without saying anything.“Hey, freak… just quit schooling here. Because you are brilliant and top of every class doesn't mean this school is for you!” A girl said to her mockingly, but she got furious when Claire totally ignored her and immediately left for the restroom.The moment Claire entered the restroom, she immediately regretted it as she was met face-to-face with Jane Grayson, the one who started her bullying. Jane was with her three best friends, who always follow her around as if they were her maids or dogs.Well, Jane is the daughter of the school principal, so she does anything she wants without getting punished or any consequences.On the contrary, if you dare retaliate against her bully, be prepared to get suspended. This, makes everyone want to be on her good side always.Those who get on her bad side never get to continue their college, as they will immediately be suspended or even kicked out of the school.Claire, on the other, knowing that never fights back all this while, even when Jane beats her to the extent of making her body bruised all over.She just wants to finish college and find a job to do to help her move out of her parent's house, which can be called "Hell On Earth”.Claire pretended not to see Jane and went straight to one of the cubicles. But before she could even walk past her, Jane grabbed her hair and pulled her back harshly.Claire hissed in pain. She grabbed Jane's hand and tried to pull it from her hair, but Jane's other three friends immediately grabbed her hands to give Jane more access to her.Claire screamed in pain but Jane didn't even bulge. Her hatred for Claire is more than anyone could imagine.As the daughter of the school principal, she felt jealous of Claire being the top student whilst she always gets the lowest grades.Her father and some teachers have to give her a pass though she clearly fails most of her exams.“Fuck! Let me out, Claire! Please!” A voice said in her head with so much anxiety. Claire could clearly hear the anger and panic in the voice inside her head.She knows if she allows that person to take control over her body, everything in the school will turn upside down. Thus Claire has to make sure she's in control of her body all the time, except on a few occasions.“Jane! Let go of my hair! Jane, it hurt!” Claire cried out, but Jane only shoved her out of the restroom and pulled her to the school corridor, where most of the students were.Almost all the students started laughing at Claire's despair face as Jane and her friends inflicted their punishment on her.“Come on Jane! You can do it! Show that freak her place in this school." A boy shouted, making the rest of the students chuckle in amusement.Some even whistled, which made Jane and her friends become bolder.From the corner of her eyes, Claire saw the school principal, who was looking at his daughter with a smirk as if what his daughter was doing wasn't a big deal.Some teachers stood there with nonchalant faces. In fact, almost the whole school hated Claire, simply because she was a genius who comes from a poor family.Some teachers hated her because Claire sometimes points out their mistakes in the middle of their teachings, which according to them and in their eyes, was rude.They think Claire likes to bluff, simply because she's a genius. But none of them knows the reason behind her intelligence or else they would be shocked.Selama perjalanan kembali, penjelasan Mama tentang Papa tiba-tiba mengusikku lagi. Setelah mengucapkan kalimat itu Mama terdiam lama. Aku mengacak rambutku frustasi."Kenapa Mama baru cerita sekarang?" Aku menatap mata Mama berani. Mama memalingkan wajahnya. "Maafin Mama, Rio. Mama nggak mau mengingatkan kembali kenangan yang kamu lupakan." Mama kembali terdiam. Aku menatap Mama marah. Mama terlihat kelabakan menghadapiku. Ia tak berani menatap mataku. "Hari itu saat menolong Papa kamu tiba-tiba pingsan. Awalnya Mama nggak tahu kalo kamu pingsan gara-gara kehabisan energi." Mama diam sebentar. Aku terus menatap Mama menuntut penjelasan lebih."Hari itu Papa berangkat kerja seperti biasa dan pulang di jam biasa. Lalu satu panggilan masuk ke ponsel Papa. Katanya salah satu karyawannya ditemukan babak- belur." Mama berkali-kali mengusap wajahnya. "Harusnya Mama larang Papa pergi. Tapi tanpa sedikitpun curiga Mama membiarkan Papa pergi." Mama tercekat lagi. S
Aku menjalankan mobil lagi melewati gerbang tinggi itu. Aku yang sedari tadi ditahan Nina akhirnya buka suara. "Kok makin kesini makin aneh aja kejadiannya?" Nina memiringkan kepalanya. "Ya aku juga bingung." Nina menoleh ke belakang namun gerbang itu tertutup. Belum ada kendaraan selanjutnya dibelakang kami."Apa ya maksudnya nggak ada hari selain Sabtu dan Minggu?" Aku sama sekali tak memiliki ide. Tak ada satupun hal terlintas yang merujuk pada kalimat yang dilontarkan lelaki penjaga gerbang tadi. "Ntah lah Nin. Aku juga nggak tahu."Sekitar 10 menit kami berkendara dan tak menemukan jalan berkelok. Tak ada persimpangan tak ada apa-apa. Sore akan berakhir berganti malam. "Nin kamu yakin ini jalan yang bener?" Nina tampak cemas. "Kata Langga harusnya setelah kita lewat gerbang tinggi itu harusnya ada simpang empat dan kita belok kiri." Ia menggigit kuku-kuku jarinya. Aku memandang sekeliling. Memang benar sejak tadi tak ada jalan lain sela
Aku memutuskan pulang saat benar-benar tenang. Paman kembali ke rumah sakit setelah mengantarku ke rumah. Ku pandangi sekeliling kamar. Ingatan Lea masih melekat disini. Ku tutup pintu kamar rapat-rapat. Ku keluarkan kunci mobil dari saku celana. Masuk mobil dan menghidupkannya. Kutinggalkan rumah berhalaman luas milih keluarga Nina bersama ingatan Lea yang belum tuntas. Kenyataan tentang Papa mengejutkanku. Aku tak tahu pasti apakah kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya. Sebab sejak aku kecil Papa dan Mama tak pernah benar-benar membiarkanku mengetahui segalanya. Hingga Papa menghilang hari itu. Tanpa jejak. Mama satu-satunya yang mengetahui semua. Tapi tampaknya ia pun tak siap memberitahu kebenarannya. Aku mengendai mobil dengan perasaan campur aduk. Ada perasaan marah kepada Mama yang menyembunyikan semua ini dariku. Rasa khawatir dan cemas akan keluarga Nina dan Andre. Aku mencoba fokus. Jangan sampai perasaan-perasaan ini
Aku masih merebahkan badan di kasur saat masa lalu itu terlintas. Kesibukan masih saja mengerumuni rumah ini. Sisa pesta Nina tadi malam belum beres ternyata. Aku bangkit dan keluar kamar. Berharap bisa duduk sebentar di halaman depan. Nina ternyata lebih dulu disana. Menatap kedepan dengan buku sketsa di tangan kirinya."Nin. " Ia memalingkan wajahnya. "Tidurmu nyenyak?" Nina bertanya saat aku sudah duduk disampingnya. "Yah begitulah" Kujawab tanpa melihatnya. Ia hanya berhmm mengerti. Melanjutkan sketsanya."Yo. Mau temenin aku pergi nggak?" ia bertanya sambil sibuk dengan sketsanya. "Kemana?" Kali ini aku menatapnya, balik bertanya. "Kemaren temenku yang tinggal nggak jauh dari sini mesen gambar. Jadi rencana nanti sore aku bakal kesana nganterin gambarnya." Ia masih sibuk dengan sketsanya."Makanya aku ajak kamu. Biar ada temen aja. Di jalan g sendirian." Nina menjelaskan maksudnya sambil menatapku memohon. Ia
Di kamar ku yang temaram, aku termenung. Semenjak hari itu Andre tak lagi datang ke sekolah. Akupun sudah coba menghubunginya beberapa kali. Nihil. Ia tak pernah sekalipun menjawab telpon atau pesanku. Ku coba datang ke rumahnya. Kosong. Rumah itu tak berpenghuni. Ku tanyakan ke beberapa tetangga tetapi merekapun tak tahu. Aku kehilangan jejak. Saat ini aku hanya berharap agar Andre baik-baik saja.Lama aku termenung didepan balkon kamarku. Aku sadar kapasitasku sebagai manusia. Tidak seharusnya aku mencampuri urusan pribadi Andre. Kemampuanku pun pasti memiliki kekurangan. Saat aku sibuk dengan pikiran-pikiranku Mama mengetuk pintu."Rio, Kamu udah tidur?" Mama bertanya dari balik pintu. "Belum Ma. Tapi aku lagi nggak mau di ganggu." Terdengar sedikit lancang. Tapi sejujurnya aku memang sedang tidak berada dalam mood yang baik."Nina di ruang tamu. Matanya sembab dia mau ketemu kamu." Aku membalikkan badan membuka pintu. Langsung saja melangkah ce
Aku berlari dengan sekuat tenaga keluar dari rumah itu. Aku bahkan menenteng sepatu yang awalnya di taruh di depan pintu. Aku berlari seakan-akan takut dikejar. Namun dugaanku salah. Ibu tadi, Freya maupun suaminya tak ada satu pun yang mengejarku. Mungkin mereka masih di kelilingi perasaan bingung. Aku masih berlari saat sadar bahwa aku tersesat. Aku sama sekali tak tahu daerah ini. Ku periksa ponselku dan menyalakan GPS.Setelah memutar-mutar akhirnya aku keluar dari perumahan itu. Kulihat jalanan sepi. Ku hubungi Andre. Dering pertama. Dering kedua. Dering ketiga. Hingga dering kelima Andre baru menjawab telponku."Ndre, jemput gua." kataku memulai telpon. Tidak ada jawaban. "Ndre? lu dengerin gua kan?" Perasaan takut pelan-pelan merasuki. Sesuatu bisa saja terjadi pada Andre."Bokap pergi Yo. Dia.." suaranya lirih. Hampir tak terdengar. Tanganku terkepal. Apa yang kulihat tadi tak salah. Bahkan pria tadi juga mengenaliku. Tak salah lagi. Tangan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments