Share

3. Niat Rey Melamar Alina

Malam ini, jalanan terlihat begitu sepi dan tak seramai biasanya. Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Alina tiba juga di rumah utamanya, yang letaknya bersebelahan dengan pondok pesantren milik abinya.

Hari sudah larut malam, sehingga ia yakin jika abi dan uminya pasti begitu mencemaskannya, karena tidak biasanya Alina pulang selarut ini.

Alina menarik nafasnya panjang. Ia sudah siap menghadapi kedua orang tuanya yang pasti akan menegurnya karena telat pulang, meskipun tadi ia sudah memberitahu jika dirinyanada di rumah sakit menemani temannya. Namun, Alina sudah mengetahui seperti apa orang tuanya yang tidak bisa semudah itu menerima alasan darinya.

"Assalamualaikum," ucap Alina sembari membuka pintu rumahnya dan melangkahkan kaki masuk ke dalamnya.

"Waalaikumsalam," sahut dua orang pria dan wanita bersamaan, saat Alina baru saja masuk ke dalam rumah.

Kyai Usman dan juga ummi Anita langsung berdiri ketika melihat putrinya yang baru saja sampai di rumah. Alina gugup, karena ia bisa melihat wajah abinya yang menatapnya sungguh berbeda dari biasanya.

"Bagus sekali kamu jam segini baru pulang. Sepertinya kamu lupa bahwa peraturan di rumah ini tidak boleh pulang larut malam seperti yang kamu lakukan sekarang. Apakah kamu sudah lupa tentang ajaran yang selama ini Abi terapkan padamu? Apa ini cerminan seorang wanita muslimah, yang tidak bisa menjaga marwahnya sendiri? Seharusnya kamu ingat itu semua, Alina!" Kyai Usman menegur Alina, karena putrinya baru pulang selarut ini.

Bukan tanpa alasan kenapa kyai Usman sampai semarah itu kepada putrinya. Sebagai seorang tokoh agama, tentu saja ajaran-ajaran mengenai tentang agama sudah diterapkan sejak kecil di keluarganya. Maka wajar saja jika kyai itu marah besar kepada Alina, sebab sebagai seorang wanita muslimah yang berpakaian tertutup sepertinya, tidaklah elok jika pulang ke rumah hingga larut malam seperti ini.

Akan ada banyak fitnah serta bisik-bisik dari orang-orang yang sudah mengenal seperti apa kehidupan keluarga Kyai Usman. Akan tetapi, hari ini pemuka agama itu merasa bahwa sudah dipermalukan oleh kelakuan putrinya sendiri.

"Alina bisa jelaskan, Abi, Umi. Tadi Alina menolong orang yang terluka dan membawanya ke rumah sakit. Alina tidak melakukan hal-hal buruk dan lain sebagainya, sebatas hanya ingin menolong dan membantu orang yang terkena musibah." Alina menjelaskan kepada orang tuanya dengan suara pelan.

"Kami tidak melarangmu untuk menolong siapa pun, tapi sebaiknya kamu harus ingat waktu. Bisa saja kamu membawa orang itu ke rumah sakit dan setelah itu kamu segera pulang. Bukannya menunggu hingga larut malam dan baru pulang seperti ini. Tidak etis jika gadis bercadar sepertimu pulang di jam segini. Apa yang akan dikatakan oleh orang-orang di luar sana jika mereka melihatmu seperti ini?" Umi Anita ikut berkomentar setelah sebelumnya kyai Usman yang menegur Alina.

Kyai Usman dan juga umi Anita merasa kesal dengan kelakuan putrinya yang sudah pulang larut malam seperti ini. Padahal mereka berharap seharusnya Alina memahami apa yang selama ini diterapkan oleh orang tuanya.

Apalagi dengan penampilan Alina yang bercadar, akan sensitif sekali jika dilihat oleh orang-orang bahwa seorang wanita bercadar pulang larut malam, dan hal tersebut bisa memancing beragam asumsi buruk serta menjatuhkan nilai baik mereka yang sama-sama bercadar. Bahkan mungkin hal itu akan menjatuhkan citra pondok pesantren milik Kyai Usman yang selama ini sudah terkenal baik.

"Maafkan Alina, Umi, Abi. Sungguh Alina sama sekali tidak berpikir demikian, karena niat Alina hanya ingin menolong saja dan tidak lebih dari itu." Alina menundukkan kepalanya, tanpa berani melihat ke arah kedua orang tuanya yang sekarang sedang marah dan bersungut-sungut padanya.

Kyai Usman dan juga umi Anita masih terus saja menceramahinya, sehingga membuat Alina hanya bisa diam dan menangis, sebab ia juga tidak berani membantah lagi.

Membantah pun rasanya percuma, sebab orang tuanya sekarang sedang kesal padanya akibat kesalahan yang sudah ia lakukan, tapi dalam hatinya Alina merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah hal yang benar.

"Masuk ke kamar sekarang juga! Abi peringatkan sekali lagi padamu, jangan pernah mengulangi kesalahan yang sama, atau Abi akan memberikan hukuman berat agar kamu jera dan tidak melakukan hal yang tidak baik seperti itu lagi!" Kyai Usman menyuruh Alina untuk pergi ke kamarnya setelah amarah pada putrinya sedikit mereda.

"Baik, Abi." Alina berdiri dan menganggukkan kepalanya dengan patuh. Gadis itu pun lalu melangkah perlahan menuju ke kamarnya.

---

Sementara itu di dalam mobil, Rey masih dalam perjalanan menuju ke rumah Alina. Dia sudah menanyakan kepada anak buahnya, yang mengatakan bahwa sebentar lagi mereka akan segera tiba di rumah gadis bercadar itu. Rasanya Rey sudah tidak sabar lagi ingin secepatnya bertemu dengan Alina dan juga kedua orang tua gadis itu.

"Sebentar lagi aku akan sampai di rumahmu, Gadis Bercadar." Rey tersenyum simpul dan duduk dengan tenang di dalam mobil yang dikemudikan oleh Andre.

Tak berapa lama kemudian, akhirnya mobil pun tiba di halaman sebuah rumah mewah yang berada di kompleks perumahan tersebut. Rey bergegas turun setelah anak buahnya membukakan pintu mobil. Ia berjalan dengan penuh percaya diri, meskipun ada sedikit rasa tidak nyaman di bagian perut yang terluka itu. Sedangkan Andre tampak berada di belakang Rey dan mengikuti pria itu menuju ke pintu rumah Alina.

Alina memutar tubuhnya dan hendak pergi menuju ke kamarnya. Namun, tiba-tiba langkahnya itu terhenti, ketika mendengar suara ketukan di pintu rumah, sehingga membuat mereka bertiga menoleh secara bersamaan ke arah pintu depan.

"Siapa yang bertamu malam-malam begini?" tanya Umi Anita sambil berjalan menuju ke arah pintu dan memutar kuncinya, lalu pintu tersebut pun terbuka.

Di hadapan Umi Anita, telah berdiri seorang pria dengan penampilan acak-acakan dan urakan bak seoranh preman. Seketika Umi Anita pun terkejut karena ini pertama kalinya ia bertemu dengan pria berpenampilan seperti itu.

Dari jarak beberapa meter dari Umi Anita, Alina juga tak kalah terkejutnya saat melihat bahwa tamu yang datang itu ternyata adalah pria yang dia tolong di jalan dan dibawanya ke rumah sakit beberapa jam lalu.

Bagaimana mungkin pria itu sekarang sudah berdiri di ambang pintu rumahnya?

"Ya Allah, apalagi ini?" Alina membatin saat melihat Rey yang melihat ke arahnya dengan tersenyum manis.

Sama halnya dengan anak dan istrinya, Kyai Usman juga nampak begitu terkejut saat melihat kedatangan Rey, dengan seluruh pakaian berwarna hitam, celananya sobek-sobek, dan pakaian layaknya seorang preman pasar. Pria itu juga tampak mengenakan kalung berbahan rantai besar, serta bibir dan telinga yang memakai anting-anting.

Kyai Usman menatap tidak suka ke arah Rey yang terlihat begitu percaya diri datang ke rumahnya, dengan penampilan yang sangat kontras dengan keluarganya yang tertutup.

"Cari siapa? Dan ada tujuan apa malam dalam datang ke rumah saya? Apakah tidak ada hari esok untuk bertamu ke rumah orang?" Dengan suara tegas dan juga dingin, Kyai Usman seolah tidak menyukai kedatangan Rey yang bertamu ke rumahnya larut malam seperti ini.

Sementara di sisi lain, Alina nampak begitu gugup. Dia menjadi takut akan terjadinya sesuatu hal buruk dengan kedatangan Rey ke rumahnya. Apalagi jika sampai Kyai Usman mengetahui bahwa orang yang sudah ditolong oleh putrinya adalah pria dengan penampilan urakan seperti itu.

"Bagaimana ini, Ya Allah? Kenapa pria itu sampai datang ke rumahku? Bukankah urusanku dengannya sudah selesai? Apalagi yang dia inginkan dariku?" Berbagai pertanyaan memenuhi hati Alina. Sebab baru saja dia dimarahi habis-habisan oleh abinya, kini Rey justru datang dan menambah rumit masalahnya.

Umi Anita sudah bergeser dari depan pintu. Wanita berhijab panjang dan lebar itu merasa risih melihat penampilan Rey yang terlihat seperti preman. Rambut acak-acakan, pakaian yang urakan serta anting yang ada di bibir serta telinga pria itu, membuat Umi Anita segera memalingkan wajahnya. Entah kenapa kali ini ia terlihat tidak respect pada pemuda yang berpenampilan demikian. Padahal ia sering kali melihat para pemuda seperti itu di hadapannya dan tengah berkeliaran di jalanan.

Kyai Usman masih menunggu jawaban Rey tentang siapa yang dicari oleh pria itu dan juga tujuannya datang ke rumah mereka, terlebih karena sekarang sudah larut malam dan bukan waktunya lagi untuk orang bertamu.

"Namaku Rey. Maafkan aku kalau kedatanganku kesini sudah mengganggu ketenangan Bapak dan Ibu. Mmm, aku ke sini untuk mencari Alina," terang Rey dengan manik pekatnya yang sejak tadi tertuju pada Alina yang tampak juga sedang menatap ke arahnya.

Merasa jika dirinya sedang diperhatikan oleh Rey, membuat Alina seketika menunduk karena tidak seharusnya dia bertatap mata dengan lawan jenis yang sudah pasti bukanlah mahramnya. Rey menunjukkan senyum terbaiknya yang diperlihatkan kepada Alina dan juga kedua orang tua gadis bercadar itu. Tanpa ia sadari, bahwa kedatangannya itu justru sama sekali tidak diharapkan oleh Alina dan juga orang tuanya.

"Kamu mencari Alina? Ada urusan apa kamu dengan putri saya? Apakah kalian sudah saling mengenal?" Kyai Usman tentu saja merasa penasaran dan juga terkejut, saat mendengar jika Rey datang ke rumahnya untuk mencari Alina.

Dengan penuh percaya diri, Rey mengangguk dan tersenyum ke arah pemuka agama itu. Namun, hal tersebut sama sekali tidak membuat raut wajah Kyai Usman berubah ramah padanya.

Bukan karena penampilan Rey saja yang urakan, tapi tidak ada etikanya bertamu larut malam seperti ini. Pria itu bahkan tidak mengucap salam dan kata-katanya juga terkesan kurang hormat pada orang yang lebih tua. Hal tersebut yang membuat Kyai Usman juga tidak suka dengan cara kedatangan Rey bertamu ke rumahnya.

"Benar sekali, Pak. Aku datang ke sini memang untuk mencari Alina, dan tujuanku datang kemari adalah untuk melamar Alina menjadi istriku." Rey mengangguk dengan mengukir senyum manis di wajahnya.

"Semoga Bapak dan juga Ibu bisa menerima niat baik ini." Pernyataan Rey selanjutnya sungguh menyentak kesadaran Kyai Usman dan juga umi Anita.

Bagaimana mungkin seorang pria yang datang ke rumahnya langsung menyatakan ingin melamar Alina, sementara mereka saja sama sekali tidak kenal dengan pria yang masih berdiri di hadapannya.

"Apa saya tidak salah dengar? Kamu jangan macam-macam, Anak Muda! Bagaimana mungkin kamu ingin melamar anak saya, sementara saya sendiri sama sekali tidak mengenalmu?" Suara Kyai Usman sedikit meninggi, karena saking terkejutnya ia mendengar pernyataan seorang pria yang baru saja datang ke rumahnya.

Bahkan tahu namanya saja baru beberapa detik yang lalu. Bagaimana mungkin pria itu datang untuk melamar Alina?

Bagi Kyai Usman hal ini merupakan sebuah tindakan yang sangat konyol dan juga menyebalkan. Seorang anak muda dengan penampilan berantakan seperti itu berani sekali datang untuk melamar putrinya.

"Tapi pada kenyataannya, kedatanganku kesini memang untuk melamar Alina. Apakah itu adalah sebuah hal yang salah, saat seorang pria datang ke rumah orang tua dari seorang wanita untuk melamarnya?" Rey kembali bersuara seolah mempertegas bahwa niat kedatangannya memang untuk melamar Alina.

"Aku sudah jatuh cinta pada putri kalian sejak pertama kali kami bertemu. Karena itulah aku memutuskan untuk melamarnya, karena aku sudah sangat mencintainya," sambung Rey lagi.

Alina membelalakkan kedua matanya. Dari balik cadarnya ia seolah tidak percaya bahwa kedatangan Rey ke rumahnya adalah untuk melamar dirinya yang baru pertama kali bertemu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status