Share

Bab 3. Pacar?

Kembali ke meja masing-masing, Tanisha dan kawan-kawan langsung melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Menjawab semua telepon sambil menginformasikan promo baru. Saking banyaknya customer yang harus dihubungi, orang-orang itu sampai merelakan kehilangan jam makan siangnya. Lembur bukanlah sebuah pilihan karena Nisha sudah memesan tiket bioskop.

Bunyi nyaring terdengar dari gawai yang tersimpan dalam laci meja Tanisha. Mengira itu adalah customer yang biasa menghubunginya via WhasApp, Nisha mengeluarkan benda itu dari dalam sana. Namun ketika dilihatnya nama yang tertera di layar, dia langsung mencelos.

‘Stranger’.

Ya, begitulah dia menamai Ansell di kontak ponselnya. Stranger alias orang asing. Sekalipun mereka sudah bersama selama satu bulan, itu sama sekali tidak berarti apa-apa. Bagi Tanisha, Ansell tetaplah seorang asing yang kebetulan menumpang hidup kepadanya. Yang menguras isi rekeningnya hingga nyaris collaps seperti sekarang.

Selain persoalan uang, ada lagi yang membuat gadis itu merasa sedikit terganggu. Ya seperti sekarang ini. Ansell mengiriminya pesan berupa reminder untuk makan siang. Ini sudah terjadi selama seminggu terakhir. Tidak hanya itu, setiap sore laki-laki itu juga mulai rajin bertelepon hanya untuk bertanya kenapa Nisha belum sampai di rumah. Iya kali kena macet harus lapor-lapor? Lagian siapa dia? Cih!

Stranger (13.12) : Don’t forget to having lunch, Tanisha.

Pffft!

Seperti biasa Nisha hanya membacanya. Sama sekali tidak berniat untuk membalas. Kalaupun dia ingin membalas, bisa dipastikan hanya untuk melabrak Ansell dan terang-terangan memberi tahu kalau uangnya sudah habis, sehingga dia harus mengirit agar laki-laki itu bisa makan fast food setiap hari. Namun Tanisha sudah bisa menebak kalau benalu itu tidak akan sadar diri.

Please, siapa pun yang punya cara jitu untuk mengusir bule kesasar itu dari apartemennya, Tanisha berjanji akan memberinya imbalan yang setimpal. Asal nggak minta satu milyar aja.

Jam di dinding ruangan kembali berputar dengan cepat. Mungkin sebenarnya tidak, hanya saja orang-orang di dalam ini terlalu sibuk sehingga tidak punya waktu untuk bersantai. Targetnya adalah pekerjaan harus selesai saat jam pulang kerja. Termasuk report yang Ken minta. Menjelang jam lima sore, Tanisha mulai ketar-ketir. Khawatir dia tidak akan keburu menyelesaikan semuanya.

“Ayo? Udah jam lima nih!” Apalagi saat Hana sudah bersuara dari meja sebelah. Makin gusar!

“Bentar, aku tinggal send email!” Nisha setengah memekik.

“Aku juga donee!” Keisya malah sudah selebrasi. Hari ini sepertinya sangat menegangkan. Jadi, ketika semua pekerjaan bisa selesai tepat pada waktunya, rasanya terlalu bahagia.

“Ah, sent!!” Akhirnya Tanisha juga finished! Emailnya sudah terkirim ke email iternal Kennedy Valery.

“Aku juga udah.” Fransiska menyahut dari mejanya.

“Samaaa. Akhirnya ya gaiiiis,” disambut senada oleh Jill. Jill ini adalah member yang pacarnya posesif tidak karuan. Mungkin karena dia secantik dan seseksi itu.

Kelimanya tak menunggu lama lagi. Menyambar tas masing-masing dan segera keluar dari ruangan. Langsung masuk lift dan turun ke basement, tempat dimana parkir mobil berada. Kebetulan Jill dan Keisya itu punya mobil sendiri. Jadi cukup gampang kalau mau ke mana-mana.

Tanisha dan Hana nebeng di mobil Jill karena apartemen mereka masih searah. Jadi nanti kalau pulang akan lebih gampang. Begitupun dengan Fransiska yang nebeng di mobil Keisya.

***

Sampai di mall, kelima perempuan dewasa itu cepat-cepat naik lift menuju lantai empat. Jamnya sudah mepet. Mana masih mau beli popcorn segala. Harus gerak cepat.

Sesampainya di atas, Tanisha langsung menuju mesin untuk mencetak tiket online ke tiket fisik, sedangkan yang lain antri beli minum dan popcorn. Berhubung ini pemutaran film hari pertama, antrian cukup panjang dan bikin jantung berdebar tidak tenang. Semoga nggak telat deh masuknya.

Tanisha sudah selesai mencetak tiket saat ponselnya kembali berbunyi. Sebelum melihat id caller, dia melirik jam tangannya. Sudah jam enam sore. Sepertinya itu adalah panggilan absen dari Ansell. Malas banget deh!

Gadis itu abai. Dia malah menyimpan benda itu kembali ke dalam saku celananya. Biarin deh bergetar terus. Dia tidak peduli. Mending nyamperin anak-anak aja.

“Masih tiga orang lagi. Keburu lah ya.” Hana cemas. Berulang kali melihat jam di pergelangan tangan. Film akan dimulai tujuh menit lagi. Oh God!

“Nggak apa-apalah kalau telat dikit. Paling nanti iklan-iklan dulu.” Tanisha berusaha tenang. Meski pikirannya masih terbagi pada getaran yang tak kunjung berhenti di saku celananya.

“Iya sih. Semoga ya.”

Ck! Tanisha merasa harus menjawab panggilan dari Ansell, dari pada diteror selama menonton. Gadis itu kembali menjauhi baris antrian dan mengeluarkan benda pipih itu dari dalam saku.

“Hm,” jawabnya malas.

“Tanisha, kamu di mana?”

“Di kantor lah. Memangnya kamu? Pengangguran!” jawab gadis itu berbohong. Dia memang sengaja menghindar ke tempat yang lebih sepi agar tidak ketahuan sedang berada di mall.

“Bukannya ini sudah lewat jam pulang kantor? Ingat, pulang kantor nanti jangan keluyuran, langsung balik apartemen.” Seperti biasa, Ansell memberinya warning. Entah untuk apa.

“Itu apartemen aku by the way. Aku mau pulang malam pun, nggak ada yang ber hak ngelarang.”

“Ada. Saya.”

Bola mata Tanisha berputar kesal. Ingin sekali menjawab ‘memangnya kamu siapa?’, tapi itu hanya akan memperpanjang pembicaraan. Buang-buang waktu.

“Kamu mendengar saya, Tanisha?”

“Lo kira gue budek?”

“In Indonesia, Miss,” tegus Ansell dengan tegas. Maksudnya kalau bicara itu pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ingat ‘kan kalau dia tidak terlalu paham bahasa gaul?

“Iya, bentar lagi aku pulang!”

“Good girl.”

Setelah mengucapkan itu, Ansell memutuskan sambungan telepon. Tanisha mencelos pelan. Sampai kapan coba dia membiarkan laki-laki aneh itu memerintah ini dan itu? Saudara bukan, pacar juga bukan. Tapi posesifnya minta ampun. Iya kalau berduit. Ini kere level dewa. Huh!!

“Nisha, ayo.” Tiba-tiba Hana sudah ada di belakangnya. Gadis itu sempat terlihat kaget. Sejak kapan Hana di sana? Semoga dia tidak mendengar apa-apa. Karena tidak ada yang tau soal Ansell.

“Udah? Asiikk! Yuk!” Tanisha bergegas menyimpan ponselnya lagi dan menggandeng Hana yang sudah menunggu.

“Kamu barusan nelfon siapa, Beb?”

“Hm?”

“Kok bahas-bahas pulang malam dan apartemen? Kamu ... udah ada pacar?”

Ehh?

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status