Erland terkesiap mendengar penuturan Esther. Kalau boleh memilih, ia tidak ingin menceraikan keduanya. Jujur saja, ia sangat mencintai Esther, tetapi ia juga membutuhkan Tiara. Sementara Erland berpikir keras, Esther menatap pria itu dengan penuh kepuasan. “Apa yang kau pikirkan, Erland? Aku tidak meminta hartamu, aku hanya ingin kau memilih saja. Tapi sepertinya itu berat bagimu. Bukannya kau bilang tidak cinta dengan Tiara?” Erland menghela napas kasar. Ia merasa dilema besar. Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri. Akhirnya Erland meraih pena, dan membubuhkan tanpa tangan. Esther melihat pergerakan tangan Erland dengan lihai memberikan tanda tangannya. Dan ia pun tersenyum. Akhirnya pria itu menyetujui kesepakatan itu. Dengan begitu ia bisa mengendalikan pria itu. Di depan pintu, Tiara masih mencoba menguping pembicaraan antara Esther dan Erland. Tetapi nasib sial berpihak padanya, ia tidak mendengar apa pun. “Mereka bicara apa sih? Kenapa aku tidak bisa dengar?” gerutu T
“Sepertinya aku mengganggu waktu kalian?” Bibir wanita itu memang tersenyum, tetapi kata yang terlontar penuh nada sindiran. Esther menatap suami dan adik madunya secara bergantian. Dan itu membuat mereka salah tingkah. Tiara tampak membenahi rambutnya yang sedikit berantakan. Sementara Erland tampak seperti orang yang tertangkap basah. Menyadari tatapan istri pertamanya, Erland segera mencairkan suasana. “Sayang, kenapa tidak menghubungi dulu kalau ingin kemari?” tanya Erland mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Terakhir kali, Esther datang ke perusahaan adalah empat tahun lalu. Mendengar itu, Esther menyunggingkan senyumnya. “Kenapa? Apa kau takut aku mengganggu ‘permainan’ kalian?” Lagi-lagi kalimat sindiran dilontarkan oleh Esther. Erland mengulas senyum. Mencoba menyangkal. “Tentu tidak, Sayang.” Erland lantas berdiri dari kursinya, ia melangkah mendekati Esther. Kedua tangannya menyentuh pundak Esther. “Sayang, kau kemari pasti ada sesuatu?” Bukannya menjawab, Esther me
Tiara menyunggingkan senyumnya. Apa yang ia dengar seperti angin segar yang berhembus. Bila Esther bercerai dengan Erland, maka posisi Nyonya Dawson akan jatuh ke tangannya. Tiara sangat bahagia membayangkan saat itu datang. Ia tersenyum penuh kemenangan. Ia menajamkan pendengarannya, mencoba mengulik informasi dari percakapan yang ia dengar antara Esther dan Erland. “Apa kau bilang? Bercerai?” Erland menatap istri pertamanya tak percaya. Ia hanya ingin meminta haknya seperti biasa, tetapi wanita itu malah berbicara demikian. “Ya, tentu saja. Kau tak butuh istri sepertiku. Lagi pula sudah ada Tiara,” ucap Esther tenang, seolah tanpa beban. Erland mengusap wajahnya kasar. Pagi-pagi ia sudah dihadapkan dengan pertengkaran. Kalau ia sedang tidak menjaga hati Esther, sudah pasti Erland akan emosi. “Esther, hanya karena aku menikah diam-diam. Kau sampai seperti ini? Bukankah aku sudah minta maaf? Lagi pula Tiara h
Esther melotot, ia menoleh ke arah Arion yang kini tersenyum jahil ke arahnya. Ia lantas menatap Erland yang kini menampakkan ekspresi wajah gelap. Kalau tidak ada orang, Esther pasti sudah menjitak kepala Arion. Bisa-bisanya pria itu mencari gara-gara di saat seperti ini. Hening masih menggantung di udara. Esther tidak tahu harus berbuat apa. Di sisi lain ia tidak ingin membuat Erland curiga bila dirinya memiliki hubungan lebih dekat dari yang diduga. “Kenapa diam, Kakak ipar? Aku ingin kau mengambilkan makanan untukku,” katanya lagi. Esther memejamkan mata. Hendak menjawab, tetapi Erland lebih dulu menyela. “Kau punya tangan ‘kan? Kau bisa mengambilnya sendiri!” Erland semakin menampakkan wajah gelapnya. Tangannya yang memegang sendok berubah mengepal. Arion memiringkan kepalanya. “Aku hanya ingin diambilkan saja.” Ia kembali menoleh ke arah Esther yang kini mengeluarkan ekspresi tegang. Arion tersenyum. “Ibuku
Esther menaikkan sebelah alisnya. Melihat respon Tiara yang sangat berlebihan, membuat Esther semakin bernafsu untuk mengerjai wanita itu. Esther menarik sebelah sudut bibirnya. Ia lantas bertanya, “Memangnya kenapa? Apa dia tidak bilang padamu kalau dia ingin tidur denganku?” Tiara mengerjap cepat. Setelah pulang dari pesta semalam, Erland sama sekali tidak bicara. Tiara bukannya tidak menyadari bahwa Erland sedang marah pada dirinya. Tetapi, dia tidak pernah menduga bahwa pria itu akan pergi ke kamar Esther. Bukankah sebelumnya Erland juga sedang marah dengan Esther? “Apa kalian sungguh melakukannya?” Pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Tiara. Esther menahan senyumnya. Tiara ini benar-benar bodoh atau bagaimana? “Menurutmu bagaimana?” goda Esther yang kini tersenyum menikmati raut wajah pias Tiara. Setelah puas melihatnya, Esther melangkah menuruni anak tangga. Tiara mengepalkan kedua tangannya. Rahangnya mengetat. Darahnya mendidih membayangkan Erland bermain bersama Esth
Pintu kamar mandi terbuka. Esther segera membalik tubuhnya dan melihat Arion keluar dengan wajah yang tak sedap dipandang. Ketika tatapan mereka saling bertemu, Esther dapat merasakan aura yang tidak menyenangkan. Kedua alis tebal pria itu nyaris menyatu, menyiratkan sebuah kemarahan. “Apa yang dia lakukan padamu?” cecar Arion dengan suara dinginnya. Esther memutus kontak mata, mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. “Bukannya kau sudah mendengar semuanya?” Pergelangan tangan Esther diraih, kemudian ditarik dengan sehingga membuat Esther tersentak. Arion menekannya ke dinding dengan sangat kuat. Wajahnya sangat dekat hingga Esther dapat merasakan hembusan napasnya yang panas. “Jawab!” Suara Arion meninggi.Esther melebarkan matanya. “Memangnya kenapa? Dia masih suamiku?” Ucapan Esther semakin memancing Arion. Sehingga pria itu bertindak liar. “Bagian mana?” bisik Arion tepat di telinga Esther. “Bagian