Home / Romansa / Gairah Liar Adik Ipar / Bab 7. Kartu As

Share

Bab 7. Kartu As

Author: Ellea Neor
last update Last Updated: 2025-10-06 22:17:43

Esther membaca berkas di tangan. Poin pertama membuat Esther seketika membulatkan matanya.

“Perjanjian macam apa ini?” protes Esther. Jelas sekali tertulis di sana, bahwa Esther harus datang ketika Arion memanggilnya. “Kau kira aku ini pelayanmu?” imbuhnya.

Arion memiringkan kepalanya. Senyum tipis terbit di bibir tebalnya. “Kakak ipar, apa kau lupa apa yang aku miliki?” ucap Arion yang seketika membuat Esther mengatupkan bibirnya.

Ingin sekali Esther memaki, tetapi dia sadar atas posisi. “Jadi kau ingin mengancamku?”

Arion menggeleng pelan. “Tentu tidak, aku hanya ingin kau mempertimbangkannya, Kakak ipar. Coba baca poin selanjutnya,” kata Arion.

Esther mendecak. Dia lantas menuruti keinginan Arion. Poin kedua membuatnya terdiam. Di mana Arion akan mengabulkan apa pun yang Esther inginkan. Dan Esther membutuhkan hal itu.

Esther perlu menyelidiki tentang Tiara. Dia juga ingin membalas dendam kepada orang-orang yang telah menyakitinya. Dan Esther berpikir akan menggunakan kesempatan ini untuk mewujudkan keinginannya.

Esther kembali melanjutkan membaca berkas. Poin ketiga, sangat menguntungkannya. Dia lantas menatap Arion dengan mata menyipit.

“Kau mengancamku, dan kau juga menyuapku?”

Arion seketika tertawa mendengar hal itu.

“Tenang saja, harta yang aku miliki, tidak ada sangkut pautnya dengan Dawson Group,” pungkasnya.

Esther tidak keberatan dengan poin ketiga. Meski ia tidak terlalu membutuhkannya. Apa yang ia miliki sangatlah cukup baginya.

Tetapi, bukan itu bagian terpenting dari semua ini. Dirinya adalah wanita bersuami. Apakah pantas menerima tawaran semacam ini. Apa ini bisa dikatakan selingkuh?

“Jadi hal terpenting dari semua poin ini adalah, kau mengajakku berselingkuh?” Esther menatap Arion.

Pria itu cukup terkejut dengan sarkasme yang dilontarkan Esther. Dia tidak menyangka bahwa Esther akan mengetahui niatnya. Tetapi, sebenarnya bukan itu tujuan utamanya.

Arion kembali menyeringai. “Aku hanya menawarkan bantuan. Kakak ipar, apa kau tidak ingin membalas suamimu?”

Esther terdiam. Dia meletakkan berkas di atas meja. Lalu menaikkan satu kakinya bertumpu pada kaki lainnya.

“Tentu saja aku ingin.” Esther kembali meraih berkas, membaca kembali poin-poin terpenting. Dan perhatiannya kembali pada poin terakhir.

“Kalau begitu tanda tangani!” ucap Arion.

“Kenapa aku harus?” Esther menatap Arion tak gentar.

“Karena aku memegang kartu asmu, Kakak ipar,” balasnya santai sembari memainkan ponselnya.

“Asal kau tahu, jika video itu tersebar, bukan hanya aku. Tapi kau juga akan hancur,” sergah Esther.

Lagi-lagi Arion tersenyum. “Aku justru menantikan hal itu, Kakak ipar.”

“Dasar gila!” Setelah mengatakan itu Esther lantas membubuhkan tanda. Tanpa peduli dampak yang akan terjadi di masa depan. Yang terpenting saat ini, Esther menemukan cara untuk membalas dendam.

Arion tersenyum penuh kemenangan. Dia lantas menoleh ke arah Eric yang berdiri di belakangnya. Kedua matanya bergerak-gerak, mengisyaratkan sesuatu.

Eric segera meraih berkas yang baru saja ditanda tangani oleh Esther kemudian berpamitan keluar.

“Kalau begitu saya permisi dulu.”

“Tunggu, Eric. Aku…” Esther hendak mengejar Eric, namun tangannya ditahan oleh Arion.

Esther menoleh. Tiba-tiba, dia ditarik sehingga ia terjatuh ke pelukan Arion.

“Hei, apa yang kau lakukan?”

“Karena kau sudah di sini, bagaimana kalau kita memulai saja perjanjiannya,” bisik Arion yang membuat Esther seketika merinding.

“Apa maksudmu?”

“Aku tahu kau tidak bodoh, Kakak ipar.” Ibu jari Arion menyusuri bibir Esther yang dilapisi lipstik berwarna pink muda.

Jantung Esther berdegup dengan sangat kencang. Entah perasaan macam apa yang dia rasakan kini. Takut, mungkin saja. Bagaimana bila orang lain melihatnya?

“Jangan takut, Kakak ipar. Ruangan ini sangat tertutup. Tidak akan ada yang melihat kita,” bisik Arion.

Esther mendorong pelan dada bidang pria itu. “Kumohon jangan sekarang,” kata Esther.

“Tapi aku menginginkannya sekarang, Kakak ipar.”

Arion mengeratkan pelukannya pada pinggang Esther seolah tak membiarkan wanita itu lolos darinya.

Esther menutup mata, menahan gejolak dalam dada. Perasaan ini sungguh sangat berbahaya. Dalam hati Esther mencoba menolak rasa yang hadir dengan tiba-tiba. Namun, ia sendiri tidak bisa menolak sentuhan yang diberikan oleh adik iparnya.

Perlahan Esther mulai pasrah, menerima sentuhan yang Arion berikan.

Satu tangan pria itu menyusup dari balik roknya.

“Uh, Arion!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 73.

    Tatapan Esther seketika membesar. Ia teringat dengan luka yang dialami oleh Tiara, membuat Esther seketika merinding. Sejak kapan Erland memiliki gaya bermain seperti itu? Yang pasti Esther tidak ingin mengalaminya. Ia sangat benci kekerasan. Sehingga ia harus mencari alasan supaya Erland tidak meminta haknya malam ini. Sebelum langkah mereka sampai pada kamar. Esther segera memegang perutnya.“Awh!” pekik Esther. Melihat itu, Erland segera merunduk. “Ada apa, Esther?” tanyanya penasaran. “Erland mendadak perutku sakit!” ringis Esther dengan ekspresi kesakitan yang dibuat sedemikian rupa. “Kenapa? Apa kau salah makan?” tanya Erland polos. Esther menggigit bibir bawahnya, sesekali melirik ke arah Erland. Tampak pria itu sangat khawatir. “Sepertinya iya,” jawab Esther dengan tidak melepaskan pegangannya pada perutnya. Erland yang berdiri di sisi wanita itu terlihat mulai panik. “Kalau begitu aku akan panggi

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 72.

    Esther menelan. Ludah kasar. Esther merasa seperti seorang pesakitan ketika tatapan setiap orang di ruangan itu langsung tertuju padanya. Seolah-olah ia baru saja melakukan kesalahan besar yang pantas dipertanyakan.Matanya berusaha menatap ke arah lain, namun rasa canggung membuat tubuhnya serasa membeku. Senyuman kaku yang ia paksakan justru semakin memperlihatkan kegugupan yang tidak mampu ia sembunyikan.“Esther, Kakek bertanya padamu. Kau dari mana saja? Kami semua menunggumu.” Ucapan Erland seolah menyadarkan Esther. Semua orang telah berkumpul termasuk Tiara. Corrina tampak duduk tak jauh dari single sofa yang diduduki Daxton. Sementara Tiara duduk berdekatan dengan Erland. Dengan langkah ragu ia mulai mendekati salah satu sofa yang kosong. “Maaf, saya baru saja berkunjung ke panti asuhan.” Jawaban Esther membuat Erland menyipitkan matanya. Tetapi ia tidak berkomentar apa pun. “Duduk!” titah Daxton. “Baik, Kakek.” Esther lantas menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa. Ruangan

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 71.

    Arion mengulas senyum ketika melihat pesan gambar yang dikirimkan oleh orang suruhannya. Terlihat Esther yang hendak masuk ke dalam sebuah bangunan. Di kedua tangannya terdapat kantong belanjaan. Saat mendengar Esther akan pergi ke suatu tempat, Arion merasa khawatir. Itu sebabnya ia memerintahkan seseorang untuk mengawasi wanita itu. Siapa sangka wanita itu justru pergi ke panti asuhan. “Sungguh mengesankan,” gumam Arion. Ia tak henti-hentinya memandangi gambar itu. Harusnya ia tetap berada di sisi wanita itu. Menemani setiap langkahnya menuju ke tempat yang dia inginkan. Tetapi panggilan dari Daxton harus membuatnya meninggalkan wanita itu.Sementara itu, kedatangan Esther di panti asuhan tersebut selalu mendatangkan kebahagiaan tersendiri bagi anak-anak yang tinggal di sana. Begitu kakinya melangkah melewati gerbang, beberapa anak langsung menyambut dengan wajah berseri-seri. Mereka berlarian kecil menghampirinya, memanggil namanya dengan penuh antusias.“Miss Esther datang!” t

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 70.

    Saat melihat nama Daxton Dawson, Arion merasakan firasat buruk. Pikirannya melayang pada Carlos. Apa pria itu sudah memberitahu kakeknya tentang apa yang sudah ia lakukan? Pikiran-pikiran itu berkeliaran merusak sistem kerja otaknya. Esther menatap Arion yang tampak terdiam. Ia melihat sesuatu yang berbeda dari pria itu–perubahan air wajahnya terjadi begitu drastis sehingga memicu sebuah pertanyaan yang bersarang di kepala Esther. “Ada apa?” Arion segera tersadar. Ia kembali menatap layar ponselnya yang masih mengeluarkan cahaya. Dan nama yang ada di layar, masih belum menghilang. Untuk meredakan suara bising itu, Arion terpaksa menerima panggilan. “Halo, Kakek.” Arion berjalan menjauhi Esther. Wanita itu hanya melihat saja tanpa berkomentar. Pembicaraan mereka pun tak terdengar. Lagi pula Esther sama sekali tidak tertarik. Bukankah setiap orang memiliki urusan masing-masing? “Temui aku sekarang!” Suara berat itu terdengar menembus gendang telinga Arion. Sehingga ia secara refl

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 69.

    Esther dan Arion telah tiba di rumah industri perhiasan, Majestic Gems milik Harvey yang tak lain adalah rekan bisnis Arion. Saat keluar dari mobil, kecemasan terlihat di wajah Esther. Ia teringat akan kejadian tadi yang mengiringi perjalanannya menuju kemari. Di mana Erland menyuruh orang untuk mengikuti dirinya. Esther memastikan sekali lagi bahwa tidak ada orang lain lagi yang mengintai dirinya. Arion melihat kekhawatiran Esther, lalu tersenyum. “Sudah tidak ada, tenang saja, Kakak ipar.”Esther menoleh, tatapannya menyipit. “Kau yakin?” “Apa aku terlihat berbohong?” Esther diam saja. Ia tidak lagi menjawab ucapan Arion. Ia segera berpindah ke sisi pria itu. Esther dan Arion lantas memasuki gedung pembuatan perhiasan yang tampak megah dengan dinding kaca bening yang memantulkan cahaya matahari pagi. Suasana di dalam gedung begitu tenang, hanya terdengar dengung halus dari mesin-mesin pengolah logam mulia di ruang belakang. Aroma khas logam yang dipanaskan samar memenuhi udara,

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 68.

    Suara dentuman keras terdengar, diikuti getaran hebat ketika mobil Robert menghantam batang pohon besar di sisi jalan.Benturan itu cukup kuat hingga bagian depan mobil ringsek parah. Kap mesin terangkat dan asap pekat mulai mengepul. Kaca depan pecah, serpihannya berhamburan, beberapa mengenai wajah Robert yang terkulai dengan darah mengalir di pelipisnya. Suasana berubah hening sesaat setelah kecelakaan itu, seolah dunia menahan napas. Hanya suara mesin yang masih berderu lemah dan gemerisik daun yang tersapu angin yang terdengar. Namun, kecelakaan itu tak membuat Robert tumbang begitu saja. Ia segera bangun meski pelipisnya mengalir cairan merah pekat. “Sialan!” umpatnya. Sementara itu, jauh di depan, Eric menyadari bahwa suara mesin yang mengejar dari belakang telah menghilang. Ia melirik kaca spion, pandangannya menyipit saat bayangan dari mobil Robert tidak lagi tampak mengikuti mereka.“Sepertinya telah terjadi sesuatu,” gumam Arion pelan, mencoba melihat ke belakang meski

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status