“Sudahlah, kamu nggak perlu ngerti. Aku juga nggak pernah mengomentari pertunangan kamu dengan Kiara kan?”Rinjani mengabaikan kebingungan Brama, dan memutuskan untuk fokus ke ponselnya, menjawab beberapa email dari klien dan membalas pesan masuk dari pegawainya soal pekerjaan.Melihat Rinjani tidak berniat lagi membahas masalah itu, Brama juga akhirnya memutuskan untuk diam.Hubungan mereka baru saja membaik, Brama tahu kalau sekarang Rinjani masih akan condong membela Jagat saat ini.Tetapi, teringat Kiara, Brama menyadari kalau dia masih belum menyelesaikan urusannya dengan gadis itu.Sepertinya dia tidak bisa menunda lagi untuk menyelesaikan masalah ini.Sampai jam makan siang, mereka berdua tidak banyak lagi berbicara. Ada keheningan yang familiar menyelingkupi keduanya.Rinjani merasa mereka seperti kembali ke masa-masa dulu, saat mereka masih bersama. Tidak ada pembicaraan kosong dan kalimat gombal seperti pasangan pada umumnya. Mereka lebih suka menghabiskan waktu bersa
“Itu adalah syarat dariku! Kalau kamu bisa terima, silahkan. Kalau nggak, aku juga nggak masalah! Aku yakin, Jagat masih bisa menyelesaikan masalah ini!”Brama mengamati Rinjani dengan tatapan tidak sabar, bibirnya mengerut dalam kebingungan. Dia masih tidak mengerti. Ini bukan sesuatu yang baru antara dia dengan Rinjani.“Nggak kaya, belum pernah juga!”gerutunya.Di saat yang sama ada kemarahan yang menggelegak dalam dadanya. Rasa cemburu yang mengancam hendak meledak keluar. Apa Rinjani sebegitu ingin menjaga tubuhnya untuk Jagat?Rinjani menghindari kontak mata. “Apa yang kita lakukan itu salah! Dan aku nggak mau mengulanginya lagi.”Tidur dengan laki-laki yang bukan suaminya adalah salah satu kesalahan terbesar yang pernah dia buat. Tidak mengulangi itu, tidak akan membuat dia kembali suci, tapi Rinjani ingin menghargai dirinya sendiri.Belajar mencintai dirinya sendiri dengan benar, sembari berbenah hati sebelum mulai membuka hati lagi untuk hubungan yang baru.Brama tersenyum t
***Dua hari berlalu dan Rinjani masih belum bisa menemukan waktu yang tepat untuk saat mereka berjalan menuju ruang pemeriksaan. Semakin hari kehamilan itu semakin besar, dan karena perkembangan yang terhambat di awal, dokter menyarankan Evie untuk kontrol lebih sering.Jagat masih belum bisa menemani Evie karena sibuk, sehingga sebagai gantinya Rinjani yang menemani. “Kamu nggak perlu menemani aku, aku bisa sendiri. Nggak enak merepotkan kamu.”“Nggak papa. Aku hari ini lagi kosong, kok. Tenang saja.” Rinjani tidak mengatakan dia sengaja mengosongkan jadwalnya untuk menemani Evie. Kesulitan yang dialami Jagat sekarang adalah karena dia. “Aku malah merepotkan semua orang. Padahal aku juga bilang ke Jagat kalau aku nggak perlu ditemani.” “Jagat kaya gitu karena dia peduli sama kamu.” Rinjani membiarkan Evie duduk di salah satu kursi yang masih kosong di sana, sedangkan dia sendiri berdiri. Di depan mereka sudah ada beberapa ibu hamil juga yang menunggu jadwal kontrol.Se
“Percayalah. Brama nggak akan semudah itu melepaskanmu. Kamu sudah menikah saja dia masih bersikeras.”“Tapi itu bukan alasan kamu untuk menantang Brama kaya gitu! Kamu nggak tahu apa saja yang bisa dia lakukan!”Rinjani ingin sekali membenturkan kepalanya ke jendela sekarang. Dia tidak mengerti kenapa laki-laki suka sekali mendeklarasikan perang seperti ini.Apakah adu ego antar laki-laki itu sebegitu pentingnya? “Aku tahu.” Jagat tersenyum tipis. “Tapi setelah semua yang kamu lakukan untukku dan keluargaku setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuk kamu kan?” Kening Rinjani berkerut, tidak mengerti maksud Jagat."Aku akan membantumu melihat apakah Brama benar-benar serius denganmu.”Rinjani mengangkat alis. "What? Nggak perlu, makasih.”Dia bergidik membayangkan kemungkinan itu. “Percayalah, kamu dan Brama nggak akan berakhir semudah itu. Dia bukan orang yang mudah menyerah.”“Kamu memangnya kenal dia?”Jagat terkekeh mendengar itu. “Saranku hanya satu, jangan terlalu cepat
Evie menggelengkan kepala dengan tegas. "Aku nggak akan melakukan itu, Rin. Aku nggak bisa terima kamu mengalah seperti ini."Rinjani tersenyum kecil. "Pernikahan kami hanya siri, Evie. Mungkin lebih baik juga kalau nggak banyak orang yang tahu. Jadi aku bisa berpura-pura tidak pernah menikah?" candanya. “Rin ....”“Vie, situasinya sudah begini. Ini adalah yang terbaik. Nggak ada hal sempurna yang mungkin terjadi. Kalau kamu terus ragu begini, kamu malah akan terkesan munafik.” Evie terdiam, matanya berkaca-kaca. Rinjani dengan lembut mengalihkan pembicaraan. "Lupakan soal itu. Hari ini aku mau creambath, mau ikut?"Wajah Evie langsung berbinar. Dia tidak menyangka Rinjani akan mengajaknya. "Mau! Aku mau.Sepanjang hari itu, Rinjani dengan sabar menemani Evie. Setelah creambath, mereka berbelanja pakaian hamil di department store, di mana Rinjani dengan teliti membantu memilih model yang nyaman sekaligus stylish. "Ini bagus, bahannya stretchy tapi nggak panas," ujarnya sambil
Brama terdiam, Rinjani bukan tidak menjelaskan padanya semua alasan itu. Namun, dia tidak bisa mengerti. Dia tidak melihat semua masalah yang dikatakan Rinjani itu.“Di awal, kamu takut Om akan macam-macam ke Rinjani dan keluarganya makanya kamu menyembunyikan semuanya, jadi sekarang kamu merasa kalian nggak ada halangan lagi, tapi untuk Rinjani, rintangan kalian masih begitu besar.” “Aku bisa menyelesaikan semua masalah itu.”Untuk Brama yang ada hanya mau dan tidak mau. Bukan tidak bisa. Dia tidak pernah memikirkan untuk menikahi Rinjani sebelum ini, karena tidak pernah terlintas di kepalanya kalau Rinjani akan meninggalkannya.Ternyata dia salah. Sekarang dia tahu kalau dia ingin bersama gadis itu, jadi apapun halangan yang ada dia siap menghadapinya.Kevin menghela napas panjang, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk membuat Brama mengerti. "Brama, kamu harus pahami alasan Rinjani menolakmu. Hanya dengan begitu kamu bisa menemukan cara yang benar untuk meyakinkannya."