แชร์

3 - DIBALIK PINTU TANPA KUNCI

ผู้เขียน: Ranari Kka
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-09-15 21:24:59

Chloe berdiri tepat di depan cermin. Jemarinya sibuk merapikan kerah kemeja putih. Hari ini ia punya wawancara penting. Sebuah kesempatan untuk memulai kembali hidupnya, jauh dari masa lalu yang masih membayang.

Namun, bayangan itu justru datang tanpa diundang. Kilatan kembang api. Sorak-sorai orang-orang yang berdesakan di alun-alun kota. Dan sosok Dante, tiga tahun lalu, yang menggenggam erat tangannya.

"Tunggu aku di bawah pohon besar. Setelah hitungan mundur, kita akan melihat kembang api bersama. Aku ingin malam tahun baru kita jadi awal yang baru, Chloe."

Itulah janji terakhir yang Dante ucapkan. Janji yang ia hancurkan sendiri. Karena ketika malam itu datang, Chloe tidak pernah muncul. Ia memilih kabur meninggalkan Dante sendirian di tengah keramaian.

Chloe mengerjap cepat, menepis kenangan itu. Ia menarik kemeja hingga menutup sebagian tubuhnya, namun belum sempat mengancingkan semua, suara pintu berderit terbuka hingga membuatnya menoleh kaget.

Sosok pria paling dibenci berdiri di ambang pintu dengan tangan terlipat, menatapnya tanpa permisi. Tubuhnya disandarkan pada kusen seolah kamar itu memang miliknya.

“Aku cuma mau memastikan kau benar-benar ada di depan mataku, bukan cuma di mimpi.”

“Apa kau tidak tahu caranya mengetuk?” seru Chloe panik.

Dante tidak bergeming. Matanya turun dan berhenti tepat di perut Chloe yang belum tertutup sempurna. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya. Ia melangkah masuk sambil menutup pintu di belakangnya.

“Keluarlah! Aku tidak butuh penonton!” Chloe terlonjak kecil saat menyadari kancing bajunya belum terpasang sempurna. Tangannya buru-buru bergerak menutupinya, namun terlambat.

“Aku menolak!”

Dante meraih pergelangan tangannya. Sentuhannya dingin, tapi tegas. “Jangan buru-buru menutupinya,” bisiknya pelan. Suara beratnya membuat dada Chloe bergetar.

“Lepaskan aku, Dante!” Chloe berusaha menarik tangannya, tapi pria itu malah menariknya sedikit lebih dekat. Satu tarikan ringan, namun cukup membuat Chloe kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terhuyung dan dalam sekejap ia terperangkap dalam dekapan pria itu.

Tanpa aba-aba, Dante mendorongnya hingga jatuh ke atas kasur. Chloe terperangkap di antara lengannya, jantungnya berdentum kencang tak karuan. Napas Dante menyapu wajahnya begitu dekat, membuat ruang di antara mereka seolah meleleh.

“Kenapa kau menghindariku selama ini?” Suaranya berat, penuh penekanan. “Tiga tahun lalu kau pergi tanpa alasan.”

Chloe menahan napas, tubuhnya menegang. Kenangan malam kembang api itu menyesak kembali di dadanya. Ia ingin berteriak dan menjelaskan, tapi lidahnya kelu.

Dante menunduk lebih dekat. Tatapannya menusuk, seperti ingin menguliti semua lapisan pertahanan yang Chloe bangun.

“Kau yang meninggalkan aku. Jadi sekarang aku yang akan mendekat tanpa izin.”

Mata mereka bertemu. Chloe bergetar ketakutan bercampur sesuatu yang tidak ingin ia akui.

Dengan sisa tenaga, ia menepis dada Dante.

“Pergi!” serunya, kali ini suaranya pecah.

Untuk sesaat, Dante tidak bergerak. Hanya menatapnya dalam-dalam seolah mencoba membaca isi hatinya yang tersembunyi. Lalu senyum tipis terbit di bibirnya.

“Kau boleh menolakku seribu kali, tapi jangan lupa, sekarang kita tinggal di bawah atap yang sama. Sejauh apa pun kau ingin lari, aku akan selalu ada di depan pintumu.”

Setelah itu, ia melangkah pergi meninggalkan Chloe terengah di atas kasur. Pintu berderit kembali terbuka, lalu tertutup rapat.

Chloe buru-buru menutup semua kancing bajunya hingga rapat. Kemudian turun ke lantai satu dengan kaki gemetar.

“Ibu,” panggil Chloe begitu melihat Sarah sedang menyiram tanaman di halaman belakang. Napasnya terengah karena berkeliling mencarinya. “Kunci kamarku, apa Ibu tahu ada di mana?”

Sarah menoleh, menatap putrinya dengan sedikit heran. “Kata Richard, kunci kamarmu sudah lama hilang dan sepertinya tidak pernah ada cadangannya.”

Chloe membeku di tempat. “Apa tidak ada sama sekali?” tanyanya hampir berbisik.

Sarah mengangguk pelan, lalu menatap putrinya dengan khawatir. “Memangnya kenapa? Apa kau membutuhkannya?”

Chloe menggigit bibirnya. Ada ribuan kata yang ingin dilontarkan, tapi ia hanya bisa menggeleng cepat. “Tidak, bukan apa-apa, Bu.”

Namun dadanya berdegup makin keras. Dalam benaknya hanya ada satu kalimat yang berulang-ulang bergaung bahwa dirinya tidak punya ruang aman di rumah ini.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • HASRAT TERLARANG ADIK TIRI   89 - PERTAHANAN MATI-MATIAN KAKAK TIRI

    “Apa kau mengusir Zoya, Dante?”Suara Sarah terdengar datar, namun di dalamnya terselip nada yang membuat udara di ruang tamu terasa lebih dingin. Wanita itu berdiri di dekat meja makan dan ekspresi wajahnya menyiratkan kekecewaan.Di sampingnya, Chloe berdiri diam tanpa bersuara. Sorot matanya sulit dibaca.Dante menghela napas kasar, memijat pangkal hidungnya. Kelelahan akibat konfrontasi dengan Zoya kini berhadapan langsung dengan introgasi ibunya.“Sudah kubilang, aku tidak pernah punya hubungan apa pun dengan dia, Bu. Aku membencinya. Dia wanita licik dan manipulatif.”“Kau bilang begitu setiap kali ada masalah. Tapi dia terus datang. Setiap hari. Dia tampak akrab. Dia menyebut namamu dengan manja,” balas Sarah, menatap Dante seolah ia sedang menginterogasi seorang kriminal yang sudah sering berbohong.“Sudah kubilang dia itu licik, bu. Dia melakukan ini agar aku bi—”“Bisa apa? Ada sesuatu yang kau selalu sembunyikan, Dante. Aku sudah menganggapmu sebagai putraku sendiri. Kau bi

  • HASRAT TERLARANG ADIK TIRI   88 - TITIK TERLEMAH

    Dante menarik tangan Zoya dengan gerakan kasar, sebuah tarikan tiba-tiba yang menyeret wanita itu menjauh dari suasana tegang di dalam rumah. Langkahnya cepat, penuh energi terpendam dari emosi yang ia tahan sejak lama seolah satu detik lagi ia bisa meledak dan menghancurkan semua yang ada di dekatnya.“KAU TIDAK MENGERTI BAHASA MANUSIA, YA?!” bentakny. Suaranya yang serak dan berat menghentikan langkah Zoya secara paksa dan berbalik menatapnya dengan rahang mengeras. “Kalau kau mau aku bayar penalti karena mengabaikan kontrak, aku akan bayar! Aku akan bayar semua yang kau minta! Kau tidak perlu datang dan mengganggu hidupku!”Zoya sama sekali tidak goyah. Matanya yang gelap memantulkan amarah Dante, namun tatapannya tetap tenang, bahkan terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja ditarik seperti boneka. Di matanya, Dante hanyalah target yang sudah dipahami polanya.Begitu Dante melepaskan cengkeramannya, Zoya segera mengibaskan tangannya seolah kulit Dante adalah debu yang menjijik

  • HASRAT TERLARANG ADIK TIRI   87 - USAHA MENCOMBLANGKAN DANTE

    Hari itu dimulai dengan cengkeraman kasar Dante dan senyum manis yang dipaksakan Zoya. Sejak berhasil masuk ke rumah itu dan membuat Sarah percaya pada status yang bahkan tidak pernah ada, rumah terasa seperti miliknya sendiri.Ia datang hampir setiap hari. Kadang sore membawa kue, kadang pagi hanya untuk menyapa, kadang muncul menjelang makan malam dengan alasan kebetulan lewat. Dalam hitungan hari, keberadaannya sudah menyatu dengan rutinitas keluarga.Hal yang paling menyayat hati justru datang dari arah yang tidak diduga. Sarah yang biasanya formal dan sulit tertawa kini terlihat begitu hidup ketika berbicara dengan Zoya. Tawanya lepas, wajahnya bersinar, bahkan matanya sampai berkerut di sudut karena terlalu sering tersenyum.Pemandangan itu terasa asing bagi Chloe seolah orang yang membuat ibunya sebahagia itu bukan dirinya, melainkan wanita lain yang jelas tidak sebaik yang Sarah kira.Seolah Zoya adalah anak perempuan yang selama ini diinginkan Sarah. Penampilannya cantik, sup

  • HASRAT TERLARANG ADIK TIRI   86 - KEKACAUAN BERNAMA ZOYA

    Dante sudah berdiri kaku di ambang pintu. Aura gelapnya memenuhi teras yang seharusnya menyambut pagi hari dengan damai. Dan di sana, berdiri di bawah sinar matahari pagi adalah sumber kekacauan itu.Rambut sebahu Zoya yang dipadu dengan midi dress merah muda yang ia kenakan terlihat begitu kontras dengan suasana tegang. Ia terlihat cantik, sangat cantik, tapi kehadirannya di depan rumah ini terasa seperti minyak yang disiram ke kobaran api amarah Dante.Mata Dante menyipit. Tidak ada sapaan atau basa-basi. Hanya kemarahan murni yang merayap di wajahnya. Kedatangannya jelas merusak ketenangan pagi hari.Sesaat setelah Zoya tersenyum tipis—senyum yang sangat Dante benci—pria itu bergerak cepat. Tangan kokohnya menyambar pergelangan Zoya dengan cengkeraman keras dan hampir menyakitkan.“Pergi,” desis Dante dingin. Suaranya rendah dan penuh ancaman. Ia mulai menarik wanita itu menjauhi ambang pintu, berniat mengusirnya sejauh mungkin dari kediamannya.“Dante! Hentikan!”Langkah Dante ter

  • HASRAT TERLARANG ADIK TIRI   85 - TAMU YANG MENGEJUTKAN

    Pintu itu terbuka hampir bersamaan. Di satu sisi, Chloe melangkah keluar mengenakan piyama satin berwarna biru muda yang longgar. Rambut panjangnya dikuncir asal-asalan ke belakang, menyisakan anak rambut halus yang membingkai wajahnya hingga membuatnya tampak manis.Dante keluar dari kamar yang tepat berhadapan. Ia hanya memakai celana training abu-abu dan kaus putih polos yang memperlihatkan sedikit lengannya yang berotot. Rambut tebalnya tampak acak-acakan khas bangun tidur dan beberapa tindik perak kecil berkilauan samar di telinganya.Koridor lantai atas rumah itu terasa hangat oleh cahaya matahari pagi. Mereka berdua berdiri diam. Dipisahkan oleh lantai keramik yang dingin.Chloe menatap Dante yang balas menatapnya. Senyum mereka merekah, bukan hanya di bibir, tetapi juga terasa sampai ke mata.Ini adalah pagi yang baik.Setelah beberapa hari sakit, wajah Chloe terlihat segar dan cerah. Kulitnya kini merona sehat dan jauh dari pucat. Sementara Dante, meskipun belum sepenuhnya pu

  • HASRAT TERLARANG ADIK TIRI   84 - KAKAK ADIK YANG ANEH

    Aroma debu yang terangkat oleh angin senja adalah hal pertama yang tercium. Dante tidak tahu di mana dia, tetapi di sana ada kehangatan yang lembut dan bunyi daun-daun yang bergesekan. Terasa akrab seperti bunyi detak jantungnya sendiri.Ia mendongak. Di atasnya ada kanopi pohon rindang menyaring cahaya matahari sore menjadi serpihan emas yang menari di wajahnya. Dan di sampingnya terdengar tawa itu.Dante melihat dirinya sendiri saat tiga tahun lalu. Ia sedang duduk di samping Chloe, di anak tangga belakang gedung olahraga, tempat yang selalu sepi sepulang sekolah.Chloe menyandarkan kepala di bahunya. Helai rambutnya yang beraroma vanila menggelitik leher Dante. Di jari manis kiri Chloe melingkae cincin kertas pemberian Dante."Sepertinya aku satu-satunya alumni yang sering datang ke sini," bisik Chloe.Dante melingkarkan lengannya di bahu gadis itu, lalu menariknya lebih dekat. Keindahan sore itu terasa seperti sebuah kanvas yang telah selesai dilukis oleh alam semesta. Di usia mer

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status