Charlotte, a weak young lady with beautiful captivating eyes,witnesses the gruesome death of both her parents by a strayed werewolf. She is saved by a stranger who is also a werewolf named Daniel. Daniel notices the strange color of her eyes, and knows immediately she was not human,but a more powerful creature. He gets her admitted to a school of shapeshifters in Oakwood. Upon admission to the school, she gets attracted to a very cold, powerful and strong Lycan named Xander,who gives off danger signs and he's rumored to be the alleged murderer of his parents. What powerful creature is Charlotte? Will she stay away from Xander,or will she get closer to him despite his reputation?
View MoreTerkabulnya Doa Istri Pertama
Bab 1Awal kehancuran dan Kebangkitan"Terima kasih, Pak!" Dengan hati-hati, Sarah turun dari taksi. Senyum penuh kebahagiaan mengembang dengan sempurna mengiringi langkahnya memasuki halaman rumah. Ia yang sendiri an dari klinik bersalin, mau tidak mau tangannya penuh bawaan. Tangan kiri menggendong bayi lelakinya yang diberi nama Emir Mahendra, sedang tangan kanan menenteng tas berisi keperluan selama di klinik bersalin. Kebahagiaan itu kian bertambah tatkala sang suami—Hendrik—menghentikan laju kendaraan roda empatnya di garasi tepat saat Sarah hendak membuka pintu rumah mereka. "Mas, udah pulang?" tanyanya sumringah begitu Hendrik keluar dari mobil. Bayangan akan sambutan dan permintaan maaf dari suami untuknya karena sudah berhasil melahirkan sang buah hati dan tidak bisa menemani selama persalinan mulai berputar-putar di benak Sarah. Namun, bayangan itu berhenti dan berganti menjadi sebuah pertanyaan ketika Hendrik bukannya segera menghampiri dirinya setelah mengitari kap mobil, melainkan membuka pintu kursi depan di samping supir. 'Siapa yang ada di dalam?' batinnya penuh tanda tanya. Penasaran sekaligus cemburu segera menyeruak. Mata yang sempat berbinar penuh kebahagiaan kini menghilang seiring perlakuan manis nan romantis Hendrik kepada perempuan cantik dan seksi yang hanya menggunakan pakaian serba kurang bahan ketika turun dari mobil. "Siapa dia, Mas?" tanya Sarah penuh penekanan. Ia maju ke hadapan dua manusia dewasa yang sama sekali tidak melepaskan genggaman. Sakit, kecewa dan marah langsung bercokol di dada begitu kedua mata Sarah melihat itu semua. "Apa yang kalian lakukan? Kalian bukan muhrim. Ngerti, gak? Dan kamu, jadi perempuan jangan gatal!" Dengan dada penuh gebu, tas jinjing ia lepaskan begitu saja lalu merangsek melepaskan genggaman itu. Tak lupa, jari telunjuknya hampir ia colokkan ke mata perempuan itu. "Jangan sakiti dia, Sar!" bentak Hendrik seraya menghempaskan telunjuk Sarah. "Apa maksudmu membentak ku, Mas? Siapa dia, hah! Kenapa kamu membelanya?" protesnya menggelegar, ia tak mempedulikan bayinya dalam gendongan. Matanya bergantian menatap tajam Hendrik. Rasa kecewa menyeruak seiring pupusnya harapan mendapatkan perlakuan manis dari Hendrik untuknya. "Harusnya kau menyambutnya dengan baik, bukan malah begini. Karena dia adalah istri baruku, madumu! Namanya Novi. Aku menikahinya dua hari lalu," jelas Hendrik penuh semangat. Duar!!!! Bagai tersambar petir di siang bolong. Rasa sakit, kecewa, dan kemarahan akan bentakan Hendrik semakin bertambah setelah penjelasan itu memasuki rongga telinga Sarah. Terlebih lagi saat menjelaskan itu, kedua manusia itu bersitatap penuh cinta tak mengindahkan kehadiran dan perasaan Sarah. "Dua hari lalu?" Sarah berhenti sejenak memastikan pendengarannya, dua manusia itu mengangguk mantap. "Oh, ini alasan kamu tidak bisa pulang saat aku merasakan kontraksi dengan alasan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan? Apa salahku, kurangku, hah? Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik, sholehah selama dua tahun ini. Aku menerima berapapun uang yang kau berikan, padahal gajimu puluhan juta. Aku juga menerima ketika tidak boleh ada ART dengan alasan tidak mau ada orang lain di rumah ini. Kenapa kamu malah membawa orang baru di rumah ini, di rumah tangga kita, hah? Jawab!" Sekuat tenaga Sarah meluapkan amarahnya. Kini ia benar-benar marah, jantungnya terasa memompa darah puluhan kali lebih cepat hingga terasa mendidih. Di kepalanya seakan-akan berasap hendak meledak. Perasaan dan harga dirinya sebagai perempuan dan istri tercabik-cabik, berkeping-keping. Ia tidak terima jika segala pengorbanan sebagai istri, diduakan diam -diam begitu saja tanpa alasan yang tidak menyakitkan. "Kamu mau tahu?" Terpancing, Hendrik pun ikut meledak-ledak. "Karena kamu tidak pernah bisa melahirkan anak perempuan sesuai syarat yang diajukan Nenek untuk mendapatkan warisan, mengerti?" Hening! Hanya terdengar detak jantung dari ketiganya—terutama Sarah—yang masih bertalu-talu, bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Sarah luar biasa kaget akan alasan itu. "Jadi, itu alasanmu? Di mana hati nuranimu, Hendrik? Hah, di mana? Kau tega-teganya menduakanku karena anak," jeritan Sarah tak terelakkan lagi. Seperti sudah disiapkan Tuhan untuk mendapatkan cobaan seperti ini, Sarah tidak merasakan apa itu lemas dan lemah. Terbukti, ia melahirkan begitu lancar tanpa kendala sedikitpun. Bahkan, berangkat ke rumah sakit bersalin hanya ditemani tetangganya. Itu pun hanya sebentar. Dengan kekuatan seperti layaknya tidak sedang habis melahirkan, Sarah dengan derap cepat mengambil tas jinjing itu. Lalu, mengayunkannya menghantam dada Hendrik yang pernah memberikan kehangatan dan kenyamanan. Hendrik pun terkesiap, lalu terhuyung ke belakang. Hampir saja tubuh kekarnya membentur mobil. Beruntung, Hendrik langsung tersadar dan berusaha menegakkan tubuhnya. "Kamu apa-apaan, sih, Sar?" amarah Hendrik tak terima. "Itu tak sebanding dengan rasa sakitku, Hendrik!" Mata keduanya bersitatap penuh kilatan amarah. Beruntung, bayi Emir sama sekali tidak terganggu akan kondisi kedua orang tuanya yang sedang tidak baik-baik saja dan Hendrik tidak membalas Sarah. "Sungguh! Aku tidak menyangka kamu ternyata bar-bar, juga durhaka pada suami. Aku beruntung sudah menikahi Novi yang cantik, baik hati dan solehah tidak seperti kamu!" ungkap Hendrik penuh kebencian , telunjuknya tak pernah lepas di depan mata Sarah. "Berani kamu membandingkan diriku dengan wanita murahan ini? Dan apa katamu? Dia solehah? Sudah buta dan jatuh rupanya seleramu!" Mata Sarah memindai Novi dari atas sampai bawah dengan remehnya. "Tutup mulutmu, Sarah!" Hendrik kembali membela Novi"Aku tidak mau mendengar pembelaanmu untuk perempuan jalang perebut suami orang. Sekarang putuskan, kamu pilih aku atau dia?" Rasa sakit bertubi-tubi, membuat pilihan untuknya. "Haha! Kamu menantangku?" Bukannya merasa bersalah, Hendrik malah berkacak pinggang dan tersenyum mengejek. "Jelas aku memilih Novi yang akan memberikanku anak perempuan, daripada wanita tak tahu diri sepertimu! Sudahlah tidak bisa memberikan anak perempuan, malah semakin bar-bar dan durhaka. " Usai mengatakan itu, Hendrik memeluk pinggang ramping milik Novi. Dipilih Hendrik, membuat Novi menyunggingkan senyum kemenangan. Ia benar-benar merasa di atas angin. "Mas, ceraikan wanita udik ini, sih!" pinta Novi dengan nada manjanya, tangannya tak berhenti bergerilya di dada bidang milik Hendrik saat keduanya berhadapan. Jangan ditanya perasaan Sarah, sangat sakit untuk kesekian kalinya. "Oh, tentu saja, Sayang!" ucap Hendrik penuh kelembutan, segera saja ia lepaskan pelukan itu. Lalu, mempertegas sikap di hadapan Sarah. "Mulai saat ini, Aku Hendrik Mahendra menalak kamu, Sarah Puspa Ningrum! Kamu bukan istriku lagi dan sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi." Mata Sarah menutup, sakit di dadanya terasa semakin berat. Berton-ton batu terasa menghimpit, menghujam dadanya begitu dalam. Saking sakitnya, dunia seakan berhenti berputar untuknya. Benar-benar seperti terasa mati . "Tuh, kan, Sar. Mas Hendrik aja pilih aku, yang katamu wanita murahan ini. Kamu apa? Dipilih aja, gak. Terima kasih, ya, Mas!" ledek Novi, membuat Sarah membuka matanya. Sadar, bahwa dunia seperti tidak berpihak padanya lagi. "Boleh kamu menang dan merasa di atas angin saat ini, Novi! Tapi, lihat apa yang terjadi di kemudian hari! Kamu akan merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Kamu akan merasakan sakit hati yang lebih dalam lagi dari aku. Camkan itu! Dan untuk kamu, Mas. Duniamu akan hancur sehancurnya. Ingat, tabur tuai itu berlaku!" "Haha…."The Oakwood AcademyCharlotte Pov I stood, perplexed by everything he said and the whole situation. I was confused, my whole life’s beliefs were being swayed all of a sudden. I didn't know what to believe, what was real and what was true. I just stood, thinking about everything he said. Am I really not human? Funny, because all my life I always thought I was human. Until now I was clueless about the existence of shapeshifters, now I have to stay with them! I've always lived with humans, damn I thought I was human. “Mr Daniel, you believe I'm this Dragona creature right?”“Please, it's Daniel. And yes, judging by your eyes I'll say you're a Dragona, but the power you displayed in there is not of a Dragona.” he said pointing at my house. For some reason I believed him. I've always known I have strange eye color, but I never thought too much about it. I doubt he’s lying to me, something about him makes me trust him. “Okay, so Mr Dani…sorry Daniel, so what you're saying now is I mi
The Revelation Slowly, the surge of energy around her dispersed. He stared at her,as she tried to control her tears. She tried to hide it, but she looked lost and shattered. He didn't know why, but he felt a pang of pain looking at her in that state. She was a stranger to him, they had just met, but he felt the need to comfort and console her like a Father would. With that feeling and thought in mind, he walked up to her and held her shoulder. “What do you think you're doing huh? Trying to hide your tears and pain? Listen child, doing that is useless. It won't help you in any way, it will instead make things worse. You shouldn't hide your pain and tears, instead you should let them out. Crying is a healing process. In order to heal and move on from our burdens, anguish and sorrows, it's necessary to cry once or twice. Hiding or controlling it will only make it worse. You have to let it all out, just let it out child”. He said,as he looked at her with sympathy. Charlotte l
Pain and griefShe looked at the man in front of her, wondering why he was mute. He hasn't uttered a word to her since he called her, except for the weird question he asked her. She patiently waited for him to say something, he must have something to say to her since he told her to stop. She looked at him as he stood, looking back at her. At this point, she was getting impatient, and slightly annoyed by his silence. “Why isn’t he saying anything? If he has nothing to say, and all he’s going to do is stare at me, then why bother to stop me?”She thought as she furrowed her brows. She was getting impatient. Now that that wolf was dead, thanks to this stranger, she needed to go check up on her parents. She had to go now, to stop herself from overthinking and worrying too much. She had a bad feeling, she hated it and she wanted to get rid of it. “I need to get to my parents now! I must leave now, I should tell him. I'm grateful he saved me, it's only because of him I'm alive now. I don
Saved by a stranger Charlotte surged deeper into the woods, she scanned the scenery around her trying to find some help. She ran frantically, darting her eyes around in hopes of finding someone to help. Her vision was blurred by unshed tears, she ignored the pain she got from running too fast. She kept thinking about the heart wrecking state she left her Father. "I have to find some help, I need to help them. Someone,I just need someone to help, just someone." she said continuously as she wiped the tears off her face. "Ahhhh" she cried out as she tripped over a stick and fell flat on her face. She tried getting up,but she felt a twinge of pain on her ankle, she sprained her ankle. "How useless can I be? I just had to fall and sprain my ankle at a time like this. All I had to do was look for some help, but I can't even do that." she chastised herself in anger and frustration. "No Charlotte, you can do this, you can't give up, you have to help them! She exclaimed as she got up
How it all started Charlotte stood,looking in horror at the strange wolf-like creature in front of her.Her heart paced as she looked at the creature with a bewildered look. Sweat trickled down her face as she remained glued to a spot,paralyzed by fear. "No way! This can't be happening,this is definitely not real" she frantically shakes her head. "Why's a wolf here, and why is it this massive? I have to run,I have to warn Mum and Dad"She finally regains her consciousness and musters up enough strength to run away, but she is stopped by the wolf. The wolf leaped on her and tried to dig his claws into her,but he was stopped by her father(Mr Fried),who did not look surprised to see the werewolf. He's a middle aged man with broad shoulders,beards on his face and light brown hair. "Run Charlotte!" He yelled,as he took a stake and stabbed the wolf with it. "I said run" he shouted,trying his best to stop the wolf from getting to Charlotte. "No! I can't leave you,where's Mum? I can
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments