Home / Romansa / Papaku Masih Perjaka / Bab 6 : Punya Mama Sab

Share

Bab 6 : Punya Mama Sab

last update Last Updated: 2023-04-02 10:01:19

“Aku punya ibu.”

Beberapa menit yang lalu Maha kembali berdebat dengan Kenzo. Bocah yang umurnya hanya terpaut beberapa bulan saja itu sudah berdiri berhadapan dan adu argumen. Maha bahkan sudah menampilkan wajah masam dengan mata menyipit. 

“Tidak punya, kamu itu cuma punya papa, jangan bohong!” Kenzo, teman sekelas yang paling menyebalkan untuk Maha. Entah kenapa mereka seperti musuh bebuyutan, padahal sama-sama bau kencur, tapi soal sombong menyombong sudah melebihi orang dewasa. 

Dua murid berseragam olahraga itu masih saja berdebat di ruang senam sekolah mereka, hingga Miss Farah - sang guru mendekat. Ada perintah dari atasannya untuk mengajak dua anak itu ke ruang kepala sekolah.

“Maha, Kenzo kenapa sih kalian berdua itu tidak bisa rukun? Miss sampai bingung atau Miss yang salah ya? Tidak bisa mengajari kalian bagaimana cara berteman yang baik?” Miss Farah menggandeng Maha dan Kenzo di kiri dan kanan, sedangkan dua bocah itu berjalan sambil menunduk. Seolah sadar akan kesalahan yang sudah mereka perbuat.

Sesampainya di depan ruang kepala sekolah, Miss Farah langsung membuka pintu. Siapa sangka saat melihat Sabrina di sana timbul perasaan aneh di hati Maha. Bocah itu ingin menunjukkan ke Kenzo bahwa dia memiliki ibu. Ya, Ibu. Sebentar lagi akan diadakan study wisata ke kebun binatang. Teman-temannya pasti akan didampingi papa dan mama. Maha juga menginginkan hal itu, dia yang sangat mendamba sosok ibu seketika menghambur ke arah Sabrina. Memeluk pinggang wanita itu dan mengucapkan kata-

“Mama!”

Sabrina melongo, begitu juga dengan Gama yang heran dengan tingkah putranya. Terlebih lagi ibunda Kenzo yang baru saja mengatai Sabrina adalah pengasuh Maha, mulutnya menganga sampai rahangnya hampir terlepas.

Mendapati bocah itu memeluk sangat posesif, Sabrina pun merasakan ada yang aneh di dalam hati. Tangan kanannya bergerak tanpa bisa dia kendalikan untuk mengusap punggung Maha. Bibirnya memulas senyum, entah kenapa dia suka bau cologne yang digunakan anak itu.

“Mama cantik hari ini.”

“Hah!”

Sabrina terbengong seolah baru sadar dengan panggilan yang Maha berikan kepadanya, padahal dia sudah merasa salah kostum sampai dihina oleh ibunda Kenzo sebagai pengasuh. 

Namun, pujian dari Maha sukses membuat pipi Sabrina merona. Ia juga heran, bocah yang kemarin hanya diam saja saat dia antar pulang itu kini ramah bahkan terus melempar senyum manis. 

Gama sendiri paham, dia tahu apa yang ada dipikiran putranya. Pria itu menoleh menatap tajam ibunda Kenzo, pengacaranya lalu kepala sekolah. Dengan tegas Gama pun bertanya, 

“Apa yang anda inginkan sekarang? Bukankah Anda yang menyerang Sabrina duluan dengan menjambak rambutnya? CCTV terpasang di semua sudut sekolah ‘kan? kalau masalah anak kecil bertengkar menurut saya wajar, tapi di sini saya jelas akan menuntut Anda dengan tuduhan penyerangan.”

Ibunda Kenzo mengulum bibir, dia senggol pengacaranya yang malah nampak bingung. Saat menoleh, pengacara itu mengernyit karena kliennya malah pura-pura batuk.

Pada akhirnya mereka memutuskan untuk damai, tapi Gama menginginkan Maha dipindah kelas. Ia tidak ingin mental anaknya terganggu karena sering diejek tidak punya ibu oleh Kenzo. Ia takut dengan kemungkinan siswa lain yang akan ikut-ikutan.

“Kenapa? aku tidak takut diejek, aku ‘kan punya mama Sab,” celoteh Maha yang membuat mata semua orang kini tertuju ke Gama.

Pria itu bingung, apa lagi saat Sabrina menatapnya dengan sorot mata yang tak kalah bingung darinya. Gama tak tahu harus berbuat apa, tapi sebuah kalimat bijak dia pakai untuk menjawab Maha.

“Kalau Maha janji tidak akan bertengkar lagi dengan teman, Maha tetap boleh berada di kelas yang lama.”

“Janji, tidak ada yang akan mengejek aku lagi, aku sudah punya mama,” jawab Maha dengan senyuman lebar. “Mama Sablina,” imbuh bocah itu yang seketika tidak bisa mengucapkan huruf ‘r’.

_

_

Sabrina terdiam, tangannya bertaut di atas paha. Lagi-lagi Gama tidak mau dia yang membawa mobil. Pria itu melirik jam di dashboard, melihat pukul sebelas hanya kurang sepuluh menit lagi, Gama pun memutuskan untuk langsung pergi ke PG Group.

“Sab, lusa pemotretan di Be Hotel apa kamu sudah memastikan bahwa MUA yang digunakan bukan Zack?”

Pertanyaan Gama membuat Sabrina gelagapan, dia menoleh lalu mengangguk. “sudah Pak, saya tahu dari bu manager kalau dia pernah … “ Sabrian menjeda kata, dia sungkan melanjutkan kalimat. 

Bukan tanpa alasan Gama tak menyukai Zack. Karena tidak memiliki istri, banyak orang yang menyangka dia penyuka sesama jenis, salah satunya pria bernama Zack – yang bekerja sebagai make up artis, pria itu bahkan berani menggoda dan membuat Gama jijik.

Padahal jelas Gama adalah pria tulen, pikiran orang tentang Maha yang anak pungut sebagai alibi penyimpangan seksual Gama itu salah besar.

“Aku pria betulan Sab, aku bukan pria jadi-jadian,” ujar Gama sambil melirik Sabrina. Ia tersenyum dan malah membuat sang asisten merasa tak enak hati.

“Kenapa Anda bilang ke saya?”

“Apa?” Gama seketika cengo. Ia bahkan mengerjab beberapa kali karena bingung bagaimana merespon pertanyaan Sabrina.

***

Sementara itu, di sudut lain dari kota ini seorang wanita duduk diam di mobil sambil menggigiti kuku jari. Ia bingung karena sebuah vonis dari dokter membuatnya takut untuk memberitahu papanya.

“Tumor di rahim Anda sudah membesar dan jalan satu-satunya adalah melakukan pengangkatan rahim.”

Naura kembali mengingat ucapan dokter, dia benar-benar bingung. Sebagai anak tunggal dia pasti akan membuat orangtuanya kecewa jika tidak bisa memberikan keturuan ke keluarga. Naura menyesal, peristiwa beberapa tahun yang lalu, kini kembali berputar di otaknya, dan dia merasa ini karma akan perbuatannya.

“Gama, aku harus kembali ke Indonesia dan menemui dia. Membawa anak itu ke depan papa akan jauh lebih baik, setidaknya papa tidak akan terlalu kecewa,” gumamnya di dalam hati.

_

_

“Ge, apa benar kamu sudah memiliki calon ibu untuk Maha?”

Gama yang diundang makan malam keluarga terkejut dengan pertanyaan sepupunya yang bernama Rain. Kening Gama bahkan sampai terlipat, belum lagi tatapan om, tante juga papa mamanya.

“Bercandamu tidak lucu,” jawab pria itu sambil membuang muka dan menenggak air minum. Terlihat jelas di mata seluruh keluarga dia sedang grogi.

“Olla bilang, Maha cerita kalau kamu punya kekasih namanya Sabrina, apa benar?” Kini Embun istri Rain ikut-ikutan bertanya. Wanita yang pernah menjadi cinta pertamanya itu membuat Gama tersedak sampai terbatuk-batuk.

“Ocehan bocah kenapa kalian percaya?” elak Gama, dia benar-benar tak menyangka bahwa Maha akan menyebarkan gosip sedemikan rupa.

Namun, bak memang sudah direncanakan, mereka kompak ingin menggoda Gama. Satu persatu dari mereka mulai mengeluarkan pendapat. Bahkan Tama – sang papa berkata bahwa dia akan membuat pesta tiga hari tiga malam jika benar tahun ini putranya akan menikah.

“Rain saja sudah memiliki dua putri, apa kamu juga tidak ingin memiliki putri yang lucu seperti Olla?”

Felisya sebagai ibu yang sejak awal yakin ada yang Gama sembunyikan ikut buka suara, wanita itu masih meyakini bahwa putranya berbohong. Ada hal yang tidak bisa putranya itu katakan demi Maha. Felisya pun menoleh cucunya yang asyik bermain dengan Olla. Ia membuang napas kasar lalu memanggil bocah itu.

“Maha, ini makannya sudah belum Nak?”

Maha tak menyahut, bocah itu masih sibuk bersama Olla merencanakan sesuatu. “Besok saat ke kebun binatang aku akan meminta mama Sab ikut. Kata Bik Mun mama Sab adalah konsisten papa, orang yang selalu dekat sama papa.”

“Oh … mereka pasti seperti mami dan papiku, seperti tabebe dan Om Glass, selalu dekat.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Ria Rifantiani
asisten sayankuu... ngakak mlah jadi konsisten
goodnovel comment avatar
Dewi Setianingrum
gemeshhh dehhh sm bocil2 ini haha
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
Asisten Maha, kenapa jadi konsisten .........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Papaku Masih Perjaka   Bab 95 : Bidadari (TAMAT)

    Maha masih memeluk Sabrina, anak itu mengusap perut ibunya dengan lembut hingga tiba-tiba saja wanita itu mundur sambil mendorong Maha menjauh. Sabrina merasakan ada air yang merembes deras di antara pahanya.“Ibu!” panggil Sabrina ke Mirna.Wanita itu pun mendekat, dan Maha ditarik mundur oleh Gama. Suasana kamar sedikit kacau, beruntung perawat yang mengantar Maha dan Olla tadi belum terlalu jauh pergi. Embun buru-buru memanggilnya kembali.Sabrina seperti ketakutan, dia berusaha bernapas dengan mulut hingga tanpa sadar mengejan. Sabrina memasukkan tangan ke balik baju pasien yang dikenakan dan manarik pantiesnya ke bawah.“Ibu, kepala bayiku,” pekik Sabrina setelah sadar ada yang keluar dari jalan lahir.“Hah! kepala?”Mirna dan Felisya kalang kabut, mereka berteriak memanggil dokter atau pun perawat. Beruntung Perawat tadi langsung berjongkok di dekat Sabrina. Tanganya mengadah di antara dua kaki Sabrina. Ia memberikan instruksi agar Sabrina mendorong lagi. Sabrina membuka lebar k

  • Papaku Masih Perjaka   Bab 94 : Kontraksi

    Lima bulan kemudianGama bingung dan cemas, sejak tadi dia mondar-mandir kamar inap Sabrina. Istrinya itu sedang kesakitan menahan gelombang cinta dahsyat yang diberikan bayi mereka. Di sela kontraksi yang mendera tubuh, Sabrina dibuat pusing dengan kelakuan Gama.“Duduk lah, apa kamu tidak capek?” tanya Sabrina sambil berusaha mencari posisi yang nyaman, ini sudah delapan belas jam, dan bayi berjenis kelamin laki-laki buah cintanya dan Gama masih sibuk mencari jalan lahir.“Sab, aku panggil dokter ya, kita lakukan operasi saja,” kata Gama. Mungkin sudah yang ke sembilan kali dia mengatakan hal ini, tapi jawaban Sabrina tetap sama.“Tidak mau, aku sudah merasakan sakitnya berjam-jam, aku bisa menahannya lebih lama.”“Jangan berbohong! kamu kesakitan Sab. Lihat apa yang kamu tinggalkan di lenganku!” kata Gama sambil menunjuk bagian tubuhnya itu. Sabrina malah tertawa mengamati bekas lecet yang dia buat, lengan Gama beberapa kali dijadikannya pegangan saat kontraksi terjadi, hingga kuk

  • Papaku Masih Perjaka   Bab 93 : Putusan Pengadilan

    Diwakili oleh pengacaranya, Bagaskara hari itu harus menelan rasa kecewa karena hakim pengadilan memutuskan bahwa hak asuh Maha jatuh ke tangan Gama. Menimbang segala bukti dan dikuatkan dengan surat permohonan Naura, membuat hakim yakin jika anak itu lebih baik berada di bawah pengasuhan Gama. "Maha, bilang terima kasih ke Pak hakim!" perintah Gama ke Maha yang hari itu ikut ke pengadilan bersamanya. Gurat bahagia terpatri jelas di wajah Gama juga Sabrina, akhirnya perjuangan untuk mendapatkan dokumen legal sebagai orangtua Maha sudah ada di tangan mereka. "Terima kasih," ucap Maha sambil memberikan hormat, kepalanya mengangguk kecil dan berhasil membuat hakim tersenyum. Hakim ketua mengusap kepala anak itu lembut, dia tahu Naura sudah meninggal. Agak teriris batinnya membayangkan anak sepolos Maha kehilangan ibu kandung dan bahkan tidak tahu siapa ayah kandungnya. Tak jauh dari tempat Sabrina dan Gama berdiri, Rudi berbincang dengan pengacara Bagaskara. Wajah pengacara itu

  • Papaku Masih Perjaka   Bab 92 : Jujur Tentang Masa Lalu

    Duka masih menyelimuti hati Gama dan Sabrina, perasaan benci yang berubah menjadi simpati membuat ke duanya merasa sangat kehilangan Naura. Masih tak mereka sangka Naura harus pergi di saat hati Maha mulai terbuka, di saat semua orang bisa menerima kehadirannya dan memaafkan kesalahannya.Gama dan Sabrina menatap Maha yang terlelap tidur di ranjang mereka, belakangan anak itu seolah tahu bahwa wanita yang melahirkannya telah tiada, banyak yang Maha tanyakan salah satunya kenapa Naura pergi, ke mana dan akankah mereka bisa bertemu dengan wanita itu lagi suatu saat nanti.Awalnya Sabrina kebingungan. Menjelaskan secara rinci ke Maha jelas tidak mungkin dia lakukan, hingga sebuah kalimat paling mudah dia ucapkan. Bahwa Naura sakit, tapi kini sudah sembuh dan pergi ke surga bertemu dengan orang yang paling dikasihi.“Kemungkinan keputusan pengadilan akan dipercepat,” bisik Gama, dia peluk Sabrina dari belakang dan mengusap lengan istrinya yang terus menatap Maha.“Itu menjadi kabar baik d

  • Papaku Masih Perjaka   Bab 91 : Perpisahan

    Acara liburan di pantai menjadi hari terakhir Adam mendengar Naura bicara dan tersenyum. Setelah itu kondisi sang istri terus saja melemah hingga terbaring koma. Adam seorang diri menjaga Naura, bagaimana tidak? bahkan saat dikabari, Bagaskara acuh kepada kondisi putri kandungnya.“Aku sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi, setidaknya sebelum koma dia bahagia karena Maha mau berinteraksi dengannya, meski anak itu belum mau memanggilnya Mama.”Gama duduk bersisian dengan Adam. Mendengarkan setiap curahan hati pria itu. Gama tahu Adam pasti sangat hancur, baru saja dia menemani pria itu mendengar penjelasan dokter yang bertanggungjawab pada kondisi Naura. Gelang pasien di pergelangan tangan kiri Naura sudah diganti menjadi warna ungu yang artinya harapan hidup pasien sangat kecil. Jika semua alat penunjang kehidupan Naura dilepas, maka wanita itu akan pergi untuk selamanya.“Aku tidak ingin menyetujui saran dokter, jika harus pergi biarlah dia pergi saat jiwanya sudah ikhlas,” lirih

  • Papaku Masih Perjaka   Bab 90 : Pantai dan Kenangan

    “Kamu memang anak tidak bisa diandalkan!”Kalimat kejam itu meluncur dari bibir Bagaskara, dia meminta Naura datang menemuinya dan hanya makian yang diperdengarkan. Ia sama sekali tidak menanyakan kondisi putrinya yang nampak begitu pucat.“Papa tidak akan bisa mengambil Maha dari Gama, dia akan menjadi putra Gama dan Sabrina selamanya,” kata Naura tanpa memandang Bagaskara.Tangan pria tua itu mengepal karena bantahan sang putri. Ia pun melempar vas bunga di dekatnya sampai hancur berkeping-keping.“Terserah! Lakukan sesukamu, aku bahkan tidak peduli kalau kamu mati sekalipun.”Bagaskara pergi meninggalkan Naura dan Adam di ruang tamu. Buliran kristal bening mengalir membasahi pipi Naura. Ia sangat menyesal karena sudah mengambil langkah yang keliru. Seharusnya dia tidak perlu datang ke Bagaskara karena meski bergelimang harta jiwanya terasa begitu hampa.Naura menoleh Adam, masih dengan air mata berlinang dan suara yang berat, dia mengajak suaminya pulang. Dari pada memikirkan tenta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status