Taxi menepi di depan Hotel Dukes Palace, Bagas membuka pintu taxi dan menggendong Kara masuk ke dalam hotel. Entah karena apes atau apa, lagi-lagi ia bertemu Thalita yang juga baru akan masuk ke dalam hotel dengan pria Spanyol yang tadi pagi ia lihat di lobby bersama Thalita. Bagas menatap Thalita dengan tatapan yang tajam. Ia memang tahu jika Thalita sering bergonta-ganti pria, tapi ia tak pernah menyaksikan secara langsung yang ternyata rasa sakitnya beratus kali lipat. Wajah Thalita nampak terperangah melihat Bagas menggendong Kara dipunggung nya. Ada perasaan tak terima di hatinya, ia tidak ingin Bagas menyukai orang lain selain dirinya. Saat Thalita ingin membuka mulut mengatakan sesuatu, Bagas sudah mendahuluinya. "Aku udah dapat jawabannya, kamu gak perlu jelasin lagi. Ini terakhir Ta, aku gak akan pernah temuin kamu lagi,"tukas Bagas lalu berlalu menuju lift yang membawanya kembali ke suite nya di lantai lima. Bagas menidurkan Kara di atas tempat tidur, lalu membuka sepa
Paris, Perancis. Seperti kebanyakan orang bilang, adalah kota yang sangat romantis. Bangunan-bangunan kota yang artistik berpadu dengan keindahan sungai Seine membuat siapapun akan betah berlama-lama di sana. Sayang Kara hanya memiliki waktu 24 jam untuk menikmati keindahan Paris. Bagas mengarahkan mobilnya ke sebuah hotel bintang lima yang tidak jauh jaraknya dari Eiffel Tower, Hotel Plaza Athenee. Hotel Plaza Athenee, adalah sebuah hotel bersejarah yang sudah mulai dibangun sejak tahun 1911 dengan gaya arsitektur Parissian Haussmann. Mereka mulai merestorasi design hotel menjadi agak sedikit kontemporer dengan jasa arsitektur yang terkenal Jean-Jacques Ory. Kara terperangah melihat kemewahan hotel yang didominasi oleh dinding berwarna krem dan kanopi-kanopi berwarna merah di hampir setiap jendela dan pintu. "Ayo masuk! Bengong aja!" Bagas menarik ujung baju Kara setelah menyerahkan kunci mobil pada petugas Valet. Kara mengikuti Bagas menarik kopernya masuk ke dalam hotel.Setel
Entah siapa yang memulai, namun tiba-tiba beberapa pengunjung dan staf restoran mulai ikut terbawa euforia saat melihat Bagas berlutut di depan Kara. Mareka ramai-ramai berkata, "Say Yes! Say Yes! Say Yes!" membuat wajah Kara menjadi merah muda saking malunya. Ini benar-benar terasa seperti nyata. Siapa yang akan mengira kalau mereka hanya pasangan pura-pura. "Kar, lutut saya udah mulai pegel nih, kamu tinggal jawab yes aja lama banget," desis Bagas sambil tetap tersenyum, membuat Kara langsung tersadar kalau ini bukan proposal sungguhan. "Yes I will," jawab Kara sambil tersenyum manis karena seluruh mata menatapnya menunggu jawaban. Dengan lembut Bagas menyematkan cincin di jari manis Kara, dan mereka nyaris meledak tertawa saat mendapati cincin itu terlalu longgar untuk Kara. Hal yang wajar, karena Bagas sama sekali tak tahu ukuran lingkar jari manis Kara. Mereka berusaha terlihat seromantis mungkin agar pengunjung yang sedang ikut menonton tidak kecewa. Tanpa diminta seorang fo
'Congrats Kara, wah keren banget sih kalian!''Ya ampun lo kapan pacarannya sih kok tau-tau udah di lamar aja, anw congrats ya!''Demi apa siiii calon suami lo ganteng banget Kar! Selamat yaaa so happy for you!''Kar, lo mesti ceritain ke gue semuanya GAK MAU TAU!''KARA TELEPON PAPA SEGERA, KAMU APA-APAAN?'Dan masih banyak lagi pesan lainnya yang masuk ke ponsel Kara setelah ia memposting foto wedding proposal Bagas tadi malam. Ia baru saja bangun dari tidur dan mendapati Bagas masih tertidur pulas di sampingnya. Kara bangun dari tempat tidur lalu berjalan malas ke kamar mandi, setelah sempat tertidur sebentar di bathtub, Kara membereskan barang-barangnya, seingatnya mereka akan check out pagi ini dan langsung menuju London. Ia menelepon room service, meminta sarapannya dan Bagas untuk di antarkan ke kamar. Tak lama seorang pelayan datang, membawa meja dorong penuh dengan makanan lezat. Tanpa menunggu Bagas bangun, Kara menyikat makanan tersebut dengan lahap. Setelah itu Kara ya
Setelah menempuh perjalanan hampir enam jam lamanya, Kara dan Bagas sampai di Mandarin Oriental Hotel di London - UK. Dengan lelah, Kara mengikuti bell boy yang mengantarkannya dan Bagas menuju suite room yang sudah di pesan Bagas. Suite mereka menghadap langsung ke Hyde Park, membuat Kara betah lama-lama melihat ke Jendela. "Tumben Gas, pilih yang kamarnya ada dua, udah waras yah kamu?" ledek Kara saat mendapati ada dua kamar di suite mewah tersebut. Bagas yang sedang duduk di sofa terdiam, sebenarnya ia sengaja memesan suite besar dengan dua kamar karena menghindari dirinya yang mungkin akan semakin tak terkendali jika tidur berdua dengan Kara. Beberapa kali Bagas mendapati dirinya terdorong untuk mencium bibir Kara, ia takut selanjutnya akan ada dorongan lain yang membuatnya melakukan hal yang lebih jauh kepada Kara. Tubuhnya seperti selalu meminta untuk mendekat pada Kara, padahal Bagas sangat yakin ia benar-benar tidak punya perasaan 'lain' pada Kara. "Di ajak ngomong diem a
Setelah tragedi mencengangkan di Dinner By Heston Blumenthal, Kara dan Bagas kembali ke hotel untuk beristirahat. Mereka tidur di kamar masing-masing dan berjanjian untuk bangun pada pukul 7.00 malam untuk jalan-jalan dan makan malam bersama. "Kara bangun!" Bagas menepuk pipi Kara pelan, membuat Kara langsung membuka mata seketika. "Jadi mau keluar gak?" tanya Bagas acuh. Kara mengucek matanya, lalu menguap lebar. Ia bangkit dari tidurnya menuju kamar mandi tanpa menoleh pada Bagas yang sedang mengawasinya. Lima belas menit kemudian Kara sudah siap untuk berangkat, "Ayok!" tukas Kara sambil merapatkan mantel dinginnya.Bagas tak menyahut, hanya berbalik badan dan segera berjalan keluar dari ruangan suite yang mereka tempati. "Kamu mau kemana?" tanya Bagas saat mereka sedang berada di elevator turun. Kara langsung tersenyum, ia senang jika membahas tentang jalan-jalan. "Ke Westminster Bridge, London Eye, Southbank, eh sama ke situ yuk nyebrang dulu ke Hyde Park! Kan ada Winter W
Paginya Kara terbangun dengan kepala terasa sakit, ia mengernyit dan terkejut saat mendapati Bagas tertidur sambil memeluknya, ia nyaris berteriak namun segera tersadar kalau tadi malam ia yang meminta Bagas untuk memeluknya karena ia sangat kedinginan. Luka di pelipisnya terasa berdenyut-denyut, efek obat biusnya sudah hilang. Dengan segenap tenaga Kara melepaskan tangan Bagas yang masih memeluk tubuhnya, lalu ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan pelan-pelan menuju kamar mandi. "Tunggu, saya anterin!" suara Bagas yang tiba-tiba terdengar, mengejutkan Kara. Ia menoleh dan mendapati Bagas sedang duduk sambil mengucek matanya. Setelah merasa cukup terjaga, Bagas beranjak menghampiri Kara dan memegang lengan Kara. "Baek-baek ntar pingsan!" gumam Bagas, Kara tak menyahut dan tak menolak karena kepalanya masih terasa sakit. Sampai di kamar mandi, "Ya udah sana keluar, saya mau pipis," tukas Kara saat ia sudah di depan kloset. Bagas melirik Kara sambil mengantuk, lalu berbalik ba
"Bagas kita jadi bakal nikah di sana?""Keluarga kamu datang gak?""Keluarga saya gimana? Ya cuma Papa sih paling sama beberapa sahabat, tapi kan tetep aja saya pengen mereka dateng,""Dokumen nikah nya gimana?" "Kamu udah pesen tempatnya? Di hotel mana?"Kara terus menerus menyerocos tak bisa diam saat mereka sudah merebahkan tubuh di atas tempat tidur untuk beristirahat, karena besok pagi mereka harus berangkat ke bandara. Bagas yang cukup khawatir jika Kara akan demam lagi memutuskan untuk tidur di kamar Kara. "Berisik banget sih Kar! I'm trying to sleep!" bentak Bagas sebal. Kara memonyongkan bibirnya, lalu berbalik badan memunggungi Bagas dengan sebal. Merasa belum mengantuk, Kara memasang airpods di telinganya lalu memutar lagu kesukaannya, You're just too good to be trueCan't take my eyes off of youYou'd be like Heaven to touchI wanna hold you so much, Kara bernyanyi lirih dengan suara yang menurut teman-temannya cukup merdu. Bagas mengintip sedikit dan hanya mendapati