Pov Tuti."Mana anakku? Mana anakku? Kalian ambil anakku kan?" Aku sengaja berteriak dan mencecar mereka dengan suara yang lantang.Tadi ketika kusadar, aku sudah berada di atas kasur rumah sakit dengan perut yang sudah kempis. Sial, padahal aku hanya berniat membodohi mereka dengan berpura-pura gila malah aku benar-benar jatuh dari atas meja.Dan kemana anak itu? Anak si tukang selingkuh yang beberapa waktu lalu masih berada di dalam perutku. Kenapa sekarang tidak ada? Apakah sudah dikeluarkan? Kenapa perutku sakit sekali? Argh.Ah tapi aku tak peduli, yang jelas sekarang aku harus terus berpura-pura gila agar aku terbebas dari hukuman.Ya ... meskipun ternyata menyebalkan sekali jadi orang gila. Bahkan tadi aku harus berpura-pura pasrah saat anak-anak panti sialan itu mencoret-coret wajahku.Tapi ... hahaha tidak apa-apa, setidaknya aku berhasil mengelabui mereka dengan cara itu. Si Sandi pun bahkan kini percaya aku sudah gila.Semuanya berawal dari beberapa bulan lalu saat aku meli
Argh.Sejak kematian Mas Yogi aku terus saja dibayang-bayangi rasa takut. Sampai setengah gila rasanya aku berpikir di mana lagi aku akan bersembunyi? Dan bagaimana lagi aku akan bertahan hidup dengan segala kekurangan.Akhirnya setelah aku mencoba bertahan hidup sendiri di dalam hutan, aku menyerah juga. Sebab rasa lapar dan haus yang teramat tak bisa lagi kutahan.Bak orang gila betulan aku benar-benar luntang-lantung di jalanan, diteriaki orang stres, dijadikan lelucon, ditertawakan, dijahili dan dilempari.Dan mirisnya, bukan hanya anak-anak yang melakukan itu, tapi orang dewasa juga."Ada orang gila ada orang gila."Brak brak brak. Batu kerikil dilemparkan segerombolan anak-anak saat aku tidur di jalanan."Jangan wey nanti ngamuk, ayo kabur," kata seorang anak lagi. Mereka lalu pergi bahkan sebelum aku bangun dari kardus yang kujadikan alas tidur itu.Sialan. Aku tak pernah menyangka hidup jalanan akan sama susahnya, aku pikir setelah aku kabur dari hutan aku bisa mencari makana
Setelah menunggu beberapa menit wanita paruh baya itu kembali dengan sepiring nasi penuh."Ayo Pak, dibuka pagarnya." Satpam itu langsung melakukan titah sang bos tanpa menunggu lagi."Sini masuk dan duduk di pos," ajak wanita paruh baya itu lagi.Aku cepat-cepat masuk, tak akan kusia-sia kan kesempatan emas ini, tentunya karena perutku sudah meraung-raung juga sejak tadi."Makan ya, habiskan," ucapnya lagi dengan wajah penuh rasa iba.Hap hap hap. Secepat kilat kumakan nasi dan ikan mas goreng serta tumis sayuran yang sangat lezat di lidah itu."Pelan pelan aja Mbak, kalau masih lapar nanti saya kasih lagi," ucapnya lagi.Aku memelankan pekerjaanku. Sambil melahap sepiring nasi itu dengan pelan, otakku mulai bekerja."Tampaknya wanita ini baik sekali dan mudah tersentuh hatinya, kalau aku manfaatkan saja bagaimana? Aku akan terus berpura-pura jadi orang gila agar mendapatkan simpatinya, hmm mungkin itu akan sangat menguntungkanku."Aku manggut-manggut sendiri sambil terus memikirkan
"Ada orang gilaaa!."Anak-anak yang ada di dalam ruangan itu berhambur ricuh namun ada juga yang tampak senang melihatku ada di sana.Aku yang terkejut segera mengamankan diri ke pojok kelas belakang pintu. "Orang gila orang gila orang gila." Semua anak kemudian bernyanyi sambil bertepuk tangan dan tertawa.Beberapa di antara mereka bahkan tak segan sambil menjahiliku dengan lidi yang mereka ambil dari ikatannya."Heh kerjain yuk dia perusuh."Bugh bugh bugh. Kemudian spidol, penghapus dan buku-buku paket melayang ke arahku."Hentikan anak-anak nakal!" teriakku.Aku pun berlari ke dekat papan tulis, niat hati ingin mengamankan diri namun anak-anak itu makin menjadi.Wajahku malah dicoret-coretnya menggunakan spidol."Nih rasain kamu orang gila hahaha.""Argh hentika ... n!" Aku berteriak kencang.Namun percuma, karena teriakanku tak kunjung membuat mereka takut atau berhenti menjahiliku."Anak-anak nakal! Kumakan kalian hidup-hidup!""Orang gila orang gila orang gila hahaha." Tawa me
"Bangun! Ayo bangun." Suara seseorang menggema di telingaku. Aku terpaksa membuka mata.Rasa perih dan panas di kaki langsung menyerangku tanpa ampun."Bangun!" ucapnya lagi dengan suara lugas.Sontak aku duduk terkejut, "p-p-polisi?" Mulutku tergagap, ingin lari namun kakiku ternyata sudah ditembak."Sudah sehat?"Aku menggeleng cepat, "ampun Pak, saya masih jadi pasien rumah sakit umum, saya habis operasi pengangkatan bayi." Aku beralasan meski dengan suara yang tercekat di tenggorokan."Alasan saja kau, sudah ayo ikut bersama kami ke sel. "Aku terperangah. Keringat dingin tiba-tiba basah di tubuhku.Apa ini? Apa ini artinya aku akan benar-benar dipenjara sekarang juga?"Mohon kooperatif, jangan kabur lagi karena kami sudah melumpuhkan kaki Anda," tegas seorang polisi lagi."Enggak Pak, saya mohon jangan tangkap saya, Pak. Say-"Kedua orang polisi itu tak menghiraukan. Mereka dengan paksa memasangkan borgol di tanganku. Setelahnya aku digiring masuk ke dalam sel tahanan."Pak! Pa
Pov Sandi."Hahahaha ternyata mudah juga bohongi mereka. Mampus kau Sandi mampus." Aku mendengar suara Kak Tuti tengah tertawa di ruangan tempat ia dirawat. Tanpa berpikir lagi aku segera mengintip dari kaca pintu.Benar, ternyata Kak Tuti tengah dengan puas menertawakanku di dalam."Kurang ajar! Jadi rupanya dia tidak gila? Dan betina itu telah membohongiku begitu? Oke, kita lihat siapa yang lebih pintar."Dengan amarah meluap-luap, aku bergegas menemui Bu Wendah dan menceritakan semua yang kudengar barusan."Keterlaluan, kalau begitu kamu memang harus segera seret dia ke dalam penjara San," kata Bu Wendah sama kesalnya.Dari sana segera aku meluncur ke kantor polisi dan menyuruh para petugas melakukan penangkapan ke rumah sakit tempat Kak Tuti sedang dirawat.Kak Tuti yang tengah tidur pulas saat itu bahkan sampai melonjak kaget tatkala ia bangun.Aku hanya melihat dari luar, kubiarkan para petugas kepolisian melakukan tugasnya. Meskipun menangkap Kak Tuti ternyata benar-benar tida
"Tapi kalau boleh saya meminta ... tolong jangan larang Lusi untuk tetap menjadi anak saya Bu, saya sudah sangat menyayangi dan mencintai Lusi seperti anak sendiri," ucap Ibu mertua sambil meraih pipi Lusi.Bu Wendah tersenyum tipis."Ibu tenang saja, saya bukan tipe orang yang seperti itu. Lagipula ... Lusi sudah menikah, dia pasti paham bagaimana harus memperlakukan kedua ibunya."Lusi spontan memeluk Bu Wendah dan ibu mertua.***Esok hari.Ponselku berdering pagi-pagi."Hallo apa benar ini keluarganya Bu Lastuti?" tanya seorang wanita di jauh sana."Ya benar! Kenapa?""Pak, Bu Lastuti semalam dilarikan ke rumah sakit karena percobaan bunuh diri dan sekarang pasien sudah meninggal dunia akibat menenggak cairan pembersih di kamar mandi.""Apa?!" Pikiranku langsung bercabang saat seseorang yang kuyakini ia adalah seorang perawat mengabari soal keadaan Kak Tuti."Ya benar Pak, dimohon anggota keluarganya sekarang juga ada yang ke rumah sakit untuk pengurusan jenazah."Tanpa bicara lag
Seminggu setelah aku tahu Lusi hamil, aku jadi sering berangkat kerja lebih cepat agar aku juga bisa pulang lebih awal.Apalagi kasihan Lusi, dia mulai ngidam dan sering mual-mual. Meski ini bukan kehamilan pertamanya tapi aku tahu kehamilan itu sama beratnya.Lebih-lebih hamil yang sekarang ini Lusi jadi sering bertingkah yang membuatku geleng-geleng kepala.Misalnya saat akan tidur, dia harus membayangkan sapi-sapi berderet panjang dari ujung lapang bingga ujung lapang, setelah itu Lusi akan membayangkan dirinya jadi petani susu perah, dan akan memerah susu sapi itu sampai ia merasa lelah sendiri dalam bayangannya, setelah itu barulah Lusi akan tidur dengan sendirinya. Kalau tidak begitu, yaa dia akan kesulitan tidur. Agak-agak absurd memang, ingin ketawa juga tapi kubiarkan saja, namanya juga orang hamil, ya pasti aneh-aneh."Abaaang!" Aku spontan bangkit dari kasur saat kudengar suara teriakan Lusi di luar rumah."Lus, ada apa?" tanyaku cepat sambil setengah berlari ke arahnya."