Meski sedikit ragu, Brian tetap menatap Diana dengan sorot mata yang mantap. Suaranya pun tegas, tanpa goyah sedikit pun.
"Aku sama Lita gak menikah karena cinta, Di. Kita nikah cuma berdasarkan kepentingan doang…”
Diana terdiam sejenak, menatap Brian penuh ketidakpercayaan.
"Kalian... gila." Dia menggelengkan kepala perlahan, seolah berusaha membuang informasi absurd yang baru saja ia dengar. "Kamu bercanda kan, Yan?"
"Aku gak bercanda, Di," jawab Brian lembut tapi serius. "Kalau kamu gak percaya, kamu bisa tanya langsung ke Lita."
Ekspresi Diana berubah. Dia masih terkejut dan terdiam cukup lama.
Setelah itu, sorot matanya tak lagi tajam, melainkan bingung dan perlahan melunak.
"Oke... okee... Terus gimana? Mantannya Lita yang racunin dia itu... ditangkep gak? Itu kan tindakan kriminal banget!" Suaranya meninggi, memancarkan kemarahan dan kepedulian yang tulus.
"Belum," jawab Brian dengan helaan nafas berat. "Tap
Lalita berdiri di depan layar proyektor, mempresentasikan materi yang diminta oleh Brian. Suaranya jelas dan tegas, meski ekspresinya tidak mencerminkan antusiasme.Cahaya dari proyektor membuat bayangan wajahnya tampak semakin kaku, seolah menyimpan sesuatu yang tidak ia ucapkan.Sepanjang presentasi, Lalita mencatat setiap masukan dari Brian dengan teliti. Namun, raut wajahnya tetap tertekuk—dingin, tak bersahabat.“Lit…” panggil Brian pelan, nyaris seperti bisikan, takut menyinggung.“Ada apa? Ada poin yang mau kamu tambahin?” Lalita menoleh sekilas, suaranya datar, tanpa intonasi hangat.“Gak ada…” jawab Brian cepat, kaget dengan respon yang diberikan Lalita.“Oke. Aku turun makan siang dulu kalau gitu.”“Tapi…” Brian ragu-ragu, langkah Lalita sudah menjauh.“Ada apa?” tanyanya, menoleh setengah hati.“Soal Diana&
"Oke, panggil aja kalau butuh gue. Kayaknya gue baru bisa ikutan masuk siang nanti," ucap Brian."Iya, gue duluan," balas Ivan, lalu berjalan keluar menuju ruang meeting sebelah.Suasana di ruang rapat kembali tenang. Lalita langsung mengambil alih."Sambil nunggu dia balik, Ira sama Bobi udah punya dokumen panduan buat konfigurasi, kan ya?" tanyanya sambil melihat ke arah dua junior itu."Udah, Kak," jawab Ira dan Bobi serempak."Kalau gitu, boleh ditampilin di layar, biar kita review sama-sama," ucap Lalita, membuka tab catatannya.Konfigurasi sistem memang umumnya seragam antar perusahaan. Perbedaan biasanya hanya terletak di penamaan modul dan beberapa fitur minor. Tapi yang jadi krusial adalah urutan dan kelengkapannya — satu kesalahan kecil bisa membuat sistem tidak stabil."Gak apa-apa kan, Brian?" tanya Lalita, tetap memastikan."Boleh, silakan," jawab Brian singkat."Oke. Siapa yang mau t
"Ira sama Bobi, kan?"Brian menatap dua junior yang baru saja diperkenalkan."Iya, kak..." jawab mereka bersamaan dengan gugup."Tadi kalian lihat Citra atau Aldo di luar?" tanya Brian lagi, mencoba memastikan.Belum sempat mereka menjawab, terdengar ketukan di pintu ruang rapat."Masuukkk..." ucap Brian, nyaris setengah lesu.Pintu terbuka dan Alina muncul, tampak tergesa."Guys! Si Citra baru dateng. Tadi udah gue suruh ke sini. Tapi kayaknya dia ke toilet dulu sebentar," lapor Alina."Okee, thanks, Lin!""Sama-samaa, bye!" Alina pun melenggang pergi.Beberapa menit berlalu.Citra masuk ke ruangan dengan langkah santai. Semua kepala langsung menoleh ke arahnya.Ivan, yang duduk di pojok ruangan, langsung memperhatikan penampilan Citra. Rambutnya masih dicatok ala idol Korea, lengkap beserta baju yang modelnya persis dengan milik Lalita—seolah belum menyerah dalam usahan
"Bu, tapi..." Brian mencoba membuka ruang negosiasi. Nada suaranya hati-hati, penuh pertimbangan.Namun Dina langsung memotongnya tajam, matanya menusuk ke arah Brian."Sekali lagi, tidak ada tapi-tapi. Saya hanya beri waktu satu hari. YA atau TIDAK?"Hadi cepat-cepat menyela sebelum suasana makin tegang. "Apa kami boleh berdiskusi sebentar, Bu?""Silakan." Dina bersandar di kursinya, menyilangkan tangan. "Tapi ingat, saya tidak menerima penambahan waktu. Hanya satu hari. Tidak ada tawar-menawar. Dan satu hal lagi..." Tatapannya menusuk tajam. "Saya gak mau kalau yang ngerjain Citra lagi."Hadi dan Brian keluar ruangan dengan langkah cepat. Begitu pintu tertutup, mereka langsung berdiskusi di lorong depan ruang rapat."Ini bener-bener gak bisa satu hari?" tanya Hadi dengan suara rendah tapi penuh tekanan."Gak bisa, Pak. Gak cukup orang. Siapa yang mau kerjain? Citra l
"Maaf saya keluar agak lama, Bu," ujar Hadi sambil duduk kembali. "Citra belum sampai kantor. Ini saya perkenalkan Brian, atasannya Citra."Brian agak terkejut, tapi tetap menjulurkan tangan dengan sopan."Perkenalkan, saya Brian, Bu..." ucapnya sambil menjabat tangan Dina.Di balik senyum tipisnya, ia langsung menoleh pada Hadi dan membisikkan, "Kenapa tiba-tiba aku jadi atasan Citra?""Karena Aldo, Gino, Aska belum pada datang semua," bisik Hadi cepat. "Sementara kamu dulu. Nanti kita omongin lagi, tenang aja."Brian mengangguk perlahan, lalu mengalihkan fokus ke Dina."Baik, Bu. Sekarang boleh saya tahu kronologi sistem error-nya?"Dina bersandar di kursi, lalu mulai bercerita. Nada suaranya sudah lebih terkendali, tapi sorot matanya tetap tajam.Proyek dengan PT Sukses Maju sebenarnya sudah rampung beberapa hari lalu. Di hari pertama, semuanya berjalan normal. Tapi pada hari kedua, mulai muncul error yang mengganggu al
"Lit, kamu salah paham pasti sama Diana. Dia pasti cuma excited aja..."Nada suara Brian terdengar sedikit lelah, mencoba menjelaskan.Namun Lalita sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Wajahnya memerah, matanya berkilat—kecewa."Terserah! Aku cuma pengen kamu gak mesra-mesraan depan umum aja, Brian!" serunya dengan suara bergetar. "Di belakang, terserah kalian mau ngapain. Setidaknya... kalau kamu masih anggep aku temen, titip nama baikku aja sih."Suaranya melunak di akhir kalimat, namun tetap meninggalkan luka.Tanpa menunggu respons, Lalita membalikkan badan dan masuk ke kamarnya.Pintu ditutup agak keras, lalu sunyi. Hanya suara isak tangis yang samar terdengar dari balik dinding.***Beberapa hari kemudian, di lobby kantor Fort—"Ini sistemnya error kenapa?! Operasional perusahaan saya gak jalan! Mana bos kalian?! Cepat panggil!"Teriakan seorang wanita mengejutkan seisi ruangan. B