Share

Istri Antagonis sang Presdir!
Istri Antagonis sang Presdir!
Penulis: Mokaciinoo

1. Vas Bunga Mendarat di Dahi

"Kamu udah janji sama aku, kalo kamu gak akan deketin Mas Angga lagi!"

Setelah teriakan penuh amarah itu terdengar, sebuah vas bunga melayang, kemudian mendarat dengan mulus di dahi Denita yang baru saja memasuki pintu ruang tamu.

Praaang!

Setelah menghantam dahi Denita, vas bunga itu langsung jatuh begitu saja ke atas lantai yang dingin. Sepasang bola mata Denita seketika membelalak kaget. Dia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa dia akan menerima sambutan semacam ini setibanya di rumah.

Jemari kiri Denita yang gemetar perlahan menyentuh dahi yang perlahan mulai terasa nyeri, hanya untuk mengetahui darah kental sudah menodai ujung jemarinya.

Beberapa saat lamanya, Denita hanya berdiri dengan terpana menatap ujung jarinya yang diwarnai merah cerah. Dia juga membutuhkan waktu sekian menit untuk menelaah apa yang baru saja terjadi. Pikirannya kosong, dan jantungnya berdegup dengan liar akibat berbagai macam emosi yang tiba-tiba melanda.

"Dasar pelakor!"

Denita perlahan mengangkat pandangannya pada sosok yang berdiri di seberang. Darah di dahinya sudah mengalir pelan melewati mata, kemudian mengalir hingga ujung dagu, dan berakhir menetes pelan mengotori blouse-nya yang berwarna putih.

Mendengar kata-kata yang dilontarkan wanita di depannya membuat wajah Denita terdistorsi. Ditatapnya wanita cantik yang sedang mengambil langkah kesal ke arahnya. Mata merah wanita itu terlihat menyeramkan dengan garis air mata yang belum mengering di pipinya.

Dialah Salsabila Hadiwijaya, wanita yang paling Denita benci. Orang yang telah mengambil segala hal yang seharusnya menjadi miliknya.

"Aku gak pernah menjanjikan apapun sama kamu!" cibir Denita dengan amarah dalam dada yang kian membuncah.

Tapi dia bahkan harus menggigit bibir bawahnya, dan mengepalkan jemari tangannya dengan keras hingga buku jarinya memutih untuk menekan amarah itu.

"Tapi Mas Angga itu suamiku!" geram Salsa dari balik giginya yang terkatup rapat

"Terus?" balas Denita dengan ketus.

Akibat suara pecahan kaca yang terdengar nyaring menghantam lantai, mengundang rasa penasaran para penghuni rumah. Suara langkah kaki satu demi satu terdengar buru-buru menghampiri ruang tamu di mana mereka berada.

"Ada apa ini?!"

"Nit, kamu apain Salsa?!"

Mendengar berondongan pertanyaan itu membuat Denita ingin memutar matanya ke atap. Apa orang-orang ini tidak melihat bahwa dia adalah orang yang terluka di sini?

Ujung bibir Denita berkedut ingin memuntahkan kalimat makian. Tetapi dia masih lebih memilih kesabaran.

"Ma! Dia selingkuh sama Mas Angga lagi!" ujar Salsa.

Dia seraya menunjuk wajah Denita dengan jari telunjuknya yang lentik. Tak lupa, dia juga menghentakkan kakinya persis seperti anak kecil yang sedang merajuk. Denita mendengus dingin.

"Denita ... "

"Mama gak merasa bersalah sama aku karena ngebelain dia terus?" potong Denita getir.

Helaan nafas berat lolos dari hidungnya saat melihat tatapan menuding wanita paruh baya yang langsung mengambil tempat di sisi Salsa.

Dia sudah tidak tahan lagi. Dia paling benci jika wanita paruh baya yang dipanggil Mama ini mengeluarkan jurus memelas. Memanfaatkan hatinya yang mudah merasa bersalah.

"Kamu kan tahu kondisi Salsa tidak stabil. Kenapa ngalah aja gak bisa! Berantemin cowok terus kayak di dunia ini gak ada cowok lain aja!" bentak ayahnya menusuk hati Denita.

Sentakan yang terdengar tiba-tiba ini membuat mata Denita mengerjap beberapa kali. Dia menatap tak percaya pada ayahnya sendiri.

Sambil menahan rasa sakit yang datang dari dahinya, Denita menggertakkan gigi. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, penuh dengan aura menantang.

"Heh!" dengusan dingin terlempar dari bibirnya.

"Coba ngomong sama dia tuh. Di antara banyaknya laki-laki di dunia ini, kenapa dia harus menginginkan calon suamiku?" tunjuk Denita pada Salsa dengan menggunakan ujung dagunya. Tatapan meremehkan juga berkilat dari sepasang netra hitam cemerlangnya.

"Itu semua 'kan masa lalu. Sekarang Salsa, dan Angga sudah menikah. Seharusnya kamu tidak lagi mengganggu hubungan mereka dong," nada halus yang keluar dari bibir wanita paruh baya itu membuat Denita semakin muak.

Sepasang manik hitam Denita menatap pasangan paruh baya di depannya dengan sorot mata semakin tak percaya. Nafasnya naik-turun dengan cepat. Sekuat tenaga dia mencoba menenangkan amarah yang mulai mendominasi dalam hatinya, mendinginkan panas yang bersarang dalam dadanya.

Tangan Denita juga sudah mengepal erat hingga buku jarinya memutih. Kukunya yang panjang pun tak terhindarkan menembus ke dalam kulit telapak tangannya sampai memerah, meninggalkan jejak berbentuk bulan sabit yang semakin dalam.

Menjadi bagian dari keluarga ini membuat Denita sangat lelah. Selama ini, dia sudah berusaha menahan diri agar sisi gelap dalam hatinya tidak semakin mendominasi, tapi dia selalu dituntut untuk menjadi pemeran antagonis dalam cerita orang-orang. Terutama Salsa!

"Sepertinya hati nurani kalian sudah dimakan anjing!" maki Denita sinis.

Ditatapnya orang-orang di ruang tamu ini dengan sorot mata penuh kebencian yang tak bisa lagi dia sembunyikan. Memangnya apa yang bisa dia harapkan dari keluarga yang tak pernah berpihak padanya ini?

Tidak peduli seberapa kecewa dan perih hatinya, Denita menolak untuk menunjukkan kelemahannya pada mereka. Bahkan meski matanya mulai terasa panas, dan keinginan untuk menangis terasa mendesak ingin keluar. Dia menolak untuk menyerah.

"Sebelum wanita ini semakin di luar kendali, kenapa kalian tidak membawanya ke rumah sakit jiwa saja?" keluh Denita sembarangan.

"DE-NI-TA!"

Salsa meraung tak terima dengan ucapan terakhir Denita. Mendengar orang-orang mengatakan bahwa dia memiliki masalah terhadap kejiwaan telah menyulut rasa sakitnya.

Ketika semua orang lengah, Salsa mengambil langkah cepat setengah berlari, dan langsung menerjang Denita yang mulai pusing karena darah yang terus mengalir dari dahinya.

"Jalang tak tahu diri!" maki Salsa dengan segenap emosi yang ada dalam dirinya.

Dia sudah bersiap melayangkan tamparan ke arah Denita, tapi segera ditangkis oleh yang bersangkutan.

Dengan sisa kekuatan yang dia miliki, Denita langsung menggerakkan tangannya untuk mendorong Salsa dengan sekuat tenaga.

"Salsa!"

"Salsa!"

Ayah dan ibunya berteriak secara serentak. Mereka langsung menahan tubuh Salsa sebelum tubuh ringkih itu jatuh ke lantai. Sepasang orang tua penyayang itu seketika melemparkan tatapan tak puas mereka pada Denita.

"Arrggghhh!"

Jerit Denita sambil mengacak rambutnya hingga berantakan. Sebelum ada yang mengomentari tindakannya, Denita langsung angkat kaki dengan membanting pintu ruang tamu hingga kaca jendela bergetar.

Dadanya naik turun semakin tak terkendali. Berkali-kali dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan. Dia berharap dengan begitu mampu meredakan amarahnya yang menggebu.

Semilir angin malam ini membelai luka Denita yang masih terbuka. Lagi-lagi dia harus menggertakkan gigi menahan rasa sakit yang menusuk-nusuk kepalanya sejak tadi.

Sambil berjalan gontai, dia melangkah menuju mobil CRV putihnya yang terparkir di depan gerbang. Dilemparkannya rasa kecewa dan sakit hatinya jauh di belakang kepala.

Sekarang yang paling penting baginya adalah mengobati luka yang semakin terasa perih. Denita mulai menginjak pedal gas, membelah jalanan malam yang meski tidak terlalu ramai, tapi tidak bisa dikatakan lengang juga.

Sambil menyetir dengan kecepatan sedang, Denita terus berusaha untuk menghubungi Angga. Dia ingin melaporkan tindakan bar-bar istri pria itu. Namun, berkali-kali dia mencoba. Berkali-kali juga dia hanya dijawab oleh operator.

"Sialan!" maki Denita dengan geram.

Dia melemparkan ponselnya ke kursi penumpang samping, dan terus memacu kendaraannya di jalan raya. Denyutan di kepala Denita mulai terasa semakin menyakitkan, apalagi dengan kondisi darah yang terus mengalir menutupi sebagian wajahnya. Bahkan dia tidak menyadari bahwa laju kendaraannya mulai bergerak zig-zag.

Di tengah kesadaran yang hampir hilang, Denita beruntung masih bisa menginjak rem dengan keras. Dia bahkan masih sempat menurunkan kaca mobil untuk mengucapkan maaf pada pengendara lain yang saat ini sedang menggedor kaca mobilnya dengan keras.

"Denita?"

Sebelum kesadarannya benar-benar lenyap, Denita mendengar sayup-sayup suara seorang pria memanggil namanya.

'Angga?' Denita membatin penuh harap.

* * *

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Muhammad
Semoga semua kebusukan istri nya terbongkar
goodnovel comment avatar
Masrah Sabela
semoga kelakuan istri terbongkar
goodnovel comment avatar
Rossa Lina
mudahan itu Angga. supaya dia tau kelakuan istri nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status