Share

5. Amarah Shaka

Melihat kedua orang tuanya dan juga dua karyawannya duduk di depan pintu kios. Sophia pun buru-buru turun dari motor dan menghampiri mereka. Perempuan itu sesekali mencari keberadaan kunci kios yang selalu saja dia taruh di dalam tas yang sering dia bawa. Ayahnya menelpon, jika dia tidak membawa kunci kios begitu juga dengan ibunya yang tidak ingat sama sekali dengan kunci kiosnya. Apalagi selama ini Sion dan juga Sophia yang memegang kedua kunci usaha mereka.

"Sorry ya Yah, aku telat lagi." kata Sophia tidak enak hati, sambil membuka pintu kiosnya.

Sion menghela nafasnya panjang, "Harusnya Ayah yang nggak enak, ganggu acara kamu sama mertua kamu. Ayah yang minta maaf."

"Nggak papa, Yah, mereka cuma sarapan aja kok di rumah habis itu pulang."

Tetap saja Sion tidak enak hati, kalau saja Sion tahu mungkin dia akan pulang ke rumah dan tidak meminta Sophia untuk pulang. Putrinya membutuhkan waktu untuk mengenal keluarga suaminya, tapi sayang nya Sion malah mengganggu waktu itu.

Sophia tidak mendengarkan ucapan itu, dia tidak peduli apa yang sudah ayahnya katakan. Ini hanya sebuah kunci, Petra kita tidak mempermasalahkan hal ini. mertuanya itu cukup pengertian dan tidak terlalu mengekang Sophia untuk tetap di rumah. Makanya, ketika Sophia bilang ayahnya sudah menunggu Petra langsung mengizinkan Sophia untuk segera pergi.

"Apa perlu Ayah kesana?" sungguh, Sion tidak enak hati dengan hal ini.

Sophia menggeleng, "Nggak perlu Yah, lagian mereka juga pasti udah pulang. Ayah nggak mungkin bisa ketemu mereka, tau sendiri kan mereka kayak apa?"

Sion tahu, keluarga menantunya sangat kaya sehingga membuat Sion merasa sungkan jika harus duduk di kursi mahal mereka. Setelah pindah Sion juga belum tahu dimana letak rumah Sophia dan juga suaminya, mungkin saja dia boleh mampir ke rumah baru mereka.

Mendengar hal itu, Sophia pun mendesah. Dia ingin mengusir mertuanya yang ada di rumahnya. Tapi yang ada ayahnya malah ingin tahu rumah mereka, bukannya apa, Sophia hanya tidak ingin ayah dan ibunya mengetahui apa yang terjadi di rumah itu.

"Hmm boleh, Ya." jawab Sophia akhirnya. Sungguh, dia jadi tidak enak hati dengan ayahnya, Sophia takut ayahnya merasa kecewa ketika Sophia menolaknya. Ini hanya sebuah rumah, toh, ayahnya tidak akan datang ke rumah itu setiap hari kan?

Mendengar hal itu Sion cukup senang, tidak masalah jika bukan hari ini apalagi di rumah juga ada mertua Sophia. Sion bisa main ke rumah baru putrinya nanti jika dia sudah memiliki waktu senggang.

Sophia menghela nafas panjang dan tersenyum. Ayahnya ini memang paling pengertian, sehingga bisa membuat Sophia tenang untuk beberapa hari kedepan.

***

"Kamu sepertinya lebih sibuk dengan istrimu ketimbang aku, sayang!!" Valery merajuk, acara belanjanya batal karena ulah Shaka yang datang ke rumahnya terlambat. Belum lagi ini juga sudah sore dan membuat mood Valery berantakan. Tas mahal yang dia inginkan juga sudah dibeli orang, lalu untuk apa juga dia harus berangkat belanja?

"Sayang … astaga, jangan merajuk. Ini semua ulah papi bukan Sophia, kita sudah berhasil pergi dari rumah. Tapi aku nggak tahu kalau papi bakalan nyusul ke kantor."

Ya, setelah berhasil pergi dari rumah dengan alasan cepat ingin pergi ke kantor. Shaka memilih balik arah dan ingin pergi ke rumah Valery. Karena jalanan ibu kota cukup ramai, Shaka malah menerima pesan masuk dari sekretarisnya jika Petra datang ke kantor untuk melihat pekerjaan Shaka. Tanpa berpikir panjang pun Shaka kembali ke kantor, dia pikir sekretarisnya berbohong. Sesampainya di ruangannya, Shaka bisa melihat ayahnya yang sibuk memperhatikan Shaka di ambang pintu.

"Lagi belain istri ya sayang?" cibir Valery.

Shaka menggeleng, "Tidak ada gunanya aku membela dia. Aku benar-benar minta maaf, ayahku mendadak datang ke kantor ketika aku perjalanan ke rumah kamu, sayang."

Valery berdecak kecil, mengambil sebuah gelas yang berisikan wine lalu meneguk nya secara perlahan. Melihat hal itu, Shaka pun menarik gelas itu dan menghabiskan semua isinya.

"Jangan minum lagi, malam ini aku akan menginap di rumahmu sebagai permintaan maafku." ucap Shaka manis.

Sungguh, hal seperti itu pun langsung membuat Valery bahagia. "Serius? Bagaimana jika istrimu menelpon?"

"Bisa tidak, jangan bahas dia?" Shaka terlihat kesal dengan ucapan Valery. Kedatangannya kemarin untuk menghindari istri cacatnya, lalu kenapa kita Valery harus membahas orang yang sama sekali tidak Shaka inginkan?

Menarik nafasnya panjang, Shaka memutuskan untuk membersihkan diri lebih dulu. Tubuhnya sudah lengket dengan keringat, dan hal itu membuat Shaka tidak nyaman sama sekali.

Valery hanya menatap punggung Shaka yang pergi begitu saja dari hadapannya. Bukan membahas, hanya saja Valery harus memastikan kalau Shaka menginap di rumahnya, istrinya tidak akan menelpon dirinya dengan alasan yang tidak masuk akal. Entah dari ibu atau ayah Shaka, nyatanya Valery yakin jika keluarga Shaka juga malu memiliki menantu seperti Sophia. Perempuan yang memiliki banyak kekurangan, perempuan yang tidak seharusnya di takdirkan untuk bersama dengan Shaka. Tapi nyatanya …

Lamunan Valery buyar ketika suara ponsel Shaka berdering dengan kencang. Perempuan itu menatap layar ponsel Shaka yang terus menyalah dengan nama yang Valery kenal.

“Sayang tolong lihat siapa yang menelpon.” teriak Shaka dari arah kamar mandi. Dia hanya menyembuhkan kepalanya saja dan menunjukkan beberapa deretan giginya yang bersih.

Hanya menaikkan alisnya sejenak, Valery memutuskan untuk memberikan ponsel itu pada sangat pemiliknya.

Melihat sikap Valery yang tidak bersemangat membuat Shaka kebingungan. Dia pun menatap layar ponselnya dan mengumpat kencang.

“Halo Pa … .”

***

Dan disinilah Shaka berada. Duduk berhadapan dengan kedua orang tuanya dan juga kedua orang tua Sophia yang entah untuk apa datang ke rumah baru Shaka. Tentu, laki-laki itu langsung menatap Sophia dengan tajam, dan perempuan itu hanya mampu menunduk dalam.

“Kalau dari awal saya tahu kalian ingin datang, mungkin saya bisa membelikan makanan yang layak untuk kalian.” ucap Petra tidak enak hati.

Sesungguhnya makanan ini sudah lebih dari layak, ada banyak sekali hidangan yang Sion dan juga istrinya belum pernah makan. Dan Petra bilang jika makanan ini tidak layak?

“Ini sudah lebih dari cukup, Besan.” jawab Sion tidak enak hati.

“Tuh, dengerin Pi. Ini sudah lebih dari cukup. Memangnya Papi mau menjamu mereka dengan apa? Daging wagyu? Yang ada lidah mereka bisa beku makan daging mahal!!” cibir Mia secara terang-terangan.

Sion hanya tersenyum simpul dia tahu betul mertua perempuan tidak menyukai Sophia karena fisik. Tapi Petra begitu menyayangi Sophia seperti putrinya sendiri. Entah jalan apa yang harus Sion ambil, sedangkan dia tahu hati putrinya pasti sangat sakit mendengar ucapan itu. Ucapan yang mampu menyayat hati kedua orang tuanya.

“Mami itu ngomong apa sih, setidaknya kita harus memberi makanan yang layak untuk mereka bukan malah seperti ini.” seru Petra menepuk tangan Mia pelan, mengisyaratkan untuk tidak berkata tidak sopan pada keluarga besannya.

Mia mendengus apa yang dia katakan itu benar, tidak ada yang salah. Sion sendiri yang bilang jika semua ini sudah lebih dari cukup, lalu kenapa juga Petra harus memukul tangan Mia seperti itu? Bukannya itu bikin malu?

“Ayoo, silahkan di cicipi hidangannya.” titah Petra mempersilahkan.

Sion yang sungkan mungkin hanya mengambil satu potong roti, begitu juga dengan istrinya yang juga hanya mengambil satu potong roti seperti Sion. Tidak enak jika dia harus mengambil banyak sekali makanan ini, yang ada Sophia pasti akan diejek ibu mertuanya karena sifat kedua orang tuanya. Kedatangan Sion kesini hanya ingin tahu rumah baru Sophia saja tidur dan lebih, tapi yang ada Sion malah malu sendiri ketika tahu kedua orang tua Shaka masih ada di rumah ini.

Setelah berbincang dan menikmati perjamuan yang ada, akhirnya Sion memutuskan untuk pulang. Dia tidak enak hati jika terlalu lama di rumah Sophia dan juga Shaka, apalagi ada kedua orang tua Shaka. Yang jelas Sion akan merasa malu karena keadaannya yang datang tidak membawa apapun. Dia pikir rumah itu sepi, mungkin hanya ada Shaka dan juga Sophia juga, apalagi cerita Sophia yang Shaka suka pulang larut malam karena sibuk bekerja. Tapi yang ada …

“Kami pamit pulang dulu ya. Terimakasih atas perjamuannya, maaf merepotkan ya Pak, Bu.” ucap Sion.

“Bapak Sion ini ngomong apa sih, saya tidak merasa direpotkan kok. Malah saya senang kalau kalian mau berkunjung ke rumah ini, melihat rumah Sophia dan juga Shaka.”

Tapi tetap saja Sion tidak enak hati. Dia datang tidak membawa apapun, tidak bisa memberikan apapun pada menantu maupun anaknya. Sedangkan besannya saja sudah memberikan rumah yang besar dan nyaman untuk Sophia. Kehidupan yang kurang membuat Sion tidak bisa berbuat banyak hal. Bisa makan besok saja Sion dan sang istri sudah bersyukur, apalagi membelikan barang mewah untuk anak dan juga menantunya.

“Kalau begitu saya permisi dulu.”

Sion pun memilih untuk pergi, Sophia merasa sedih melihat kedua orang tuanya yang pergi begitu saja. Padahal malam ini Sophia meminta kedua orang tuanya untuk menginap di rumah barunya. Tapi yang ada …

Sophia terjingkat ketika Shaka tiba-tiba saja menariknya dan hampir saja membuat Sophia tersungkur jatuh. Untung saja Sophia langsung mengimbangi dirinya, agar tidak terhuyung ketika Shaka kembali menariknya kembali. Mendorong secara kasar masuk ke dalam kamar, Shaka langsung mengunci pintu kamar mereka agar Petra dan juga Mia tidak mendengar ucapan mereka.

“Kamu tau nggak, hari ini kamu mengacaukan semuanya.” ucap Shaka emosi.

Sophia menggeleng, “Aku nggak tau maksud kamu apa.”

“Harusnya hari ini menjadi hari spesial aku bersama Valery.”

Sophia mendengus, dia pun menggeleng cepat. Sungguh, dia tidak tahu apa maksud dari ucapan itu. Apa yang membuat hari spesial Shaka hancur? Toh, seharian ini Sophia tidak menghubungi Shaka sedikitpun. Lalu dimana letak Sophia menghancurkan hari spesial Shaka?

To be continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status