Share

Bab 7

Author: Rainie
last update Huling Na-update: 2024-08-21 18:59:47

Lie Zhichun berdecak kesal sambil sesekali menatap ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam ia menunggu Ana di salon, tapi wanita itu belum juga siap.

Suara dering telpon yang berbunyi nyaring, telah memecahkan fokusnya. Ia beranjak dari kursi di ruang tunggu untuk menerima panggilan dari Mamanya.

"Kamu di mana? Kenapa kamu belum juga datang?" Suara Mamanya terdengar nyaring, begitu panggilan tersambung, yang membuat telinga Lie Zhichun sedikit berdengung, sehingga ia menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Beberapa menit lagi aku akan tiba di sana," sahut lelaki itu dengan kesal, sebelum ia mengakhiri panggilan secara sepihak.

Saat Lie Zhichun membalikkan tubuhnya, ia termangu selama beberapa saat, melihat wanita yang telah berdiri di hadapannya.

Wanita yang mengenakan gaun panjang berwarna merah, yang pada bagian dadanya sedikit terbuka. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan riasan tipis pada wajahnya, dan rambut yang di sanggul ke atas.

"Kamu...." Lelaki itu tidak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa menelan air salivanya.

"Apakah aku terlihat aneh?" Ana yang terlihat tidak percaya diri, memperhatikan gaun yang ia kenakan.

Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia segera memalingkan pandangannya dari Ana.

"Ayo, kita pergi! Kita sudah terlambat," ucapnya sebelum ia beranjak pergi menuju ke mobilnya yang telah terparkir di depan salon.

***

Ana memperhatikan ke sekelilingnya. Sebuah ruangan besar di penuhi dengan orang-orang yang terlihat sangat berkelas.

"Sial! Kemana sih lelaki itu? Bisa-bisanya dia meninggalkan aku sendirian di sini," gumam Ana dengan gelisah.

Perhatian Ana tersita pada sebuah meja prasmanan yang menghidangkan banyak makanan. Ia memegangi perutnya yang mulai terdengar bunyi keroncongan.

"Ah, sial! Aku lapar sekali! Sejak pagi aku bahkan belum sempat makan." Ana celingukan memperhatikan orang-orang yang tampak sibuk mengobrol secara berkelompok sambil menikmati segelas wine.

Ana berjalan mendekat menuju ke meja prasmanan. Ia mengambil piring kecil untuk makan beberapa buah yang telah dipotong.

"Hai!" Suara asing yang tiba-tiba terdengar menyapa dari arah belakang Ana, membuat wanita itu tersentak.

Ia menoleh, dan melihat seorang lelaki paruh baya dengan kepala botak tersenyum menggodanya.

Ana menelan buah yang sempat tertahan di mulutnya. Ia tampak gugup di hadapan lelaki asing yang tidak ia kenali.

"Kamu datang ke sini dengan siapa?" tanyanya memulai pembicaraan.

"Aku...." Belum sempat Ana menjawab, lelaki itu telah lebih dulu memotongnya. Ia mengusap lengan Ana dengan perlahan.

"Apakah kamu datang ke pesta ini untuk mencari lelaki kaya?" ujar lelaki berkepala botak itu dengan tatapan yang seperti elang yang siap menerkam mangsanya. Bibirnya melengkungkan sebuah senyuman nakal, yang membuat Ana merasa takut.

"Tidak, aku...."

Lelaki itu seolah tidak memberi kesempatan pada Ana untuk berbicara. Dia dengan cepat menarik tangan Ana, dan mengendusnya dengan penuh hasrat.

Ana yang tampak shock karena mendapatkan perlakuan seperti itu dengan tiba-tiba, membuat ia secara spontan menarik tangannya dari lelaki itu, dan menamparnya dengan keras, sehingga keduanya menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada di sana.

"Sialan! Wanita jalang! Beraninya kamu menamparku! Apa kamu tidak tahu siapa aku?" geram lelaki botak itu dengan kesal sambil memegangi pipinya yang tampak memerah.

"M-maafkan aku, tuan.... Aku tidak sengaja," ucap Ana lirih. Tubuhnya sedikit gemetar menghadapi kemarahan lelaki yang berdiri di hadapannya.

Bahu lelaki botak itu terlihat naik turun. Wajahnya memerah karena emosi dalam dirinya telah memuncak. Saat ia mengayunkan salah satu tangannya, bersiap untuk membalas tamparan Ana, tiba-tiba saja sebuah tangan yang kekar, menahan tangan lelaki botak itu, yang membuatnya tampak terkejut.

"Lie Zhichun?"

"Jangan menyentuh wanitaku," tegas lelaki itu sambil menghempaskan tangan lelaki botak itu dengan kasar.

"Apa maksudmu? Wanita itu yang lebih dulu menggodaku!"

Lie Zhichun mengalihkan pandangannya. Ia menatap Ana yang masih tampak ketakutan. Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.

"Aku memandangmu karena kamu adalah Pamanku. Tapi, jangan pernah merendahkan harga diriku. Wanita yang telah kau goda itu adalah istriku!"

Kedua mata lelaki botak itu membelalak dengan lebar.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Dadakan Presdir Arogan yang Dirahasiakan   Bab 32

    "Tuan...." Belum sempat Ana melanjutkan ucapannya, Zhichun telah membungkam mulut wanita itu dengan ciuman penuh gairah. Ana berusaha melepaskan dekapan lelaki itu yang semakin mengencangkan cengkeramannya pada pinggang Ana. "Hmm.... hm....." Wanita itu berusaha untuk berbicara, tapi ia tidak mampu karena ciuman itu semakin memanas. Ana mulai pasrah. Ia menyesali ucapannya yang membuat ia berada dalam situasi seperti ini. Ia memejamkan kedua matanya, membiarkan lelaki itu membasuh wajahnya dengan air saliva. Ciuman itu bergerak turun ke lehernya. Zhichun membuat tanda merah di sana. Ciuman yang semakin liar pada bagian sensitive-nya, membuat Ana merasakan sensasi aneh. Tubuhnya bergetar. "Ahhh...." desahnya panjang. Ia mulai terangsang, menikmati ciuman yang menghujani seluruh wajah dan lehernya. Tiba-tiba saja, Zhichun menghentikan kegiatannya. Hal itu membuat Ana terbengong. Ia pikir semuanya sudah berakhir. Tapi hal tak terduga, lelaki itu membopong tubuh kecil Ana, menai

  • Istri Dadakan Presdir Arogan yang Dirahasiakan   Bab 31

    Suasana hening di ruang ICU, membuat suara mesin monitor jantung terdengar jelas. Rasa dingin yang menusuk kulit, tak membuat Zhichun menggigil. Ia menatap kosong, tubuh yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidur yang dilengkapi dengan alat bantu pernapasan. Binar mata Zhichun memancarkan kesedihan yang mendalam. Ia meraih tangan dingin itu dengan lembut. Ia letakkan tangan itu di pipinya. Air mata mulai menetes perlahan, mengalir di punggung tangan lelaki paruh baya itu. "Pa, rasanya tidak rela jika harus melepaskan kepergian Papa dengan cara seperti ini," lirihnya sambil mencium tangan itu. "Mama bahkan sudah memanggil notaris yang mengurus surat wasiat Papa." "Aku berharap, ada keajaiban yang membuat Papa terbangun sebelum dokter melepaskan alat bantu pernafasan Papa," ucapnya sebelum ia beranjak pergi dari ruangan, meninggalkan lelaki itu kembali dalam kesendirian. *** Tin tin tin! Suara klakson terdengar berbunyi nyaring beberapa kali. Ana bergegas k

  • Istri Dadakan Presdir Arogan yang Dirahasiakan   Bab 30

    Tok tok tok Suara ketukan pintu kamar terdengar nyaring. Jantung Ana berdetak kencang, jemari Ana gemetaran saat ia membuka pintu kamarnya. "Tuan...." Ana menatap wajah lelaki itu dengan perasaan malu. "Cepat rapikan dirimu, dan keluar untuk menemui keluargaku," titah lelaki itu memberi perintah. "Tuan, kenapa tiba-tiba? Sebelumnya anda tidak memberitahukan padaku bahwa keluarga besarmu akan datang?" "Jangan banyak bicara! Rapikan dirimu dan segera keluar," ucap lelaki itu sebelum ia beranjak dari hadapan Ana yang segera bersiap. Ana melangkah ragu, perasaannya gugup saat semua mata menatap ke arahnya dengan sorot mata tajam. Hanya Nenek Zhichun saja yang tersenyum hangat pada wanita itu. Nenek memberikan isyarat pada Ana untuk duduk di sebelahnya. "Mereka adalah keluargamu juga," ucap Nenek dengan lembut. "Kamu sudah bertemu dengan Mama mertuamu, kan?" Ana hanya mengangguk lemah, sambil menatap Zhao Erxi mencibirkan bibirnya. "Wanita yang sebaya denganmu

  • Istri Dadakan Presdir Arogan yang Dirahasiakan   Bab 29

    Ana duduk di meja yang berhadapan dengan kaca di Seesaw Coffee, tempat di mana ia sering menghabiskan waktunya, saat ia sedang banyak pikiran.Dengan ditemani secangkir coffee latte yang panas, cocok di saat cuaca mendung dan sedikit dingin. Ana menghirup aroma kopinya, sebelum ia menyeruputnya dengan perlahan.Tanpa ia sadari, sepasang mata tengah mengawasinya. Lelaki dengan tubuh yang tinggi dan sedikit kurus, duduk di depan meja barista sambil terus memperhatikannya. Ia sesekali membenarkan earbuds yang terpasang di telinganya, menunggu panggilan tersambung."Halo?" Suara wanita tua yang sudah tidak asing di telinganya, terdengar menyapanya dari seberang telpon."Halo, nyonya besar? Aku sudah menemukan wanita itu. Sepertinya dia sudah tidak mengingatku. Tadi saat kami bertemu di pintu masuk, dia hanya menatapku sebentar tanpa berbicara apa-apa," ucap Sekertaris Lie menjelaskan dengan panjang dan lebar."Bagaimana dengan cucuku? Apakah dia sudah menemukan calon pengantinnya?" tanya

  • Istri Dadakan Presdir Arogan yang Dirahasiakan   Bab 28

    "Sekertaris Lie, tolong bantu aku untuk mendapatkan seseorang yang memiliki golongan darah AB negatif, yang mau mendonorkan darahnya! Buat pengumuman bahwa kita akan memberikan uang satu milyar untuk orang itu," ucap wanita tua itu dengan antusias. Ia menatap wajah lelaki muda yang berada di sebelahnya dengan tatapan yang penuh dengan harap. Lelaki muda itu hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Baru saja ia hendak pergi, Ana yang sejak tadi menguping pembicaraan mereka dari balik tembok, memberanikan diri untuk muncul di hadapan mereka, yang membuat perhatian mereka tersita padanya. "Saya bersedia membantu! Kebetulan golongan darah saya AB negatif," ucap Ana yang membuat wanita tua itu membelalakkan kedua matanya dengan lebar. Sebuah senyuman tercetak jelas di raut wajah wanita tua itu. Ia segera meraih tangan Ana yang berdiri di hadapannya, dan menatap wajah wanita itu dengan kedua mata yang berbinar. "Aku tidak tahu siapa kamu? Dari mana asalmu, tapi aku sangat yakin

  • Istri Dadakan Presdir Arogan yang Dirahasiakan   Bab 27

    "Oh! Dari temanku, Nek," sahut Ana gugup. Wanita tua itu hanya manggut-manggut, sebelum ia mengajak Ana untuk kembali duduk di sofa. "Jadi, kamu masih belum ingat dengan Nenek?" tanya wanita tua itu hendak memastikan. Ana hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Kita pernah bertemu di rumah sakit, saat hujan deras. Kalau tidak salah.... Kamu sedang membuat surat kesehatan untuk melamar pekerjaan," ucap wanita tua itu membantu Ana kembali menemukan ingatannya yang telah lama hilang. ~~~~ Hujan deras mengguyur kota Shenzhen di pagi hari. Ana yang setengah basah berlari-lari sambil berusaha menutupi bagian kepalanya. Ia berhenti di depan rumah sakit yang berada di pusat kota, sambil sesekali mengusap rok span hitam yang ia kenakan, yang tampak sedikit basah. Ana berjalan menuju ke bagian pendaftaran. Karena ia pertama kalinya datang ke rumah sakit, ia merasakan sedikit kebingungan di hadapan perawat yang saat itu sedang berjaga. "Ada yang bisa saya bantu,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status