Share

Yang Telah Hancur

Author: Cheesecake
last update Last Updated: 2024-06-21 01:39:00

Suara tangisan yang terdengar lirih kian menyadarkan Mark yang baru saja bangun pagi itu. Ranjang yang berantakan dengan noda darah pada seprai yang berasal dari keduanya, seolah menjadi jawaban atas pertanyaan pria itu.

"Bibi! Bi Marni!" teriak Mark gusar. Beberapa kali ia berteriak, memanggil nama kepala pembantu rumahnya.

"Ya, Den!" sahut Marni yang berlari tergopoh-gopoh menuju ke arah Mark.

"Bawa dia keluar! Saya tidak ingin dia menginjakkan kakinya di kamar saya lagi!" titah Mark murka.

"Baik, Den!" jawab Marni.

Segera Marni menghampiri Jelita yang masih gemetaran. Sementara beberapa orang pembantu rumah tangga lainnya membereskan barang-barang Jelita. Marni menggiring Jelita menuju ruang keluarga, lalu memberikan segelas air untuk Jelita.

Pandangannya tertuju pada pundak dan lengan Jelita yang memar. Marni memeluk Jelita, berusaha menenangkan hati nyonya mudanya yang malang, walaupun pikirannya terus bertanya-tanya.

'Ya Gusti, apa yang sudah dilakukan Aden sampai nyonya seperti ini?'

"Sabar ya, Nyonya," ucap Marni lembut yang seketika membuat tangisan Jelita pecah.

"Saya ingin pulang, Bi. Saya ingin pulang." Jelita bergumam. "Tapi, tapi saya tidak memiliki rumah untuk pulang." Jelita menuangkan seluruh rasa yang telah ia kubur dalam-dalamnya. Suaranya lirih dan menyayat hati, penuh akan keputusasaan.

"Apakah menjadi anak yatim piatu adalah sebuah dosa? Mengapa tidak ada seorangpun yang tulus menerima saya. Saya lelah." Curahan hati Jelita membungkam Marni. Marni hanya bisa menepuk lembut punggung Jelita tanpa tahu harus berkata apa.

"Bagaimana?" tanya Marni pada seorang pembantu rumah tangga yang baru saja ia perintahkan untuk menemui Catherine.

"Ndak boleh. Nyonya besar gak mengizinkan Nyonya Jelita menempati kamar tamu manapun."

Marni terkejut, kedua matanya terbelalak setelah mendapatkan jawaban di luar pikirannya.

"Loh, kok begitu?! Lalu bagaimana ini?" tanya Marni kembali.

"Kata Nyonya besar, Nyonya Jelita dipersilahkan menempati kamar yang di loteng saja."

Jawaban yang diterima sontak kembali membuat Marni mengelus dada. Marni sama sekali tidak mengerti akan jalan pikiran keluarga tuannya. Dosa apa yang Jelita lakukan hingga membuatnya mendapatkan perlakuan buruk melebihi seorang pelayan.

"Saya tidak apa-apa." Jelita menjawab sambil menghapus air mata dengan punggung tangannya.

"Tapi, Nyonya. Disana pengap dan tidak layak," protes Marni. "Ya sudah, biar saya saja yang bicara pada Nyonya Catherine. Nyonya Jelita tunggu disini dulu, ya!"

"Jangan! Nanti bibi bisa berada dalam masalah," cegah Jelita sambil menahan tangan Marni agak tak beranjak. Jelita menggeleng, tatapannya seakan memohon agar Marni menurutinya.

Sikap Jelita yang begitu lembut dan santun dalam bertutur kata membuat Marni semakin luluh. Perasannya terluka, terlebih Jelita mengingatkannya akan sosok putri bungsunya yang telah tiada. Marni berkata lirih, "Bahkan Nyonya bukan pembantu seperti saya. Mengapa Nyonya Jelita harus mendapatkan perlakuan yang buruk seperti ini?"

Jelita tersenyum tipis sambil menggenggam tangan Marni. "Tidak apa-apa. Bibi tidak perlu khawatir karena saya sudah terbiasa."

"Terima kasih, karena bibi sudah peduli pada saya. Setidaknya saya tidak merasa sendiri disini."

***

'Aku mohon lepaskan aku! Aku bukan Chintya!'

Mark terus-menerus mengumpat dan menyesali perbuatan yang ia lakukan karena pengaruh minuman keras.

Samar-samar teringat olehnya bagaimana mimik wajah Jelita dan suara ketakutannya saat Mark memaksanya semalam.

Pria itu berjalan menuju kamar mandi, merendam tubuhnya dengan air dingin. Semuanya masih terasa jelas, dan kini bayangan Chintya seakan menghilang dan digantikan sosok Jelita malam itu. Rasa bersalah nampaknya terselip diantara keegoan yang memenuhi ruang hatinya.

Mark segera menyelesaikan mandinya dan langsung mencari keberadaan Marni.

"Bibi, dimana dia? Apa hari ini dia pergi bekerja?" tanyanya yang tak sengaja berpapasan dengan Marni.

"Seharian ini Nyonya Jelita berada di kamarnya, Den. Nyonya bahkan tidak keluar untuk makan siang dan malam. Bibi khawatir kalau Nyonya akan jatuh sakit," ungkap Marni.

"Lalu dimana kamar dia?" tanya Mark tampak tidak sabaran.

Marni tampak ragu, ia takut Mark akan melakukan sesuatu kembali pada Jelita. Sampai akhirnya Mark pun menyadari sikap Marni dan berkata, "Saya hanya ingin tahu. Saya tidak akan melakukan apapun padanya."

"Jadi, dimana kamarnya?" sambung Mark.

"Di kamar yang ada di lantai 4, Den?" jawab Marni Ragu.

Kening Mark berkerut dengan kedua matanya menatap Marni, "Apa maksudnya lantai 4. Disana hanya ada gudang yang lama tak terpakai."

"Nyonya besar tidak mengizinkan Nyonya Jelita menempati kamar tamu manapun. Nyonya besar hanya mengizinkan ruangan itu saja untuk dijadikan kamar tidur," jawab Marni.

Mark terlihat sedikit tidak percaya dengan keputusan ibunya. 

Langkah kakinya membawa pria itu menuruni satu persatu anak tangga. Terlihat Catherine tengah menikmati secangkir teh dalam keheningan malam, di taman yang terletak dibagian belakang rumah itu.

"Mam, mengapa wanita itu ditempatkan disana?" cecar Mark tiba-tiba.

Catherine meneguk perlahan secangkir teh hangat miliknya, lalu kembali meletakkan di atas meja dengan anggun sebelum menjawab pertanyaan putranya.

"Apa masalahnya, Sayang? Kamu juga tidak mau menempatkan dia di kamarmu, berarti tidak ada tempat pula di rumah ini untuknya."

Mark terdiam. 

"Jangan bilang kamu sok peduli padanya hanya karena kalian menghabiskan 1 malam bersama!" sambung Catherine murka. Sepasang mata birunya menatap penuh intimidasi pada sang putra.

Catherine menghela napasnya, dan kembali berkata, "Sudahlah kamu tidak perlu banyak protes. Pastikan saja wanita itu tidak mengandung anakmu, karena sepantasnya kalian segera mengakhiri hubungan ini!"

"Tidak mungkin, karena saya ...." Mark sontak menghentikan perkataannya. Bibirnya seketika bungkam dan pergi begitu saja meninggalkan ibunya

"Saya apa? Kamu tidak berpikir untuk mendapatkan anak dari perempuan rendahan itu, kan?! Mark jawab Mami!" teriak Catherine kesal.

Mark menulikan pendengarannya. Ia memilih pergi dan melupakan perdebatannya dengan Catherine. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang terdiam dibalik pilar, mendengarkan seluruh percakapan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Figuran Tuan Muda    Memancing Tapi Bukan Memancing Ikan

    "K-kamu pukul aku?"Plak!Belum usai rasa sakit di pipi kiri Chintya, kini pipi kanannya pun terasa nyeri hingga telinganya berdenging. Tak hanya itu, kedua mata Chintya pun terbelalak, karena Jelita dengan kesadaran penuh berani memukulnya.Wajahnya memerah, ia menatap marah sambil menunjuk. "Kamu! Kamu, beraninya!""Mau aku pukul lagi?" tantang Jelita.Jelita tersenyum miring dan berbisik tepat di telinga Chintya. "Atau ... mau lapor polisi, Kakakku tersayang? Silahkan saja, aku penasaran siapa yang akan ditangkap?! Aku atau kamu?"Chintya berdengus, perkataan Jelita semakin membuatnya tersulut emosi. Posisinya saat ini sungguh terhimpit. Dia tak bisa melakukan apapun kepada Jelita."Dasar penyihir gila! Berani sekali kamu memukul Kak Chintya!"Dengan cepat Mark menangkap.tangan Bella.yang hendak ingin menampar Jelita. Digenggamnya erat lengan sang adik, yang membuat gadis nakal itu pun meringis kesakitan.Mark menatapnya tajam. Rasa dingin dan mencekam seketika membuat bulu kuduk g

  • Istri Figuran Tuan Muda    Kejutan di Luar Nalar

    "Ih! Minggir dikit ngapa! Sempit tau!"Di balik pilar rumah sakit itu Zeya bersembunyi. Tangannya mendorong seseorang yang ada di depannya. "Gak kelihatan, Nicky!" serunya sekali lagi."Ya ampun, istriku! Kita ini lagi ngintip, gak usah pakai toa! Lagian siapa suruh stunting? Pendek, kan?!" ejek Nicky.Kesal dengan suaminya, Zeya pun mencubit perut Nicky. Kedua matanya melotot lalu menginjak kaki sang suami sekuat tenaga."Kamu nanti malam tidur aja di luar, nyempit-nyempitin kasur! Ngabisin oksigen!" ancam Zeya yang berhasil membungkam Nicky dan membuatnya mengalah. Keduanya pun kembali fokus menyaksikan drama yang tersaji di depan mata.Sementara itu kedua pria sedang bersitatap seolah siap memangsamu. Sorot tajam mata Mark begitu mendominasi, tak selaras dengan senyuman yang menghiasi wajahnya."Loh, kok kamu di sini?" tanya Jelita terkejut.Mark mengalihkan pandangannya, seketika sorot tajam itu berubah menjadi begitu lembut dalam sekejap mata. Ia membelai pucuk kepala Jelita, lal

  • Istri Figuran Tuan Muda    Risau

    Mata Mark tak sengaja tertuju pada kancing manset tuxedo yang dikenakan Veshal.Kedua alisnya menyatu, tengah berpikir melihat hiasan ruby semerah delima yang begitu familiar."Tuan Dinata, apa kabar?" tanya Veshal ramah.Tak menyambut keramahan Veshal, Mark membuang wajahnya. Ia melihat lurus ke depan tanpa menunjukkan ekspresi apapun. "Baik," jawabnya singkat.Veshal hanya tersenyum, sepertinya rasa persaingan masih tersimpan di hati pria berwajah bule itu. Namun, ia juga tidak mengambil pusing, karena ia sadar tidak bisa memaksa siapapun untuk bersikap baik padanya.Kehadiran Veshal nampaknya menjadi momok yang mengancam bagi Mark. Walaupun sepekan telah berlalu, pria itu masih tak tenang terutama saat harus melepas Jelita berkerja. Segala khayalan liar terbesit di kepalanya. Semakin membuatnya menjadi pribadi yang lebih sensitif."Sore ini kita akan rapat bersama direksi, lalu pukul 8 malam akan menghadiri pesta amal di Hotel Semusim," ujar Yesi.Tetapi tak ada jawaban dari atasan

  • Istri Figuran Tuan Muda    Lamaran

    "Zey." Jelita menyapa. Ia berjalan menghpiri Zeta yang masih memandang kosong lewat jendela kamarnya.Malam itu langit gelap ditaburi bintang yang elok bak hamparan permata. Namun, kecantikan malam tak lantas menghibur hati seorang gadis.Jelita menepuk pundak Zeya, berusaha untuk menjadi pelipur lara sahabatnya."Sudahlah, jangan diharapkan laki-laki itu. Aku yakin pilihan orang tuamu adalah yang terbaik!" ucap Jelita.Zeya menghela napasnya. Ia sudah berupaya untuk melepaskan cinta pertamanya yang tiba-tiba saja menghilangkan bak di telan bumi. Namun, semua tak semudah apa yang diucapkan, karena hatinya tak mampu untuk berkata dusta. Jelita membalik tubuh sahabatnya, perlahan ia mengusap air mata yang mulai menggenangi pelupuk mata Zeya. "Udah cantik kayak begini! Jangan nangis dong!" "Zeya aku yakin kamu pasti akan bahagia!" lanjutnya."Tapi, Ta. Sebenarnya kemana Nicky?" tanya Zeya tiba-tiba. "Bukannya apa-apa, sebenarnya aku juga khawatir."Jelita tersenyum dan menggenggam tang

  • Istri Figuran Tuan Muda    Kekhawatiran Jelita

    "Dokter Veshal!"Veshal menghentikan langkahnya, menoleh ke arah suara yang memanggilnya.Dengan langkah setengah berlari Zeya yang baru kembali bertugas usai cuti pun tersenyum dan menghampiri Veshal."Selamat malam, Dok! Dokter apa kabarnya? Dokter kembali ke sini lagi?" tanya Zeya kembali."Kabar baik," jawab Veshal, lensa matanya yang berwarna coklat menatap Zeya dengan seksama. "Saya memutuskan kembali, karena saat di India saya merasa jiwa dan hati saya masih tertinggal di sini."Sontak jawaban Veshal membuat Zeya mengulum bibir guna menahan senyumnya. Walaupun tak berkata terus terang, Zeya seolah memahami apa yang tersirat secara halus."Oh ya, Dokter Zeya kemana aja? Beberapa hari yang lalu Jelita panik mencari kamu?" tanya Veshal kembali.Zeya tersenyum walaupun jelas sekali perasaannya yang sesungguhnya lewat sirat mata. Gadis itu memainkan stetoskop yang ada di tangannya sebelum menjawab. "Istirahat aja, Dok. Terkadang kita butuh ketenangan dan waktu sendiri agar bisa ber

  • Istri Figuran Tuan Muda    Datang Tak dijemput Pulang Tak diantar

    "Apa, apa maksudnya?"Mark gugup, dan terlihat jelas dari raut wajahnya. Sikapnya pun tentu semakin membuat Jelita curiga.Seketika Jelita sadar jika mereka tengah menjadi tontonan beberapa karyawan. Ia pun segera berdiri dan menatap suaminya. "Lebih baik kita bicara di ruangan kamu!"Jelita berjalan mendahului Mark, berusaha menahan semua rasa yang tersembunyi dalam hatinya. Setelah memastikan Mark masuk ke dalam ruang kerjanya pun Jelita segera membanting pintu, menghadang sang suami yang kini tersudut di antara tembok dan lengan istrinya."Apa ada yang kamu mau katakan padaku?" tanya Jelita tiba-tiba.Wajah pria itu pun semakin gugup, bahkan terus berupaya untuk menghindari kontak mata dengan istrinya. Sikapnya semakin menambah kecurigaan Jelita jika foto yang ia dapatkan buka. Sekedar editan belaka."Mark, jangan coba-coba menutupi sesuatu padaku. Aku tau kamu baru saja bertemu Chintya, kan?!"Deg!Tepat mengenai sasaran. Mark tidak dapat berkelit, ditambah saat Jelita mengeluarka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status