Share

5. Permintaan Kakek

Penulis: Dina Rigita
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-17 22:06:02

Sebuah senyuman seperti bulan sabit terpatri di sudut bibir Steven. Jari tangan mengelus pipi yang memerah tanpa henti. Zang—sekretaris Steven menaikkan salah satu alisnya.

“Tuan muda, apa tamparan wanita itu begitu menyakitkan sampai anda tidak berhenti mengelusnya? Perlukah saya meminta office girl untuk mengambilkan kompres?” tanya Zang meminta persetujuan.

Zang takut jika tamparan itu membuat emosi Steven tak stabil dan akan berimbas pada rapat nanti.

“Zang, apa kau pernah melihat aku ditampar oleh wanita?”

Zang menggeleng. “Tidak, Tuan. Sebaliknya, mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan anda,” sahut Zang terus terang.

Steven tersenyum miring. Menambah kesan arogan di wajahnya. Steven mengaggukkan kepalanya beberapa kali. Dia bangga dengan dirinya yang disukai banyak wanita.

Tapi Steven tidak suka pada mereka. Mereka hanyalah hama pengganggu. Haus akan ketampanan dan uang yang dimiliki Steven saja.

“Apa aku ini tampan, Zang?”

Zang sedikit terkejut dengan pertanyaan Steven yang jelas-jelas pria itu tau sendiri jawabannya. Apa Steven ini mau memamerkan ketampannya pada Zang?

Sombong sekali pria itu. Zang juga tau jika Steven tampan, kaya raya, dan cerdas. Tapi Zang juga tampan, meski satu tingkat dibawah Seven.

Zang lantas mengangguk sekali. “Iya, Tuan. Anda sangat tampan.”

Steven membuang napasnya kasar. Dia beranjak berdiri dari kursi besarnya. Lalu melangkahkan kakinya mendekti jendela. Memperhatikan jalanan yang cukup ramai.

“Aku setuju denganmu. Tapi kenapa wanita yang kita temui tadi pagi sangat membenciku?”

Zang tidak tau harus menjawab apa. Sebab Steven sendirilah yang membuat wanita muda itu membencinya.

Beberapa hari yang lalu, Zang mendapatkan perintah dari Steven untuk menyampaikan pesan pada Madam Sherly, jika dia akan membeli wanita untuk satu malam dengannya.

Zang tau, Steven bukanlah lelaki yang akan memuaskan hasrat dengan wanita lain jika bukan pilihannya sendiri.

Namun, saat Steven mendapat kabar jika Madam Sherly telah merekrut anggota baru, Steven dengan cepat membelinya dua kali lipat dari harga jual.

Dengan syarat Madam Sherly tidak boleh memberitahukan kepada siapa pun jika Steven yang sudah membelinya. Termasuk pada seseorang yang telah menjual wanita itu.

Wanita yang dimaksud adalah Nami, yang ia beli untuk satu malam. wanita yang menampar Steven di depan banyak orang.

“Tuan, bolehhkah saya bertanya?”

Steven menolehkan wajahnya pada Zang tanpa berbalik. “Apa?”

“Apa Tuan kenal dengan wanita itu?”

Steven menampilkan senyum tipis. Senyuman yang menyiratkan sesuatu. “Tidak,” sahut Steven.

“Apa anda jatuh cinta pada wanita itu, Tuan?”

Steven langsung berbalik. Alisnya menukik. “Zang, aku tidak akan pernah jatuh cinta pada siapa pun. Karna bagiku semua wanita sama saja. Mereka hanya menginginkan harta!”

Steven sedikit melonggarkan dasinya. Dadanya terasa sesak. Dia melangkahkan kaki keluar ruangan. “Segera siapkan dokumen yang diperlukan untuk rapat. Kita akan mulai rapatnya lima menit lagi!” perintah Steven.

Setelah Zang menyampaikan perintah itu pada semua karyawan kantor, seluruh ruangan menjadi hiruk piuk. Rapat yang akan dijadwalkan satu jam ke depan dirubah dan dimajukan lima menit lagi.

Terjadi kepanikan. Tidak ada ketenangan. Semua bergegas menuju ruang rapat. Menuruti perintah CEO arogan nan tidak suka dengan kata terlambat. Atau nanti akan mendapatkan hukuman yang tidak diinginkan.

***

Suara dentingan piring serta sendok bergema di ruang makan. Hari ini Steven makan malam bersama keluarga setelah sekian lama. Jika bukan karna permintaan sang mama, mungkin Steven tidak datang.

Sebab Steven tau, apa maksud wanita cantik setengah baya mengundangnya makan malam.

“Sebentar lagi Kakekmu datang,” ucap Sele—Mama Steven.

Terdengar suara helaan dari mulut Steven dan sepertinya Sele tidak mau mendengar alasan apapun. Buktinya, saat Steven mau mengeluarkan suara, wanita itu menyudahi makannya dan berlalu begitu saja.

Di ruang makan hanya tinggal Steven dan juga Zang. Steven meletakkan sendok. Dia tidak nafsu makan. “Kau tau jika Kakek akan datang, Zang?”

Zang mengangguik. “Nyonya besar tidak memperbolehkan saya umtuk memberitahukan hal itu pada anda, Tuan.”

“Kenapa? Aku juga perlu tau hal itu.” Jawab Steven.

“Karna jika anda mengetahuinya, anda tidak datang ke sini.”

“Ya, itu benar.” Zang menghela napas panjang. Sudah ia duga.

Pria baya sudah berumur namun masih terlihat tampan dan berwibawa itu menatap tajam Steven. Kedua tangan bersilang dada. Sedangkan Steven yang tengah ditatap nampak mengabaikan kehadirannya.

Pria itu fokus pada pekerjaanya. Mengecek dan memperbaiki dokumen penting. Jari lentiknya menari di atas keyboard laptop.

“Kapan kamu akan menikah?” pertanyan yang sama setiap kali bertemu.

Steven berhenti mengetik. Kepalanya mendongak malas. “Bisa Kakek tidak membahas itu?”

Arroyan—Kakek Steven menggebrak meja keras. Matanya menatap nyalang cucu satu-satunya. “Tidak bisa, kamu harus secepatnya menikah! Kakek akan mewariskan perusahaan ini pada anakmu.”

Steven memijat pangkal hidungnya. Dia bersandar di sofa. “Steven cucu Kakek. Steven lebih bisa memegang kendali perusahaan.”

Arroyan membuang muka. “Tidak mau. Pokoknya bulan depan kamu harus menikah. Jika tidak, Kakek yang akan menjodohkanmu dengan rekan bisnis dan-“ ucapan Arroyan terpotong.

“Baiklah, akan Steven usahakan,” tandas Seven. Dia tidak suka berdebat dengan pria tua yang memiliki penyakit jantung itu. Lebih baik menyudahi dan segera pergi.

Malam ini Steven butuh hiburan untuk merileksasikan pikirannya. Pria itu beranjak dan pergi keluar. Meninggalkan kakeknya yang terus merneriaki nama Steven.

Sejak bulan lalu, Arroyan selalu mendapatkan jawaban seperti itu, namun nyatanya sampai sekarang Steven belum menikah.

“KAKEK TUNGGU! JIKA DALAM DUA MINGGU KAMU TIDAK MEMPERKENALKAN CALON ISTRIMU, KAMU AKAN KAKEK PECAT, STEVEN!”

***

Nami menarik napasnya dalam-dalam. Seluruh badannya panas dingin. Pujangga menggenggam erat tangan Nami. Dia meecoba untuk memberikan ketenangan serta semangat untuk Nami. Karna malam ini adalah malam pertama Nami bekerja di rumah bordil.

Nami menahan air mata. Dia tidak sanggup. Napasnya tercekat tangannya bergetar hebat. Nami sangat ketakutan. Nami masih trauma, tapi haruskah dia mendapat trauma lagi?

Nami ingin kabur. Tapi ada dua bodyguad khusus untuk menjaga Nami. Ini terlalu berlebihan. Nami bseperti seekor burung yang dikurung dalm sangkar.

Tidak!

Sampai kapan pun Nami tidak akan siap dengan pekerjaan ini. Nami berharap ada pangeran berkuda putih yang akan membawa Nami pergi dari sini.

Nami menggigit bibirnya. Dia bergerak tak tenang. Dia gelisah, takut, dan khawatir. Rasanya Nami ingin menghilang dari muka bumi ini.

Suara ketukan pintu terdengar. Nami menoleh cepat ke arah Pujngga. Matanya berkaca-kaca. Tatapannya memohon pertolongan pada Pujangga. “Pujangga, tolong aku,” pinta Nami memelas. sunnguh, dia sangat takut.

Pujangga hanya bisa menghela napas pelan. Dia memeluk Nami. Mengelus punggungnya yang bergetar hebat akibat tangisan. Nami menangis sesenggukan.

“Jiika aku bisa, aku pasti akan menolongmu, Nami. Tapi apa daya, kita sama-sama terjebak di dalam sangkar.”

Nami semakin mengeratkan pelukannya. Tangisannya semakin keras hingga terdengar dari luar. “A-aku takut. Aku tidak mau melayani para hidung belang. Aku harus bagaimana, Pujangga?” Nami tidak tau harus berbuat apa.

“Jangan menangis, Nami. Tenangkan dulu dirimu.”

Nami melepas plukan dia menatap tajam Pujangga. “Bagaimana aku bisa tenang, Pujangga!”

“Ini bukanlah pekerjaan yang aku mau-“ suara dari luar menghentikan ucpan Nami.

“Pujangga, cepat keluar! Biarkan pelanggan kita masuk dan Nami melakukan perkejaannya!” Madam Sherly menggedor-gedor pintu. Sudah tiga menit lalu pelanggan datang.

Madam Sherly memang menyuruh Pujangga untuk menasehati Nami supaya wanita itu mau melayani pelanggan.

Pujangga mengelus lengan Nami. “Jalani takdirmu, Nami. Temanilah pelanggan malam ini,” ucap Pujangga sebelum ia keluar.

“INI BUKAN TAKDIR!” teriak Nami tidak terima.

Seorang pria berbeadan tegap masuk. Nami tegang. Dia mundur hingga ujung ranjang. Dia memeluk kakinya. Bibirnya bergetar ketakkutan.

Napasnya tertahan bahkan untuk menelan ludah, Nami kesusahan. Pria itu berjas hitam. Nami yakin, pria itu adalah pekerja kantoran.

“J-jangan dekati s-saya,” lirihnya dengan suara yang amat melas.

Pria itu membuka jas. Menampilkan kemeja putih yang meperlihatkan dada bidang serta perut kotak-kotak. Meski kemeja itu tak di lepas, Nami bisa mengetahuinya. Kemeja putih itu mencetak jelas tubuh atletis pria itu.

Pria itu melemparkan jas di atas sofa. Lalu berjalan ke samping ranjang. Nami menghindar. Dia menjauh. Laki-laki itu menampilkan senyum smirk. Seluruh tubuh Nami merinding seketika.

“Apa kamu tidak mengingat saya, Nona?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kecil sang CEO Tampan    29. Malaikat Maut?

    "Berhenti!"Steven memberikan titah pada Zang untuk menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah makan sederhana. Steven memasukkan benda pipih ke dalam saku. Kepalanya menoleh ke samping. Iamenajamkan indera penglihatannya pada seorang wanita cantik yang tengah makan lalapan ditemani dua orang maid."Zang, apakah dia malaikatku?" tanya Steven memastikan.Zang ikut menoleh. Ikut memperhatikan seseorang di sana. Satu alisnya terangkat ke atas. "Malaikat?" gumamnya."Dia bukan malaikatmu, dia Nami, istrimu."Steven melempar pandang pada Zang. "Istriku malaikatku juga Zang!" ucapnya sedikit ketus..Zang pun menjawab. "Bukan, malaikatmu itu bernama maut. Apakah kau ingin bertemu malaikat maut? Kalau iya, aku tabrakan mobil ini ke truk yang sedang melaju kencang itu, Steven," tawar Zang membuat bulu kuduk Steven merinding."Sialan kau Zang!" Steven mengumpat. Pria itu keluar dari mobil. Menutupnya dengan kasar sembari berkata, "kau saja yang mati!"Zang tertawa kecil mendengar kekesa

  • Istri Kecil sang CEO Tampan    28. Design Buruk

    'Apa benar si Nami bicara seperti itu, Bu?''Iya, Nami bilang dia akan datang mengambil rumah ini lagi. Bagaimana ini Piranda? Bagaimana kalau kita jadi gelandangan?''Tidak akan, lihat saja kalau sampai dia berani ambil alih rumah ini lagi!'Pikiran Piranda melayang mengingat percakapannya dengan sang ibu beberapa hari lalu tentang kedatangan Nami di rumah mereka.Ingat! Ini sudah menjadi rumah mereka! Bukan rumah Nami lagi.Mendengar perkataan Nami yang sudah seperti di atas langit membuat Piranda sangat amat jengah sampai tak bisa tidur dengan nyenyak. Bawah mata Piranda menghitam layaknya mata panda. Dia kurang tidur beberapa hari ini memikirkan ide jahat lagi.Kalau seperti ini, Piranda ingin mendapat hati Steven semakin cepat tetapi ia bingung apa yang harus ia lakukan agar tidak gagal lagi? Ide dari Pujangga—pekerja Madam Sherly sudah bagus hanya saja, diwaktu yang salah.Piranda jadi tak tenang. Design yang harusnya deadline hari ini belum selesai. Darwin sakit dan terpaksa wa

  • Istri Kecil sang CEO Tampan    27. Bersiaplah!

    Bulan madu yang harusnya membuat hubungan suami istri menjadi mesra dan romantis ternyata tidak sesuai ekspektasi Steven. Niatnya pergi ke Bali selama satu bulan supaya bisa membuat hubungannya dengan Nami lebih baik, tetapi dalam keadaan Nami yang hamil menuju tiga bulan membuat emosi Nami tak stabil dan sering mual-mual.Apalagi saat mencium aroma parfum Steven. Pria itu sering mendapatkm kekerasan secara fisik seperti pukulan, tamparan sampai tendangan maut Nami saat bangun tidur. Dikarenakan kondisi Nami yang belum stabil, akhirnya Steven memutuskan untuk kembali ke Jakarta.Nami pun meminta maaf pada Steven karna belum bisa membuat bulan madu mereka indah.'Aku minta maaf karna sudah membuat bulan madu ini hancur, tapi ini terjadi juga karna kamu yang membuatku hamil!'Saat Nami berkata demikian, Steven pun juga memikirkan hal yang sama. Tapi, dia bangga. Bangga karna sudah membuat Nami menjadi miliknya seutuhnya."Nanti, bawakan aku bekal lagi, ya?" Steven memeluk perut Nami dar

  • Istri Kecil sang CEO Tampan    26. Menasehati Bibit Pelakor

    Nami mencetak satu centong nasi goreng buatannya di mangkok kecil untuk membentuk nasi berbentuk setengah bulat dengan cara sedikit menekan. Kemudian Nami menata bentukan nasi tersebut ke dalam wadah bekal yang sudah ia siapkan.Tak lupa juga Nami menambahkan telur mata sapi di atas nasi goreng sebagai hiasan serta beberapa irisan cabai ia tancapkan di kuning telur. Melihat penampilan nasi goreng itu saja sudah menggugah selera, apalagi saat satu sendok nasi meluncur masuk ke dalam mulut? Pasti siapapun yang menikmati akan merasakan surga dunia.Bahkan para koki yang bertugas memasak di dapur keluarga Arroyan saja mengakui bahwa nasi goreng spesial buatan Nami ini sangatlah lezat.Nami sudah mempersiapkan bekal yang akan ia bawakan untuk Steven. Pria itu tidak meminta Nami untuk membawakan bekal, tapi ini adalah inisiatif Nami sendiri.Tentu saja dengan adanya tujuan tersendiri.Bukan tujuan untuk membuat Steven semakin jatuh cinta pada Nami, bukan!! Melainkan tujuan untuk membuat Pira

  • Istri Kecil sang CEO Tampan    25. Tidak Akan Lepas

    Steven sangat menikmati pemandangan terindah yang pernah ia lihat sebelumnya selama masa hidupnya. Bahkan tak hanya pemandangan dari luar, tetapi dari dalam juga.Ah ada apa dengan otaknya?Kotor sekali!Seorang gadis—ah bukan gadis! Melainkan seorang wanita cantik dengan rambut panjang hitam berkilau tengah terapung di atas air menciptakan ombak kecil dengan tangan serta kakinya.Tinggi badan sekitar seratus enam puluhan itu nampak sangat mungil di matanya. Berbeda sedikit jauh dengan tinggi badannya yang mencapai seratus tujuh puluhan. Meski mungil, dia sangat seksi layaknya gitar spanyol. Sembari memandang tubuh seksi milik nona kecilnya, Steven meminum segelas wine di kursi santai.Nami—wanita yang dipandangi oleh Steven mencapai garis finish setelah berenang sebanyak 15 putaran. Sebelum hamil, dia mampu memutari kolam renang di pemandian umum sebanyak 25 putaran, tapi sekarang tubuhnya sudah terasa lelah.Nami memunculkan kepalanya di atas air. Mengusap wajahnya menyugar rambutny

  • Istri Kecil sang CEO Tampan    24. Kolam Renang

    Steven terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Pria itu menoleh ke samping, sosok wanita berwajah cantik tengah terlelap di tidurnya yang nyaman. Steven membaringkan tubuhnya sedikit menyamping untuk melihat wajah istrinya. Steven memperhatikan wajah Nami lekat. Membelai lembut pipi wanita itu yang mulai mengembang.Steven menyingkirkan anak rambut yang menghalangi kecantikan Nami. Satu kecupan sayang ia daratkan di kening wanita itu. Seulas senyum terbit di bibir tipis merah muda milik Steven.Steven duduk di ranjangnya. Ia menurunkan kedua kakinya di bawah lantai seraya menyugar rambutnya ke belakang. Steven hanya memakai celana pendek tanpa baju. Steven menuangkan segelas air minum di dalam gelas lalu meminumnya hingga tandas. Tak lupa juga ia menyiapkan minuman untuk Nami dan menutupnya agar tak ada serangga yang masuk ke dalam minumannya.Steven beranjak dari ranjang. Sebelum meninggalkan kamar, Steven menarik selimut untuk menutupi tubuh Nami. Pria itu keluar kamar tanpa memakai b

  • Istri Kecil sang CEO Tampan    23. Malam yang Dingin

    Kilatan petir bercahaya itu merambat menuju kerak bumi disertai suara sambaran yang begitu memekik telinga. Bulan mulai menghilang tertutup oleh awan, cahaya bintang mulai redup. Angin ribut berdesau kencang disertai awan kelabu yang menggelap menandakan akan ada badai turun yang melanda bumi bersamaan dengan tetesan air hujan.Steven mendongak menatap langit hitam digelapnya malam dari jendela mobil yang tertutup. Tarikan napas itu sangat panjang. Ia menghirup oksigen sebanyak mungkin. Membayangkan bagaimana mengerikannya kilatan petir itu, ia mengingat istrinya di rumah. Steven melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Pria itu takut jika wanitanya ketakutan.Steven menyalip beberapa pengendara lain dengan sangat amat lihai seperti seorang pembalap handal. Tak memperdulikan suara klakson yang saling bersahutan dari beberapa pengendara untuk memperingati Steven. Percuma, karna itu tak akan mempengaruhi Steven untuk mengurangi kecepatan. Justru suara klakson mereka membua

  • Istri Kecil sang CEO Tampan    22. Terpaksa Menunda

    Piranda menaikkan kembali dress yang sempat ia turunkan hingga batas dada untuk menutupi tubuhnya yang sedikit terbuka. Tadi ia menurunkan dress-nya untuk berfoto selfi lalu ia kirimkan kepada Nami. Seringaian iblis tak luntur di wajahnya cantiknya. Ia memilin rambut yang terurai di samping pipi."Mari kita lihat bagaimana reaksi Nami saat melihat suaminya tidur bersama wanita lain." Piranda mengirimkan foto selfie yang baru saja ia ambil bersama Steven. Pria itu tengah tertidur pulas akibat obat tidur yang dituangkan oleh Andi di minumannya.Piranda menurunkan pandangannya ke bawah ranjang, di mana Steven masih memejamkan mata, sudut bibirnya tertarik ke atas. Piranda mengusap peluh keringat Steven yang mengalir."Apakah kamu tidur nyenyak, calon suamiku?" Piranda terkekeh geli. Ia membayangkan ketika mimpinya menjadi nyata. Mimpi jika dirinya sudah menjadi istri dari seorang Steven. Pasti akan sangat amat membahagiakan.Lalu wanita itu beralih menatap ponselnya dan menunggu reaksi d

  • Istri Kecil sang CEO Tampan    21. Reaksi Nami

    "Selamat datang, Nami."Nami menunduk hormat pada Arroyan setelah melewati ambang pintu. Dia hanya berdiam diri di sana dan tidak melanjutkan langkahnya untuk masuk. Nami tau adab. Jika belum dipersilahkan masuk, maka dia belum boleh masuk."Masuk!"Nami mengulas senyum tipis. Mendengar titah dari Tuan Arroyan—kakek Steven sekaligus pemilik Gerrard Group, baru lah Nami melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam. Dilihatnya ada dua buah kursi yang memang disediakan di depan meja kantor Arroyan sebagai kursi tamu atau karyawan yang akan ia ajak diskusi, dan Nami duduk di salah satu kursi tersebut setelah mendapat perintah duduk."Apa kamu tau mengapa saya memanggil kamu ke sini, Nami?"Tentu Nami tidak tau. Bahkan sejak ia mengetahui jika orang yang memanggil dirinya adalah Arroyan saja jantungnya sudah hampir copot. Di setiap tapak lantai yang ia pijak menjadi saksi bagaimana gemetarnya kaki Nami saat hendak mendekati pintu kantor khusus milik Arroyan yang ada di mansion ini.Nami pu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status