Kedua kelopak mata Nasya terbuka dan kepalanya merasa penat luar biasa, dia tidak tahu apa yang terjadi padanya, yang dia ingat adalah dia jatuh pingsan tapi setelah itu dia sama sekali tidak mengingat apa pun.
Langit-langit putih, yang sama sekali dia tidak tahu di mana dia berada, bukan di kamarnya atau di mana pun, tapi dia merasakan bukan hanya dia yang berada di sana tetapi Anjas juga berada di sana. Mata Nasya menyipit menatap suaminya yang tampak dengan rambut berantakan itu memandanginya dan berusaha berbicara pada Nasya, tetapi sayangnya Nasya tidak mendengar satu kata pun dari sang suami. “Nasya sayang aku bisa jelasin semuanya, tolong dengarkan aku dulu, ya.” “Mas ....” Perlahan dia bisa mendengar suaminya mengatakan sesuatu. Tetapi ucapan suaminya terdengar aneh, dan dia tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh Anjas. Nasya menyipitkan mata dan sekarang pandangannya terlihat begitu jelas, Anjas berdiri di hadapannya. Seseorang dengan jas medis datang, seorang pria yang tersenyum kepada Nasya. “Bagaimana perasaan Bu Nasya?” tanya pria yang tidak lain adalah seorang dokter, Nasya yang masih sedikit pusing terlihat mengelus kepalanya. “Apa yang terjadi?” tanya Nasya. “Kita ada di rumah sakit, Nasya, kau tadi jatuh pingsan dan ....” “Aku nggak tahu Mas, aku nggak ingat apa-apa,” kata Nasya dengan pelan yang membuat Anjas menatap ke arah dokter, dan saat itu pun si dokter merasa ada yang salah dengan Nasya. “Mungkin Bu Nasya harus melakukan pemeriksaan ulang,” kata si dokter, dan Anjas tentu setuju dengan tawaran itu, Nasya ditanya beberapa pertanyaan dan tidak ada satu pun pertanyaan itu dijawab dengan benar. “Maaf Dok, tapi aku nggak ingat banyak, aku nggak tahu apa yang terjadi padaku, astaga sepertinya aku cuman mau istirahat sekarang.” Nasya yang masih menjaga kepalanya. Lalu sang dokter bertanya pada kepada Anjas, tetapi suara mereka terdengar sangat kecil, Nasya bahkan tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Tidak lama setelah itu, dokter pergi dan Anjas masih berdiri di tempatnya. “Mas, apa ada yang salah sama aku?” tanya Nasya dan Anjas berjalan ke arah istrinya hendak menanyakan banyak hal. “Sayang aku mau nanya sama kamu,” kata Anjas, dia duduk di pinggir ranjang. “Jangan dulu deh Mas, aku mau pulang sekarang.” Tetapi Anjas memaksa untuk Nasya menjawab pertanyaan Anjas, “Kamu harus jawab pertanyaan aku dulu, sebelum kita pulang.” Nasya yang mendengar itu menghela nafas dan menatap ke arah Anjas. “Kamu ingat apa yang tadi kamu lihat?” “Apa yang aku lihat Mas? Kamu ngomong sama dokter? Apa maksud Mas?” Nasya berusaha menghindari pertanyaan karena rasa pusing yang masih menyiksa kepalanya. Terlihat Anjas terdiam dengan jawaban Nasya. Beberapa saat setelah Dokter pergi, seorang suster datang dan berkata, “Bu Nasya sudah bisa pulang, tapi sebelum itu, kalian berdua harus bertemu dengan dokter.” Nasya dan Anjas pun kini duduk di hadapan meja dokter yang menangani Nasya, dan memberikan hasil dari pemeriksaan Nasya. “Baiklah, sebelumnya aku ingin memberi kalian selamat, atas kehamilan Bu Nasya.” Senyum mekar di bibir Nasya dan tampak kebahagian, Anjas pun terlihat terkejut tapi tak ada senyum, ini adalah momen yang sangat membahagiakan bagi Nasya tapi sayangnya ada berita lain. “Jadi tidak ada yang salah dengan istri saya, dok?” Dokter tampak diam dan menggelengkan kepala, “Bu Nasya harus melakukan pemeriksaan secara rutin Pak.” “Tentu saja, aku sedang hamil jadi aku pasti butuh pemeriksaan Dokter,” kata Nasya dengan polosnya. “Bukan itu, Bu Nasya, tapi Anda saat ini sedang menderita penyakit lain yang membahayakan bayi Anda,” ucapan dokter membuat senyum di bibir Nasya hilang. “Tolong dok katakan sesuatu yang jelas.” Anjas terlihat serius dan mereka menunggu. “Bu Nasya saat ini menderita penyakit Alzheimer.” “Alzheimer?” Anjas bertanya dan Nasya hanya diam. “Alzheimer, yang membuat pasien akan lupa secara mendadak dan memorinya akan hilang beberapa detik setelahnya,” jelas dokter yang membuat Anjas menganga. “Jadi dok, aku akan lupa kalau aku hamil setelah ini?” tanya Nasya dengan bibir bergetar. “Benar, setiap yang anda saksikan, akan hilang beberapa saat setelahnya dari ingatan Anda, tetapi aku memiliki resep untuk mempertahankan memori Anda sedikit lebih lama, tetapi Anda harus rutin setiap pekan ke rumah sakit, Bu Nasya,” jelas dokter dan memberikan resep itu pada Nasya tetapi Anjas langsung merebut kertas resepnya. “Terima Kasih Dok, kami akan ke apotek sekarang.” Anjas dan Nasya sekarang kembali pulang setelah mengambil resep obat, dan saat pulang, terlihat Anara yang sudah berkemas itu akan segera pergi. “Mas Anjas, aku nggak bisa terus ada di sini, Mbak Nasya sudah tahu semuanya.” Namun bukannya membiarkan Anara pergi, Anjas malah menarik tangan Anara dan tersenyum sementara Nasya berdiri di depan pintu. “Kamu tenang, semuanya akan baik-baik aja, sayang. Nasya gak akan ingat, apa yang kita sebelumnya lakukan, dan apa yang kita lakukan selanjutnya.” Lalu dia jatuhkan bibirnya dan melahap bibir indah Anara tepat di hadapan Nasya.Keputusan yang sangat berat, membuat Nasya melupakan semuanya lalu menulis kenangan baru? Itulah yang disampaikan oleh Anjas kepada Aina yang saat ini masih mengejar Jaka, ya berkat dukungan ibu Jaka. "Itu bisa menjadi peluang mu, Anjas, kau bisa kembali menarik perhatian Nasya jika itu terjadi, sementara Jaka, dia sulit merayu seorang wanita, Nasya akan sulit jatuh cinta padanya." "Nasya membenciku." Anjas yang sekarang memainkan secangkir kopi yang berada di hadapannya, dia menoleh ke samping dan berkata lagi, "Jaka bahkan berhasil membuatku ragu tentang anakku sendiri, dia berkata seharusnya aku mengecek kondisi fisik ku, secara tidak langsung dia mendidih aku mandul." Anjas mengepalkan tangan. "Jadi, Jaka berpikir bahwa Aysan adalah anaknya?" "Entahlah. Aku tidak tahu, hanya saja dengan hal itu, aku meragukan diriku sendiri." Dia lalu meraih gelas berisikan kopi hangat lalu meneguknya dalam sekali tegukan. "Tapi." Iya menekan gelas itu ke meja dan hampir meremukkan dengan tang
"Kau, astaga kau pikir kau siapa!" Jaka menghentakkan tubuh Anjas ke lantai dan kepalanya terbentur tepat ke dinding. "Kau sudah menghancurkannya, sejak awal, kau merebutnya dariku dan berharap agar bisa merebut Nasya lagi? Kau membuatnya menderita dan kau pikir kau akan mendapatkan kesempatan lagi hanya karena dia melupakan banyak hal tentang ku, he?" Jaka memberikan pelajaran pada Anjas walaupun dokter berusaha menenangkan Jaka tapi tetap saja kemarahan Jaka luar biasa, walau demikian Anjas juga Tidka ingin tinggal diam, dia lalu berdiri dan melawan Jaka dengan perkataan. "Walau pun kau berusaha keras untuk mengambil Nasya dariku, aku pastikan bahwa dia tidak akan mau dengan mu! Sia mencintai ku selamanya, dan aku adalah ayah dari putranya, aku adalah ayah Aysan."Jaka alu tertawa terbahak-bahak, dia maju selangkah, matanya seolah akan segera keluar dari kelopak matanya dengan urat wajah yang begitu terlihat jelas. "Aku pikir kau tahu soal ini, Anjas." Jaka tertawa, dia menggelen
"Apa yang harus aku lakukan Dok? Dia bahkan tidak bisa mengingat anaknya sendiri." Jaka tampak frustasi, luar biasa, dia meremas rambut tebalnya dan mengepalkan tangan satunya. Dokter yang duduk di belakang meja hanya bisa menghela nafas melihat betapa frustasinya Jaka. "Satu-satunya jalan adalah melakukan operasi, beda, ini bukan hanya mengenai psikologis Bu Nasya, tapi juga terjadi benturan di kepalanya, bukan hanya trauma tetapi juga masalah di dalam otaknya, kami sudah menemukan titik masalahnya, apa yang terjadi pada Bu Nasya sepenuhnya adalah trauma dan luka dalam." "Jadi ... Apa hal itu bisa membantunya, dokter?" Sang dokter tampak ragu tapi pada akhirnya dia menganggukkan kepala, dan berkata kepada Jaka, "Ya, kami akan melakukan yang terbaik untuk Bu Nasya dan Anda, Anda tak perlu cemas, serahkan semuanya kepada medis, Pak Jaka." Jaka merasa bahwa dia diberikan sebuah pencerahan yang dapat membuatnya merasa lega sempurna. Dia lu berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangan
Jaka panik luar biasa stelah dia melihat Nasya saat ini berada di dalam mobil yang berbeda dengannya, sebuah mobil taksi ke sebuah tempat yang dia kenali, yaitu rumah Anjas. Rupanya Nasya masih mengingat mengenai rumah mantan suaminya, tapi memorinya selama tiga tahun berlalu tidaklah dia ingat. Sementara di sisi yang lainnya Aysan sekarang berada di dalam rumah sakit dan berada dalam perawatan yang serius, yang membuat Jak betul-betul tidak bisa memahami situasi dan bagaimana dia akan mengontrol semua ini, semua yang terjadi sekarang. Walau pun seperti itu, dia tidak bisa melakukan apa pun selain ikut di belakang mobil taksi yang Nasya tumpangi, dan kini mobil itu berhenti tepat di hadapan rumah Anjas, sore sudah tiba, dan mungkin Anjas sudah berada di rumah saat ini, karena sudah jam pulang kantor. Nasya yang keluar dari taksi langsung menggedor-gedor pintu sambil berteriak di depan pintu, "Anjas, Mas, tolong cepat buka pintunya." "Nasya." Tangan Jaka langsung mencengkeram lenga
"Astaga." Kepanikan tentu saja sekarang dirasakan oleh Nasya, melihat bocah yang terus-menerus memanggilnya Mama sekarang terjatuh dari tangga menuju lantai paling bawah dan sekarang tubuhnya membeku tidak tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan olehnya. Tetapi beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa kekacauan itu terjadi karenanya, Lalu Nasya kemudian berlari menuruni tangga. "Aku mohon jangan terjadi sesuatu, kamu harus baik-baik saja, apa yang aku telah lakukan padanya." air mata kemudian mengalir dari pipinya. dia langsung membungkuk dan meraih tubuhnya yang kepalanya sekarang terbentur dan mengalir darah dari sana. bocah ini tidak sadarkan diri Nasya sama sekali tidak tahu bagaimana harus apa. Jadi yang dia lakukan adalah mungkin membaca itu dan keluar dari rumah, ke arah pos satpam. Nasya sekarang panik lalu berteriak, "Tolong, terjadi sesuatu, Tolong! Bantu aku, Pak." satpam yang sedang meminum kopi dan membaca koran di pos satpam yaitu mendengar suara Nasya langsung
"Akan ada operasi yang mungkin kau akan lakukan, jadi aku mohon janga membangkang untuk kesembuhan kau, Nasya, aku harap aku paham." Jaka yang saat ini masih memandang ke arah Nasya yang duduk di hadapannya. sebenarnya pikran Nasya masih ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jaka tetapi sepertinya berbeda dengan hati Nasya yang tentu saja masih berpikir bahwa Anjas atau mantan suaminya itu adalah pribadi yang setia dan tidak mungkin menghianati Nasya. jadi Nasya masih memilih untuk tidak mempercayai apa yang Jaka katakan. "Aku hanya ingin sekali saja bertemu dengan Anjas dan mendengar apa yang dia katakan, jika kau mengurungku seperti ini bagaimana aku bisa percaya kepadamu, aku sama sekali tidak ...." dia menundukkan kepala dan merasa bimbang dengan apa yang harus dia katakan. Sesekali dia menelan saliva dan mencoba berpikir kata apa yang harus dia keluarkan dari mulutnya. "tentu saja ... astaga apa yang harus aku katakan lagi agar bisa membuat kau percaya. sepertinya tidak