Share

2. Terusir

Penulis: Yasmin_imaji
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-22 09:21:10

Sudah satu Minggu sejak Lita memilih mengundurkan diri dari perusahaan secara sukarela, kini tabungan yang Lita miliki semakin menipis. Dalam satu Minggu itu banyak sekali uang yang Lita keluarkan dengan dalih self reward untuk dirinya yang telah bertahan dengan pekerjaan sebelumnya.

"Maaf, Lita. Aku tidak bisa memberimu perpanjangan waktu lagi, dengan berat hati hari ini kamu harus angkat kaki dari apartemen ini karena ada orang lain yang akan segera menempatinya."

"Bu, beri aku waktu satu Minggu aku akan segera membayar sewanya," pinta Lita.

"Tidak, Lita. Aku sudah cukup baik dengan membiarkanmu tinggal tiga hari lebih lama sejak kamu tidak lagi membayar uang sewa. Aku akan memberimu waktu hingga pukul tiga sore nanti untuk kamu berkemas dan pergi dari sini."

Lita hanya dapat menghela nafas ketika pemilik apartemen telah pergi meninggalkannya seorang diri. Lita tidak bisa menyalahkan wanita itu karena sebenarnya wanita itu telah sangat baik kepadanya. Tidak ada lagi yang bisa Lita usahakan selain memilih untuk berkemas. Kini dia juga menyesal telah menguras isi tabungannya.

"Seharusnya tidak perlu ada kata self reward jika hanya membuatku semakin miskin!"

Pukul sepuluh pagi Lita akhirnya pergi dari apartemen yang telah dia tinggali sejak masa kuliah. Menarik kopernya Lita menuju lift untuk turun ke lantai bawah. Lita berpikir hari ini dia akan tidur di halte atau mushola karena uangnya tidak mungkin cukup untuk mendapatkan sebuah kos. Kalau Lita nekat mencari kos dia pasti akan sakit tidak lama lagi karena tidak ada uang untuk dia makan nanti.

"Setelah bergabung dengan club pengangguran kini aku bergabung dengan club luntang-lantung tidak jelas. Apa hidupku memang dibuat sengsara seperti ini?" Lita melihat ke arah sepatunya lalu menghela nafas. "Jika tidak, tolong kirimkan seseorang untuk menampungku."

Seperti sebuah doa yang dikabulkan di hari itu juga, setelah hampir satu jam lamanya Lita berjalan sebuah mobil berwarna putih berhenti di dekatnya. Namun, Lita tetap berjalan.

"Lalita?" panggil seseorang membuat Lita yang sebelumnya tetap berjalan walaupun dengan langkah melemah berhenti dan menengok ke belakang.

Lipatan halus tercipta di dahi Lita ketika melihat seorang pria dengan pakaian kantoran yang pas di tubuhnya dan wajahnya yang tampak familiar untuknya.

"Kenapa kamu dijalanan dengan membawa koper?" lanjut pria itu bertanya.

"Maaf, apa sebelumnya kita pernah bertemu atau kita saling mengenal?" Lita akhirnya membuka suara.

"Matahari semakin terik, lebih baik kita masuk ke dalam mobilku dan kamu bisa menanyakan hal yang ingin kamu tanyakan. Sebelumnya kita memang pernah bertemu, namun untuk saling mengenal sepertinya tidak. Aku Brian Wirawan, kamu ingat?"

Sangat terlihat keterkejutan di wajah Lita, dalam hati perempuan itu merutuk bagaimana bisa dia tidak mengenali wajah pria yang pernah menjadi bosnya. Walaupun hanya sehari.

Kini Lita telah berada di dalam mobil yang sama dengan Brian. Suasana terasa canggung tanpa adanya percakapan di antara keduanya. Brian juga terlihat sibuk dengan iPad yang berada di pangkuannya. Mereka duduk di belakang dengan sopir yang fokus mengendarai mobil.

"Kamu bilang akan mengundurkan diri, kamu benar-benar melakukannya?" tanya Brian yang kemudian menyimpan iPad miliknya. Pria yang terlihat tampan dan menawan serta memiliki aura rumah itu menurunkan kacamata anti radiasinya.

Kepala Lita yang tadi menghadap ke arah jalanan memutar dengan pelan hingga akhirnya dia dapat melihat paras rupawan dari seorang Brian Wirawan. "Saya melakukannya karena menurut saya itu adalah keputusan yang benar."

"Lalu, apa sekarang kamu sudah mendapatkan pekerjaan lagi?"

Lita meringis pelan, tangannya bergerak untuk menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak terasa gatal. "Saya belum berniat untuk kembali bekerja, Pak. Dan saya belum siap untuk mendapatkan tekanan pekerjaan." Sebut saja Lita pengecut, dia tidak akan peduli karena kesehatan mentalnya lebih penting daripada cibiran orang lain.

"Kita makan dulu, mau? Ini sudah waktunya jam makan siang."

Mobil yang dikendarai supir Brian memasuki salah satu restoran ternama di kawasan elite perkotaan. Lita berjalan mengekori Brian tanpa membawa kopernya karena koper milik Lita telah tersimpan rapi di bagasi mobil. Brian memesan meja untuk dua orang.

"Kita lanjutkan percakapan kita setelah makan siang," ujar Brian ketika pelayan datang dengan membawa pesanan mereka. Sebenarnya itu semua merupakan pesanan Brian, karena Lita yang terlalu lama berpikir akhirnya pria itu memutuskannya sendiri. Ada alasan kenapa Lita lama mengambil keputusan, tak lain karena uangnya yang bisa saja akan habis tak bersisa dalam sekali makan.

"Kenapa tidak kamu makan?" tanya Brian kala dia menyadari Lita yang tak kunjung mengambil sesuap makanannya. "Aku yang akan membayarnya, tidak perlu khawatir. Makanlah, aku tahu kamu tidak berjalan untuk jarak seratus meter saja." Agaknya Brian tahu kekhawatiran yang sedang Lita hadapi.

Lita tersenyum canggung. "Saya akan menggantinya segera."

Dalam beberapa menit yang berjalan, makanan keduanya telah habis mereka makan. Pelayan mengambil piring kotor tersebut dengan membawa makanan manis sebagai makanan penutup.

"Kamu tadi berbicara tentang tekanan pekerjaan, apa selama kamu bekerja di perusahaan yang saat ini aku kendalikan kamu tertekan? Selama yang aku lihat dan aku amati sebelum aku benar-benar memegang posisi CEO, setiap divisi memiliki lebih dari cukup karyawan dengan job desk yang sudah disesuaikan dan dipastikan tidak akan melebihi kapasitas, apa kejadian di lapangan tidak seperti itu?"

Lita yang sedang memakan brownies coklat tersedak. Brian dengan cepat mengulurkan minuman milik Lita agar dia segera membaik. Lita berdehem sejenak. "Tentang job desk yang diberikan itu memang sudah sesuai, Pak. Hanya saja, saya banyak melakukan kesalahan dalam melakukan tugas saya sehingga saya tidak bisa memenuhinya. Untuk tekanan yang saya maksud itu tekanan dalam diri saya sendiri. Saya selalu berpikir dan berkeinginan untuk melakukan tugas saya dengan sebaik mungkin, namun yang terjadi sebaliknya dan itu membuat saya merasa tidak nyaman dan tertekan untuk tetap bekerja di perusahaan."

"Lalu, kamu sudah berpikir pekerjaan apa yang akan kamu lakukan setelah keluar dari perusahaan? Yang tentunya sesuai dengan keinginan kamu," tanya Brian lalu meminum kopinya.

Lita menggeleng pelan. "Untuk saat ini saya belum tahu dan saya sudah mengatakan sebelumnya bahwa saya belum ada niatan untuk bekerja."

Brian terdiam untuk beberapa saat. "Menurut kamu, pekerjaan apa yang bisa membuatmu tidak tertekan dan tetap nyaman dengan pekerjaan itu?"

"Saya tidak tahu. Namun, setelah ini saya akan mencoba mencari pekerjaan secepatnya walaupun mendapat tekanan karena saya tidak memiliki cukup banyak uang untuk menyewa sebuah tempat tinggal."

"Tempat tinggal?"

Lita tersenyum sungkan, dia sepertinya baru saja berkeluh-kesah pada mantan bosnya. "Ya, karena dalih self reward atas kekuatan mental saya selama bekerja, tabungan saya hanya tersisa satu juta saja."

"Jika kamu memang memiliki niat bekerja, aku ada tawaran untukmu. Menurutku, pekerjaan ini bisa dikatakan santai dan tidak terlalu membuatmu berpikir keras." Brian melihat ke arah Lita yang kini terlihat ragu. "Kamu bisa menjadi asisten rumah tangga di rumahku, di sana nanti kamu juga mendapatkan tempat tinggal. Selama ini aku hanya memanggil seseorang untuk sesekali membersihkan rumahku, namun aku rasa itu kurang efektif."

"Kamu mau, Lita?"

~~~~~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
eh ada dewa penolong Lita nih si mantan bosnya
goodnovel comment avatar
Viva Oke
Lita malang nasibmu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Rahasia Tuan Brian   17. Tercoret

    Brian merasakan campuran antara kemarahan dan keputusasaan saat mendengar kata-kata kasar dari ayahnya sendiri. Dia merasakan tamparan keras mendarat di wajahnya, menyakitkan fisiknya sekaligus mengguncang batinnya.Dengan hati yang berat, Brian menundukkan kepalanya, merasakan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Dia merasa terjepit di antara cinta dan keterpaksaan, tidak tahu harus berbuat apa lagi di tengah tekanan dan ancaman dari ayahnya yang kejam."Saya... saya tidak bisa, Papa," bisik Brian dengan suara gemetar, mencoba menahan emosinya yang meluap-luap.Guntur Wirawan menatap Brian dengan tatapan dingin, tanpa belas kasihan. "Kamu tak punya pilihan, Brian. Kehormatan keluarga harus dijaga, apa pun caranya," ucapnya dengan suara tegas.Dengan perasaan hampa dan penuh penyesalan, Brian melihat Lita pergi dari hidupnya, meninggalkan seutas benang cinta yang putus di antara mereka. Dia merasa hancur oleh keputusannya untuk membiarkan Lita pergi, tetapi juga tidak bisa melawan

  • Istri Rahasia Tuan Brian   16. Tertangkap

    "Berhenti, Lita. Tunggu, biar aku saja!" cegah Brian.Brian bergerak cepat untuk mengambil pakaian dan mengenakannya dengan tergesa-gesa, hatinya berdebar-debar memikirkan siapa yang mungkin berada di balik pintu itu."Tenanglah, Brian. Aku akan melihat siapa di sana," ucap Lita dengan cukup halus, mencoba meredakan kegelisahan Brian.Lita melangkah ke arah pintu dan dengan hati-hati membukanya. Di belakangnya sudah berdiri Brian yang datang mengikuti. Di sana, mereka melihat seorang pria paruh baya dengan senyum ramah di wajahnya."Maaf mengganggu, saya dari layanan kebersihan vila. Saya datang untuk membersihkan vila ini seperti yang telah dijadwalkan," ucap pria tersebut dengan sopan.Brian menghela nafas lega, menyadari bahwa itu hanyalah seorang petugas kebersihan. "Terima kasih, kami lupa dengan jadwal pembersihan hari ini. Silakan masuk dan lakukan pekerjaanmu," ucap Brian dengan ramah.Setelah petugas kebersihan itu masuk dan mulai membersihkan vila, Brian dan Lita bernapas leg

  • Istri Rahasia Tuan Brian   15. Kenangan Lama

    Di dalam vila yang tenang, Brian dan Lita duduk di ruang tamu yang nyaman. Suasana hening memenuhi ruangan, hanya terdengar desiran angin yang lembut di luar.Brian memandang Lita dengan ekspresi campuran antara kekhawatiran dan keputusasaan. "Lita, aku tahu semuanya terasa aneh dan membingungkan. Aku akan menjelaskan semuanya padamu sekarang."Lita menatap Brian dengan mata penuh penasaran, menunggu penjelasan yang sudah lama dinantikan. Hatinya berdebar-debar, siap menerima apapun yang akan diungkapkan Brian."Sebenarnya, Lita...," ujar Brian perlahan, mencoba merangkai kata-kata dengan hati-hati. "Sebenarnya, aku tidak bisa menjelaskan semuanya dengan mudah. Ada rahasia besar yang harus aku ungkapkan padamu."Lita mengangguk, menunjukkan bahwa dia siap mendengarkan."Kau tahu, kita berdua memiliki masa lalu yang terhubung jauh sebelum ini," lanjut Brian, matanya menatap jauh ke dalam ingatannya.Lita memicingkan mata, mencoba memahami apa yang Brian maksudkan. "Apa maksudmu, Brian?

  • Istri Rahasia Tuan Brian   14. Meninggalkan Pesta

    Jangankan untuk menoleh, Brian pun seolah tak mendengarkan teriakan sang ayah saat mencegahnya untuk pergi. Brian sama sekali tak mempedulikan itu semua, yang ada di pikirannya kini adalah Lita.Brian melihat sekelebat bayangan Lita di kejauhan. "Lita!" Lita, tunggu Lita!" Brian berteriak, menyeru seraya menyusul Lita yang masih terus berlari."Lita, berhenti!" cegah Brian dengan meraih tangan Lita."Lepasin tanganku, Brian." Lita memaksakan diri untuk tetap pergi. Dia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan cekalan tangan Brian."Dengarkan aku dulu, Lita." Brian tetap bersikeras menahan Lita untuk pergi."Kenapa kamu menahanku, Brian? Kenapa kamu mengatakan kalau aku adalah calon istrimu? Apakah kamu tahu jika itu hanya akan membuat mereka semua menatap sinis padaku? Kenapa juga kamu harus mengajakku ke tempat ini, Brian? Kamu sengaja, kan?" Banyak pertanyaan yang pada saat itu juga Lita lontarkan.Dengan air mata yang sudah membanjiri kedua pipinya, Lita menangis sesenggukan mengelu

  • Istri Rahasia Tuan Brian   13. Calon Istri

    Di sebuah hotel berbintang yang cukup terkenal, ballroom sudah dihias dengan sedemikian rupa. Segalanya telah tertata dengan sempurna, semuanya tampak indah dan sangat menawan. Di sanalah kini para orang-orang kaya sedang berkumpul. Di tempat itu pula, acara pesta dari Anton Wirawan yaitu kakek Brian akan dilaksanakan.acara ini memang selalu rutin diadakan di setiap tahunnya.Banyak sekali tamu-tamu undangan yang datang untuk menghadiri acara tersebut. Begitu banyak pemilik perusahaan dan juga orang-orang penting lainnya. mereka semua ada di temoat itu, selain untuk memberikan ucapan kepada Anton Wirawan tentu saja mereka tengah membicarakan sesuatu hal yang penting, sudah barang tentu itu adalah masalah bisnis.Sebuah mobil merk ternama segera berhenti tepat di pintu masuk hotel. Di sana sudah berjajar rapi para pengawal dengan pakaian hitam senadanya. Seorang lelaki berusia sekitar tujuh puluh tahun turun dari dalam mobil. Iya, dia adalah Anton Wirawan. Sang pendiri serta pemilik Wi

  • Istri Rahasia Tuan Brian   12. Pertemuan Bisnis

    Lalita meraba-raba tempat tidur yang ada di sebelahnya dengan kedua mata yang masih terpejam. Kosong, ternyata tempat itu sudah kosong. Tak ada lagi sosok Brian yang semalam menemaninya.Lita pun kemudian membuka kedua matanya, beranjak dari tempat tidurnya dan kemudian membersihkan tubuhnya yang terasa lengket akibat aktivitas malam yang begitu melelahkan.Sekarang tubuhnya terasa lebih segar. Lalita pun kemudian turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan. Tak seperti hari-hari biasanya, semua makanan telah tersaji di atas meja. Di bawah sana ada dua orang pelayan wanita dan juga dua orang penjaga yang menunggunya. Tapi bukan Lalita namanya jika dia tak turun tangan sendiri di dapur. "Semua makanan sudah siap, nona," ucap salah seorang pelayan wanita. Lalita pun kemudian tersenyum ke arahnya."Ya sudah, ngapain kalian masih berdiri di situ? Ayo kita makan bersama," ajak Lita pada mereka.Karena sama sekali tak mendapatkan respon dari keempat orang itu, Lita pun kembali berkata, "kita i

  • Istri Rahasia Tuan Brian   11. Malam Panjang

    Sapuan lembut lidah Brian membuat gadis itu tak menyadari jika jemarinya mengupas satu persatu kancing kemeja yang Brian kenakan saat ini. Kecupan demi kecupan kembali Brian berikan ke bahu hingga dada Lita yang masih terbungkus bra putih berbahan renda, sementara tangannya mengelus turun dari dada ke pinggang Anna, lalu turun ke pahanya dan berhenti di atas lutut gadis itu.Brian berhenti sejenak untuk melakukan serangan dan mengambil posisi duduk untuk menikmati pemandangan erotis ada di hadapannya saat ini. Di sanalah ia sekarang, Lita terbaring dalam keadaan yang pasrah dan terangsang.Dalam waktu kurang dari satu detik yang Brian berikan tersebut membuat Lita merasakan hampa saat tak merasakan gerakannya lagi. Perlahan dibukanya kelopak matanya untuk melihat apa yang membuat Brian berhenti menjamah tubuhnya. Namun sayang, yang dia dapati adalah justru tatapan tajam dari sosok pria yang begitu mempesona.Menyadari arti tatapan yang Lita berikan padanya, cepat-cepat Brian membuka ka

  • Istri Rahasia Tuan Brian   10. Ingin Pergi

    Brian memijit-mijit dahinya. Rasa pusing tiba-tiba menderanya. "Ah, apa yang telah aku lakukan?" gumamnya sebelum beranjak dari tempat duduknya.Brian segera melangkahkan kakinya menuju ke kamar yang ditempati oleh Lita. Dirinya kini telah berdiri di sana, tangannya pun sudah terulur hendak mengetuk pintu kamar itu. Namun, kembali ia urungkan niat itu. Brian merasa bersalah telah berbicara kasar pada Lita.Akhirnya, Brian memilih untuk berjalan menjauh, dan kembali ke kamarnya sendiri.Sementara itu, Lalita saat ini sedang membenamkan wajahnya di atas bantal. Memang terasa sesak napasnya, namun lebih sesak lagi perasaannya pada saat ini. Ia merasa menjadi gadis paling bodoh di dunia saat ini.Tidak, dia sebenarnya tidak terlalu mengharap pada Brian, karena dirinya pun harus fokus pada kehidupannya sendiri yang memang belum jelas. "Ah, tidak, tidak, tidak! Aku bahkan sudah tak punya muka laki-laki hadapan Brian. Aku harus segera pergi dari sini," gerutu Lita sembari memukul-mukul kepa

  • Istri Rahasia Tuan Brian   9. Kepulangan Tuan Besar

    Pagi itu Lita dikagetkan dengan suara derap langkah kaki yang terdengar riuh. Seperti biasanya Lita akan bangun dan menyiapkan sarapan untuk Brian. Lita beranjak dari tempat tidurnya lalu menggelung rambutnya ke atas begitu saja.Lita cukup tercengang melihat keadaan yang ada di luar ruangan, semuanya tak tampak seperti biasanya. Puluhan laki-laki berpakaian hitam sudah berdiri rapi entah karena apa. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu yang tentu saja itu adalah Brian, namun tak ia temukan lelaki itu dimana-mana."Ada apa ini?" desisnya.Tak menghiraukan semua itu, Lita berjalan menuju ke dapur. Dan di sana ia melihat beberapa wanita yang sudah berpakaian rapi dengan menggunakan celemek kain di depan tubuhnya tengah sibuk memasak sesuatu. Sesuatu yang pastinya sangat besar dan juga banyak, karena mereka butuh empat wanita hanya untuk mengurus masakan di dapur.Lita semakin terlihat keheranan, tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi."Maaf, ada apa ya ini?" t

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status