แชร์

BAB 6. Situasi Sulit

ผู้เขียน: naftalenee
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-05-29 22:39:28

"Kalau kamu kehabisan stok wanita untuk diajak bermain-main, aku bisa mengenalkan beberapa untukmu, Adnan."

Melisa melipat tangan di dada dan mengangkat dagu sedikit lebih tinggi. Pose yang seharusnya biasa saja itu menjadi tampak berbeda. Tak hanya menampilkan keanggunan yang paripurna, Melisa seolah ingin menunjukkan bahwa wanita itulah yang berkuasa di sana, saat tatapannya bertemu dengan mata Suri.

Ujung bibir Melisa tertarik ke atas saat matanya mulai menilai penampilan Suri dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan jijik dan remeh di wajah ayunya terlampau jelas.

"Tipe wanita seperti apa yang kamu sukai—"

"Hai, Mel. Aku dengar dari Pram kalau kamu sempat dirawat di rumah sakit. Senang melihatmu sudah sehat kembali." Adnan menyela dengan tenang. Namun, Suri bisa merasakan sekelebat emosi dalam suara pria itu yang bergetar. "Maaf, aku nggak sempat ke Jakarta untuk menjenguk kamu. Banyak urusan penting di sini yang nggak bisa kutinggalkan."

Suri terpaku. Apakah selama ini status janda yang melekat pada dirinya itu terpampang jelas di keningnya, hingga Melisa bisa semudah itu menyimpulkan hanya dari melihat satu kali?

Wanita beranak satu itu pun menunduk, menatap jengah pada penampilannya yang sudah lusuh. Suri tidak pernah membandingkan dirinya dengan wanita mana pun. Namun, berhadapan dengan Melisa dengan mudah melumpuhkan kepercayaan dirinya.

"Urusan penting itu termasuk bermain rumah-rumahan dengan janda—"

"Melisa, cukup!" Pram yang sesaat lalu seperti orang linglung karena kedatangan istrinya, menyergah dengan suara keras. "Kamu jangan sembarangan bicara—"

Usaha Pram untuk menghentikan celaan Melisa terpatahkan dengan mudah. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, pria itu langsung bungkam seperti orang bodoh saat bersirobok dengan lirikan tajam istrinya.

Pemandangan itu dalam sekejap membuat Suri melupakan rasa ngilu di hatinya karena kata-kata menyakitkan yang dilontarkan Melisa.

Namun, tampaknya Adnan tidak begitu. Ekspresi lembut di wajahnya yang selalu ditampilkan pria itu di hadapan Suri dan Andaru tertutupi oleh lautan emosi. Pria itu... sedang berusaha keras untuk tidak meledak karena Melisa telah menguji kesabarannya.

"Aku serius dengan tawaranku tadi, Adnan," ucap Melisa dengan senyum tersungging di wajah innocent-nya. "Kamu bisa menghubungiku kapan saja kalau kamu butuh teman wanita yang menyenangkan."

Adnan membalas dengan segaris senyum tipis yang dipaksakan. "Kamu baik sekali, Mel. Tapi, kamu nggak perlu repot-repot. Aku yang paling tahu apa yang aku inginkan."

"Begitu?" Melisa tidak begitu senang karena penolakan halus yang diterimanya. "Sekarang mungkin kamu belum butuh—"

"Sayang, udah yuk. Kita balik ke hotel." Pram tampak segan dan takut saat kembali menyela ucapan Melisa. "Kamu... akan kerepotan sendiri kalau orang-orang mulai mengenalimu di sini."

Baik Adnan maupun Suri tidak ada yang mengatakan apa-apa hingga Pram berhasil mengajak Melisa berpamitan untuk pergi lebih dulu.

Ketika sepasang suami istri itu sudah tak terlihat lagi, Suri menoleh ke arah Adnan, yang sedang membisikkan sesuatu di telinga Andaru. Suri tak dapat mendengarnya. Namun, ia tahu. Adnan sedang berusaha menenangkan Andaru. Anak itu masih kebingungan dan ketakutan karena kemunculan dua orang asing yang membuat suasana menjadi tegang dan tak menyenangkan.

"Sini, biar aku yang gendong Aru—"

Ucapan Suri tak selesai karena Adnan tiba-tiba meraih tangannya yang terulur ke arah pria itu untuk digenggam. Ia terlalu kaget hingga sesaat terpaku menatap tangan besar Adnan melingkupi tangannya, memberikan kehangatan.

Tarikan lembut Adnan menyadarkan Suri dengan cepat. "Nan, kita masih di kantor."

"Sebentar saja." Nada memohon sarat dalam suaranya. Pria itu merapatkan genggaman tangannya, sedikit terlalu kencang. Menarik Suri lebih dekat agar keduanya bisa berjalan bersisian. "Hanya sampai parkiran, Ri."

"Tapi—"

"Pram bisa saja masih ada di sekitar sini. Akan lebih meyakinkan kalau kita menunjukkan kedekatan sebagai pasangan."

Dan Suri tak kuasa menolak.

***

"Kita berdua udah gila, Adnan! Situasi ini sangat salah," erang Suri yang tak bisa berhenti mondar-mandir sejak menginjakkan kaki di apartemen Adnan beberapa belas menit yang lalu. "Ya Tuhan! Bisa-bisanya aku malah sekongkol sama kamu bohongin Mas Pram."

"Jangan bicara terlalu kencang, Ri. Nanti Aru bangun." Adnan muncul dari kamar—masih mengenakan pakaian kerjanya sejak pagi tadi. Pria itu baru saja menidurkan Andaru yang sudah sangat kelelahan karena bermain nonstop di tempat penitipan anak.

Adnan segera menggeret Suri menjauh dari depan kamarnya dan baru melepaskan cekalannya ketika sudah sampai di pantry. 

"Nggak perlu panik, Ri. Aku tau apa yang kulakukan." Adnan mendudukkan Suri di kursi tinggi yang ada di sana dan menyodorkan segelas air minum dingin kepada wanita itu.

"Kenapa sih kamu pakai bikin kebohongan yang memperumit suasana?" Suri gagal meredam gelisah. Rasanya, ia mau muntah saat air minum dingin tadi membasahi kerongkongan. "Mas Pram nggak sebodoh itu untuk percaya begitu saja, Adnan. Bagaimana kalau dia sudah mengetahui kebohongan kita dan merencanakan sesuatu untuk merebut Aru dari aku?"

"Itu nggak akan terjadi. Percaya sama aku."

Saat meninggalkan parkiran kantor tadi, Adnan membujuk Suri agar mau tinggal sementara di apartemennya sampai Pram dan Melisa meninggalkan Surabaya. Hal itu Adnan lakukan untuk meminimalisir kecurigaan Pram, yang bisa saja mengirimkan mata-mata untuk mengawasi mantan istrinya yang telah lama hilang. Bagi orang kaya seperti keluarga Danuarta, hal semacam itu bukan sesuatu yang asing lagi.

"Kita nggak sepenuhnya bohong, kan?" Adnan bicara lagi dengan suara lembut. "Dalam waktu dekat, kita akan menikah. Dan Andaru akan resmi menjadi anakku."

"Ini bukan saatnya bicara tentang itu, Nan. Kamu dengar sendiri apa yang Melisa bilang tadi, kan? Aku ini janda. Aku nggak pantas bersanding denganmu—"

"Kalau kamu nggak ingin melihatku marah, jangan sekali-kali melabeli dirimu dengan kata-kata itu!" Adnan menggeram. Ekspresi keras yang tergambar di wajah pria itu di depan Melisa tadi kembali terlihat.

"Memang kenyataannya begitu, Adnan." Suri mendesah panjang. Jantungnya seperti dijerat oleh beban berat yang membuat dadanya terasa sesak. "Akan lebih mudah kalau aku dan Andaru meninggalkan kota ini. Meninggalkan Indonesia, kalau perlu."

"Dan meninggalkan aku di sini?"

Suri menatap Adnan sedih. "Di luar sana, ada seseorang yang jauh lebih pantas untuk menjadi istrimu." Ia tidak pernah dengan sengaja ingin menyakiti Adnan yang sudah sangat berjasa dalam hidupnya. Namun, menerima perasaan Adnan sama saja membebani pria itu lebih banyak lagi. "Aku nggak ditakdirkan untuk menjadi bagian dari Danuarta, Adnan. Sudah cukup satu kali saja aku ga—"

"Kalau aku melepas nama Danuarta, kamu mau menikah denganku?"

naftalenee

Adnan bucinnya totalitas ya🙂🙂🙂

| ชอบ
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 62. Trending Topic

    "Waktunya makan malam." Suri mendongak sekilas dari laptop yang ada di hadapannya--ia sedang merapikan agenda untuk esok hari. Menatap sesosok pria beriris hitam legam yang muncul di pintu kamarnya, wanita itu menjawab, "Sebentar lagi aku turun." Adnan mengangguk kecil dan pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Suri menghela napas. Hubungannya dengan sang suami belum membaik sejak pindah ke rumah Prabu seminggu yang lalu. Ia masih marah karena dipaksa pindah. Sementara Adnan menyimpan kecewa karena dirinya meminta pisah kamar. Menyusul Adnan tak lama kemudian, Suri menemukan tiga sosok laki-laki berbeda generasi yang telah duduk menempati meja makan besar. Di kepala meja, duduk sang tuan rumah. Diapit oleh Adnan di sisi kanan dan Andaru di sisi kiri. Suri masih bisa menangkap obrolan sang tuan rumah dengan Andaru tentang acara ulang tahun sekolahnya yang akan diadakan akhir minggu ini. Terdengar suara Adnan yang menimpali. "Mama!" Selalu, hanya Andaru yang akan menyapanya dengan ri

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 61. Sendiri-sendiri Saja

    Sudah lebih dari dua jam sejak Adnan membawa Andaru pergi. Tidak ada kabar apa pun setelahnya. Karena Suri tidak berusaha menanyakannya lewat telepon meskipun ia ingin sekali. Dan tampaknya Adnan juga tidak terpikir untuk mengabarkan apa-apa tentang pertemuan pertama Andaru dengan Prabu Danuarta tanpa dirinya itu.'Ya Tuhan, kenapa mereka lama sekali?' batin Suri yang ke sekian kali.Dengan hati yang gelisah, diremas-remasnya ujung baju yang ia kenakan hingga kusut. Suri menyesali pilihannya untuk tidak ikut serta dan sekarang hanya bisa menunggu kepulangan anak dan suaminya dalam harap-harap cemas.Ketika kesabaran tinggal seujung kuku dan yang ditunggu masih tak kunjung datang, Suri membulatkan tekad untuk menyusul mereka sebentar lagi.Suara samar dari pintu yang dibuka membuat Suri yang sejak tadi mondar-mandir di ruang tamu bergegas menyongsong ke arah pintu.Wanita itu mengernyitkan kening. Kebingungan melihat Adnan datang sendirian. Padahal, tadi berangkat bertiga dengan Andaru

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 60. Bukan Aib

    Membawa Andaru bertemu Prabu sebenarnya belum ada dalam agenda Adnan dalam waktu dekat. Awalnya, Adnan ingin lebih dulu mengantongi restu sebelum memperkenalkan Andaru--cicit pertama di keluarga Danuarta --kepada sang Kakek.Tetapi Suri malah mengacaukan semuanya. Tindakan Suri tempo hari membuat Adnan terlampau kecewa. Biasanya, tanpa kata maaf pun kekesalannya mudah mereda. Tetapi kali ini lain. Rasanya terlalu menyakitkan mendengar dengan telinganya sendiri ketika Suri bicara di depan Kakek, berniat mencampakkan dirinya demi menyelamatkan diri. Adnan mungkin sebenarnya sudah tahu kalau selama ini Suri belum benar-benar memberikan hatinya. Kapan saja Duri bisa berubah pikiran dan meninggalkan dirinya. Adnan hanya tidak mengira kalau waktu itu datang begitu cepat. Semakin ia merasa terkhianati karena Suri telah sempat berjanji tentang berjuang bersama menghadapi Prabu Danuarta."Andaru.. anak itu benar darah dagingmu?" tanya Prabu."Kakek juga butuh bukti tes DNA atau bagaimana?" A

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 59. Kecewanya Seorang Adnan

    Suri tidak begitu kaget mengetahui Adnan marah padanya sampai berhari-hari setelah apa yang terjadi di rumah Prabu Danuarta. Saat dalam keadaan terpojok kemarin, pikiran negatif mengambil alih akal sehatnya hingga berpikir bahwa meninggalkan Adnan adalah pilihan paling tepat. Itu sama saja dengan mengulangi siklus yang sama ketika ia dihadapkan pada situasi sulit dulu.Bedanya, ketika bersama Pram, ia benar-benar tidak yakin bisa menggantungkan harapannya. Sedangkan bersama Adnan, ada harapan-harapan yang menunggu diwujudkan. Sebab, mereka sudah berjanji untuk saling memperjuangkan."Suri, hari ini saya mau makan siang dengan Adnan. Tolong reservasi tempat di restoran biasa, ya," pinta Farah yang menghubungi lewat telepon di meja kerja."Maaf, Bu, apa saya juga perlu menghubungi Pak Adnan terlebih dahulu untuk--""Oh, nggak perlu. Saya udah ngabarin Adnan, kok."Suri hampir mendesah kecewa. Tadinya, ia mau memanfaatkan kesempatan untuk bicara dengan Adnan setelah beberapa hari terakhi

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 58. Perlawanan

    "Ri, kamu keluar dulu," ucap Adnan dengan suara bergetar menahan amarah. "Biar aku yang bicara--" "Enggak, kamu yang keluar, Nan." "Ri...." "Tolong, Nan. Sebentar saja. Biar aku yang bicara sama kakek kamu," tukas Suri tegas. "Janji sama aku, kamu nggak akan masuk dulu sampai aku keluar dari ruangan ini." Ia melepas genggaman tangan Adnan dan bergeser lebih maju. Mengabaikan kekagetan yang tergambar di wajah suaminya. "Berapa banyak yang Adnan tawarkan padamu? Saya bisa kasih yang jauh lebih banyak kalau kamu meninggalkan anak bodoh itu," ucap Prabu Danuarta dingin. Keangkuhannya membuat Suri bergidik. "Adnan tidak menawarkan apa pun selain kehidupan rumah tangga yang--" "Jangan membual tentang hal-hal seperti cinta dan kebahagiaan di depan muka saya," decih Prabu Danuarta. "Sebut saja nominal yang kamu mau, saya bisa langsung mengirimkannya detik ini juga." "Anda mungkin sulit untuk percaya, tapi saya menikah dengan Adnan bukan karena melihat harta yang keluarganya miliki," b

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 57. Wanita Simpanan

    "Kalau sedang marah, Kakek memang kadang agak merepotkan," ujar Adnan ketika menyadari ada kekagetan yang tergambar di wajah istrinya. 'Agak, katanya?' Di mata Suri, ini sudah di luar nalar. Banyak pecahan beling yang berasal dari guci-guci yang dibanting, bertebaran di mana-mana ketika mereka memasuki rumah megah Prabu Danuarta. Suasana di rumah itu terasa mencekam. Rasanya seperti memasuki TKP setelah ada sebuah kejadian yang mengerikan. Keduanya sudah tiba di ruangan lain yang tidak jauh berbeda dengan keadaan di ruang tamu tadi. Masih tidak ada siapa-siapa di sana. "Siapa yang menghuni rumah ini selain Kakek, Nan?" "Asisten rumah tangga." Suri menoleh dengan cepat. "Maksudmu... selama ini Kakek sendirian?" Membayangkan seseorang yang sudah sepuh tinggal di sebuah rumah megah tanpa keluarganya membuat perasaan Suri campur aduk. Pria tua itu pasti sangat kesepian. Adnan tersenyum tipis. "Itu yang sebenarnya mau aku bahas sama kamu juga. Aku masih harus tinggal di sini sampa

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status