Share

Bab 3

last update Last Updated: 2024-07-05 11:27:02

Beberapa saat setelah berhasil keluar rumah. Alice yang sudah berada di dalam taxi lantas menghubungi Leonardo kembali.

Namun, setelah beberapa kali mencoba, Leonardo masih belum menerima panggilan darinya. Tidak putus asa, Alice terus mencoba sampai berhasil.

"Halo, Leo, apa kau sibuk?" Sumringah Alice ketika panggilannya mendapatkan respon.

Alice mengerutkan kening karena bukan suara Leonardo yang menjawab panggilannya. Itu suara wanita yang seketika membuat perasaannya aneh.

"Kau siapa? Di mana suamiku, Leonardo?" tanya Alice dengan wajah datar. Entah kenapa, tetapi suara di balik layar memberikan radar bahaya pada rumah tangganya.

"Saya, Dara, Leon--" jawab Dara. Akan tetapi, ia tidak segera melanjutkan ucapannya karena suara Alice kembali terdengar.

"Dara?" ulang Alice lagi.

"Heum, Anda siapa ya?" Terdengar lagi suara Dara dari balik layar.

Alice langsung mematikan panggilan dengan sepihak, ada perasaan yang aneh menyelimuti hatinya saat nama itu disebutkan. Apalagi, saat menyadari Leonardo tidak menyematkan nama di ponsel miliknya.

"Dara? Apakah dia wanita yang sering ibu sebut-sebut namanya selama ini?" ucap Alice dengan pandangan kabur menatap ponselnya yang sudah mati.

"Apa Leonardo mengkhianati cintaku?" gumam Alice lagi. Menggeleng kuat, Alice mengusap air matanya dan memasukkan ponsel ke dalam tas miliknya. Hatinya sakit dan terasa nyeri.

"Sudah aku katakan, Leo, aku tidak masalah jika ibumu terus menghinaku, tapi ... Leo, apa aku tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu?" lirih Alice dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata.

Alice terus memikirkan suara Dara, membayangkan apa yang Leonardo lakukan selama ini di belakangnya, semakin membuat dadanya sesak.

Sementara itu, di tempat berbeda, tepatnya di sebuah kafe mewah milik keluarga Leonardo. Dara langsung meletakkan ponsel Leonardo kembali di tempat semula. Tadi, saat Alice menelepon, Leonardo ke toilet dan melupakan ponselnya di sebelah dokumen yang bertumpuk.

Leonardo menatap ponselnya yang masih menyala lalu menatap Dara dengan tatapan selidik.

"Siapa yang menelepon, Dara?" tanya Leonardo tanpa basa-basi.

Dara menggeleng tidak ingin menjawab, tetapi Leonardo kembali menanyakan hal yang sama padanya. Hingga akhirnya karena tidak ingin menjadi pusat perhatian, Dara menjawab apa adanya.

"Kau tidak mengatakan hal berlebihan kan, Dara?" tanya Leonardo memeriksa ponselnya dan memeriksa berapa lama Dara menerima panggilan dari Alice.

Dara mendengus pelan, "Tidak, Pak. Saya tahu, mana batasan antara atasan dan bawahan," ujar Dara akhirnya.

Leonardo menggeleng pelan dan duduk di sebelah Dara kembali. Posisi mereka memang terlihat berdekatan jika dilihat dari jauh. Tetapi, sebenarnya ada jarak yang nyata diantara mereka.

"Jangan lakukan lagi. Jangan lewati batasmu, Dara," tegur Leonardo agar Dara tidak lagi sembarang menerima panggilan di ponsel miliknya.

Leonardo melihat jam tangan mahal miliknya. Ada setengah jam lagi untuk kedatangan rekan istimewanya. Jadi, dia masih ada waktu untuk mempersiapkan diri dengan baik.

Namun sebelum itu, dia kembali mencoba menghubungi Alice untuk menanyakan perihal istrinya menelepon.

Leonardo mengerutkan kening karena ponsel milik Alice tidak bisa dihubungi, "Dia mematikan ponselnya?" gumam Leo tidak percaya.

Selama ini, Alice tidak pernah mematikan ponsel karena wanita yang menjadi istrinya itu selalu mengisi baterai sampai penuh.

"Sebenarnya apa yang Dara katakan pada Alice." Kembali Leonardo bertanya pada diri sendiri. Kemudian mencoba menghubungi Alice walau dia tahu hasilnya.

Seperti dugaannya, Alice mematikan ponselnya. Ini pertama kali selama mereka menikah. Tidak ingin terlalu lama memikirkan Alice. Leonardo kembali ke meja di mana sudah ada Dara dengan dua orang pria yang baru saja terlihat datang. Leonardo melebarkan langkah dan menyambut tamu spesialnya.

Leonardo mengulurkan tangan dengan wajah ramah. "Selamat datang Tuan Arsen."

Pria yang memiliki senyum menawan itu pun menyambut tidak kalah ramahnya, "Senang bertemu dengan Anda juga tuan Leonardo," balasnya.

Setelah itu, mereka duduk saling menghadap, dan tidak lama, makanan spesial yang sudah Dara pesan juga tiba. Arsen memasang wajah cerah, senang dengan jamuan yang rekan kerjanya ini berikan.

"Sepertinya Anda memang sudah mempersiapkan semuanya dengan sempurna Tuan, Anda sangat tahu saya menyukai udang dan makanan laut lainnya," tukas Arsen kemudian.

Semuanya tertawa akrab, tidak sulit untuk mendapatkan perhatian dari lawan, karena sebelum mereka bertemu Bram sudah mendapatkan semua informasi valid sebagai senjata.

Mereka makan siang bersama dengan hangat. Arsen yang juga sudah tahu bagaimana rekannya tidak merasa canggung sama sekali. Beberapa kali ia menangkap sikap Dara yang menurutnya sedikit berlebihan dilakukan oleh sekretaris.

Arsen juga bisa melihat tatapan tidak senang Leonardo atas tindakan Dara yang menurutnya tidaklah pantas ditunjukkan di depan umum.

"Apakah wanita cantik ini--"

"Jangan salah paham, Tuan. Dara adalah Sekretaris saya, kami sudah seperti kerabat hingga dia terkadang terlihat berlebihan," potong Leonardo cepat sebelum rumor tidak baik tersebar.

Arsen tertawa dengan anggukan, ia jelas melihat bagaimana Dara yang langsung memasang wajah hampa atas ucapan Leonardo untuknya.

Beberapa menit, meja kembali bersih dan layak digunakan. Leonardo menjelaskan dengan detail kenapa memilih perusahaan Arsen sebagai rekan kerja yang terbaik. Arsen mengangguk setuju dengan semua pujian yang Leonardo berikan. Ia juga mengakui jika mereka bekerja sama, bisnis yang mereka kelola akan semakin maju dan besar.

Dua pemimpin Eropa yang tampan dan kaya bersatu, bukankah hal itu jauh lebih menggemparkan, apalagi setelah mereka berdua sukses dalam bisnis mereka, maka dengan mudah semua perusahaan kecil akan tunduk dan ikut menanam saham pada mereka.

"Anda sangat luar biasa, Tuan. Sudah benar, tuan Horrison memilih Anda menjadi penerus, saya bisa melihat bahwa bisnis ini akan berkembang pesat," tukas Arsen kembali lagi.

Dara senang, akhirnya apa yang Leonardo harapkan tercapai dengan mudah dan tanpa hambatan, apa pun. Arsen adalah pilihan terbaik, dan bersyukur Arsen juga menganggap Leonardo rekan yang bisa menguntungkan.

"Senang bekerja sama dengan Anda, Tuan Horrison," kata Arsen menjabat uluran tangan Leonardo setelah menandatangani kontrak kerja sama.

Leonardo juga mengatakan hal yang sama. Terlihat rasa puas karena bisa menaklukkan pria keras kepala seperti Arsen adalah prestasi yang patut diacungi jempol.

Setelah kepergian Arsen dan Jhon, Dara bernapas lega. Sejak tadi, dia menahan diri untuk tetap bersikap baik di hadapan rekan kerja baru mereka.

"Pak, Anda hebat sekali. Aku semakin bangga padamu." Dara ingin memeluk lengan Leonardo tetapi urung karena tatapan Leo yang langsung bisa ia tangkap.

Dara merapikan kembali duduknya, ia menoleh pada Leo lagi dan berucap lembut. "Bagaimana kalau kita rayakan keberhasilan ini, di tempat biasa?"

"Aku sibuk," tolak Leonardo langsung.

"Tapi, kita sudah lama tidak keluar bersama, Leo. Ibumu juga pasti tidak akan marah." Dara masih terus merayu dengan mengusap lengan Leonardo lembut.

Leonardo menatap Dara. Menghentikan gerakan tangan sekretarisnya yang mungkin saja bisa terlihat oleh orang lain dan itu menjadi bumerang terhadapnya.

"Pergilah berlibur untuk beberapa waktu. Kau sudah bekerja keras beberapa hari ini," tukas Leonardo.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Yang Diremehkan Ternyata Miliarder    Bab 216 TAMAT

    Luna menghela napas berulang kali, ia duduk dan menatap menantunya. “Ibu hanya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Laila di sana.”Leo mengangguk paham. Ia meraih tangan ibunya. “Ibu, Damian akan menjaganya selama satu bulan, lagipula ada Arsen di sana.”“Arsen? Kamu masih percaya pada pria itu? Bagaimana jika–”“Ibu, tolong percaya dengan keputusan yang sudah aku ambil, Arsen adalah satu-satunya yang bisa menjaga Laila setelah Damian.”Lagi-lagi Luna mendengus, ia tak suka dengan pria bernama Arsen. Pria itu ingin merebut Alice dari putranya bahkan dengan terang-terangan mengakui Laila dan Damian sebagai anak.“Kalian tidak ada yang mengerti dengan kekhawatiranku. Aku hanya ingin cucuku hidup dengan damai, tidak perlu sekolah di tempat jauh, kita bisa–”“Maafkan aku karena memotong ucapanmu Bu. Tetapi ini adalah keputusan mereka. Laila ingin sekolah bisnis seperti Silviana, sementara Damian, putraku adalah penerus, dia harus memiliki pendidikan yang jauh lebih hebat.”Membuang na

  • Istri Yang Diremehkan Ternyata Miliarder    Bab 215

    Alice dan Leo saling pandang, pun dengan Laila yang hanya berdecak mendengar permintaan kakaknya.“Apa maksudmu, Damian?” tanya Laila semakin jengah.“Aku tidak mungkin mengekor padamu, aku juga ingin memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan,” katanya.“Tidak ada yang menjagamu sebaik aku, Laila. Sejak kita kecil, aku yang–”“Tapi sekarang aku sudah besar, aku bisa menjaga diriku, lagipula di sana ada Ayah Arsen.” Laila berdiri dengan kesalnya.“Terserah jika kalian tidak mendukung, aku akan tetap bersekolah di tempat yang aku inginkan,” ujarnya, “dan Ayah tidak boleh menarik kesepakatan kita.”“Laila duduk dulu, Nak.” Alice menepuk pelan sebelah sisi tempatnya.“Tidak Ibu. Tidak sebelum Damian berpikir waras.”Setelah mengatakan itu, Laila meninggalkan ruangan dengan kekesalan pada Damian.“Dia gila,” geramnya dengan nada yang kesal.Sementara itu, Clara yang melihat kakak perempuannya menuju kamar, segera mengikuti. Rasanya sangat berat berpisah meski mereka berdua jarang sekali terli

  • Istri Yang Diremehkan Ternyata Miliarder    Bab 124

    “Selamat pagi.” Laila datang lebih cepat, memotong ucapan Alice yang tengah memeluk putri bungsunya.“Selamat pagi, Sayang.” Leonardo menyambut putri sulungnya, kemudian meminta Laila untuk duduk di sebelahnya.Melihat itu, Clara mengerucutkan bibir, “Ayah, jangan terlalu memanjakan kakak, dia sudah–”“Clara lebih baik kamu diam, berikan susu yang kamu buatkan tadi untukku.” Laila meraih selembar roti dan mengolesi dengan selesai cokelat.“Baiklah.” Clara memeluk ibunya singkat kemudian memberikan susu yang dibuatnya pada Laila.“Sekarang berikan nilai untukku. Aku yakin ini rasanya seratus,” kata Clara.Laila meraih gelas susu miliknya, kemudian meneguknya hingga setengah. “Enak, aku rasa ini adalah bakatmu.”Clara mengerucutkan bibir, “Bakatku banyak Kak. Hanya saja, aku tidak ingin menunjukkan pada orang lain,” katanya dengan bangga.“Oh aku sangat kagum padamu. Duduklah, aku ingin memberikan hadiah lain.” Laila meletakkan gelas yang sudah kosong kemudian merogoh kantong celana mil

  • Istri Yang Diremehkan Ternyata Miliarder    Bab 213

    Alice masih ke dalam ruang makan dan benar saja, semua sudah disiapkan dengan sangat baik. Clara yang melihat wajah takjub ibunya pun ikut merasa bahagia.“Bagaimana? Aku sangat membanggakan bukan?” tanyanya pada sang ibu.“Benar Clara yang melakukan ini sendiri?” Alice menoleh pada putrinya yang langsung terdiam dengan bibir tersenyum kecil.“Senangnya, Clara dibantu oleh kak Laila,” akunya, “tapi karena dia kelelahan dan mengantuk, kakak kembali ke kamar.”Alice menaikkan alis, kemudian mengangguk paham. “Ya sudah, tapi setidaknya, Clara sudah membuktikan jika putri ibu sudah sangat hebat.”Clara mengangguk senang. “Tolong beritahu kakek ya, Bu. Aku ingin kakek mendengar hal baik tentangku.”“Baiklah, jika kakek bertanya, Ibu akan memberitahu jika cucunya yang cantik ini sudah besar.”Clara memeluk ibunya. “Ibu aku sangat menyayangimu. Aku yakin karena itulah ayah sangat mencintaimu.”Alice terkekeh, “Ya sudah, sekarang duduk dulu, Ibu akan buatkan sarapan untuk kita semua.”“Aku ak

  • Istri Yang Diremehkan Ternyata Miliarder    Bab 212

    Alice menghela napas panjang untuk meredam semuanya. Tidak ada yang bisa mengetahui takdir kedepannya. Damian masih terlalu muda, sementara Sera, gadis kecil itu juga masih seusia Clara yang mungkin tidak mengerti dengan situasi ini.“Semoga saja, Damian mendapatkan yang terbaik,” putus Alice akhirnya.Leo mengangguk meski rasanya ada yang aneh. Rasa sakit yang Alice rasakan sepertinya terlalu besar, hingga sang istri belum bisa memaafkan apa yang telah terjadi.“Kamu benar, Damian masih terlalu muda. Kita bisa lebih tenang karena Bram juga telah meninggalkan kota bersama putrinya.Setelah mereka membahas semuanya, Alice memutuskan untuk tidak membahas ini lagi. Ia bahkan meminta Laila untuk tidak membantu Damian melupakan perasaannya yang diyakini hanya rasa sesaat.“Tidurlah, aku masih ada banyak pekerjaan di bawah,” kata Leo akhirnya, hingga saat ini ia belum menemukan seseorang yang bisa menggantikan posisi Bram di kantor.“Maafkan aku. Aku seharusnya tidak terlalu keras sehingga

  • Istri Yang Diremehkan Ternyata Miliarder    Bab 211

    Malam hari, Alice yang masih merasa curiga pada Dara dan Leo memutuskan untuk tidur lebih cepat. Ia tahu usianya tidak lagi muda seperti dulu. Jadi, tidur adalah pilihan yang lebih tepat.Sementara itu, Leo yang tahu dengan kecemburuan istrinya hanya tersenyum kecil, merasa bersalah, tetapi ia bisa buktikan jika dirinya dan Dara tak ada hal yang harus dicurigai.“Aku sudah katakan padamu, kedatangannya adalah untuk berterima kasih karena tidak menghalangi Bram keluar dari perusahan,” jelas Leo pelan di telinga sang istri.“Mereka memutuskan untuk meninggalkan kota ini, jadi Bram sudah mengundur diri,” sambungnya.“Kenapa harus bertemu? Bukankah Bram bisa mewakili, Kenapa harus datang padaku, bukankah sama saja dia ingin mengulang kejadian yang telah lalu?” balas Alice akhirnya. Wanita itu membuka mata, tak menoleh tetapi masih menunggu suaminya menjawab pertanyaannya.“Sera yang memaksa untuk datang dan kebetulan dia–”“Apakah setelah melihatnya kembali hatimu masih bergetar? Dia bah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status