Share

Istri untuk Suamiku
Istri untuk Suamiku
Penulis: Edka22

PERMINTAAN NAYLA

“Mas, aku mohon menikalah kembali. Aku Ikhlas. Sungguh.”

Permintaan gila dari Nayla –sang istri tentunya mendapatkan penolakan dari Fery. Bagaimana mungkin ia menikah lagi? Sedangkan dirinya teramat mencintai Nayla.

“Jadi kamu meminta aku ke sini hanya untuk membahas masalah ini lagi?” terka Fery. “Sekali enggak tetap enggak, Nay. Aku gak mungkin melakukan apa yang kamu minta,” tolak Fery kemudian seraya memalingkan wajahnya ke arah jendela kafe.

Nayla tak gentar, ia mengubah posisi duduknya hingga saling bersebelahan. Lalu menarik tangan Fery hingga tangan yang tadinya ia lipat di atas perutnya terlepas. Namun posisi Fery masih tetap menatap ke arah jendela yang memperlihatkan hilir mudik kendaraan.

“Ini demi kebaikan kita, Mas. Aku ingin saat aku meninggal nanti—”

“Cukup, Nay!” Fery sedikit membentak Nayla seraya membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Nayla.

Fery menatap sendu ke arah Nayla, istri yang sudah tiga tahun ini menemani dirinya. Istri yang selalu mendukung apa pun yang ia lakukan. Bahkan bagi Fery, Nayla adalah istri yang selalu mengerti akan suaminya. Fery sangat beruntung memiliki Nayla.

Nayla yang bersedih dan tertunduk terus berada di posisi seperti itu. Sedihnya Nayla bukan karena suara Fery yang sedikit meninggi hingga para pengunjung kafe tersebut menatap ke arah mereka. Bukan, bukan karena itu. Melainkan karena ia menangisi keadaannya sendiri.

Ia tidak berdaya, ia selalu saja merasa jadi seorang istri yang tidak berguna. Istri yang hanya bisa menyusahkan suaminya saja. Ditambah sikap ibu mertua yang selalu seenaknya. Selalu menghasut Fery agar membenci dirinya.

Nayla enggak tahu apa sebenarnya yang membuat Siska mertuanya teramat membenci dirinya. Apa karena sampai detik ini ia belum bisa memberikan keturunan? Apa karena dirinya yang penyakitan? Entahlah Nayla enggak yakin karena sejak pertama kali menikah pun Siska sudah menunjukkan kebenciannya.

Sejurus kemudian, Fery mengangkat dagu Nayla lalu menangkup kedua pipinya. Ia terus menatap Nayla namun Nayla enggan untuk menatap balik. Ia tidak sanggup jika harus bersitatap dengan Fery.

“Lihat aku, Nay!” pinta Fery namun tidak diindahkan oleh Nayla.

Meskipun kepalanya sudah terangkat namun tatapan matanya mengarah ke arah lain dengan linangan air mata.

“Dengarkan aku! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menikah lagi. Kamu cintaku, kamu sayangku dan hanya kamu wanita yang ada di hatiku. Meski kau berulang kali memohon jawabannya tetap sama, enggak! Dan percayalah kamu akan sembuh jadi, tolong jangan bahas terus masalah kematian. Karena aku tidak bisa membayangkan jika harus hidup tanpa kamu.”

Nayla berusaha untuk menatap suaminya itu. Sebenarnya ia pun tidak rela jika harus melihat suaminya bersanding dengan wanita lain selain dirinya. Ia juga tidak bisa membayangkan jika dirinya harus berbagi suami dan berbagai ranjang dengan wanita lain. Bahkan ia pun ingin diberikan umur panjang agar bisa terus bersama Fery lebih lama lagi.

Namun apa boleh buat ia ingin suaminya pun bahagia. Memiliki anak adalah kebahagiaan untuk suaminya. Sedangkan dirinya? Sama sekali tidak bisa memberikan apa yang menjadi sumber kebahagiaan suaminya. Belum lagi desakan ibu mertuanya, yang selalu saja menyindir dirinya karena sudah tiga tahun menikah tidak kunjung di karuni seorang anak.

“Tapi, Mas. Aku gak mau ibu terus membenciku karena aku hanya seorang wanita penyakitan dan tidak bisa memberi anak, yang bisanya menyusahkan suaminya saja. Aku gak mau terus dihina seperti itu. Yang ada malah menjadi beban pikiranku saja, karena aku sadar diri aku istri yang tidak berguna,” Nayla terisak-isak dengan air mata yang sudah menganak sungai.

Setegar-tegarnya dan sekuat-kuatnya seorang wanita. Pasti ada masanya ia akan merasa lelah jiwa dan raganya jika terus saja dipojokkan.

Bukan inginnya ia penyakitan hingga tidak bisa untuk mengandung. Ini takdir, yang ia inginkan pun sebenarnya menjadi seorang istri yang bisa dibanggakan oleh suaminya. Menjadi istri yang bisa memberikan banyak keturunan untuk suaminya. Nayla bisa apa jika takdir hidupnya seperti ini.

“Jangan dengarkan Ibu! Kamu cukup dengarkan Mas saja. Kamu itu istri dan tanggung jawab Mas. Jadi... Mas mohon jangan terus memaksa untuk menikah lagi. Hidup bersamamu saja sudah membuat bahagia. Sekarang fokus saja pada penyembuhanmu jangan pikirkan yang lain, Mas mohon.”

Nayla bisa melihat dengan jelas kilatan ketulusan dari kedua manik Fery. Setidaknya ia sangat bersyukur bisa dicintai oleh suaminya hingga seperti ini. Namun tetap saja ia tidak akan pernah berhenti untuk terus mendesak suaminya untuk menikah lagi. Menurutnya mencarikan istri baru untuk suaminya adalah jalan terbaik.

“Tapi Mas....”

“Ssttt, jangan bicara seperti itu lagi. Tolong.” Mohon Fery lalu didetik berikutnya membawa tubuh Nayla ke dalam rengkuhannya.

Di dalam pelukan itu Nayla menangis tersedu-sedu, dengan mulut yang terus saja berkata-kata.

“Aku ingin kamu bahagia, Mas. Hanya itu saja tujuanku meminta kamu untuk menikah lagi. Harusnya kamu senang Mas, karena aku mendukungmu malah dengan kesadaran diri memintamu langsung. Tapi kenapa kamu tidak mau memanfaatkan ini?”

Fery yang sebenarnya ikut menangis berusaha untuk tidak menjatuhkan lagi bulir-bulir air matanya. Ia malah semakin mengeratkan pelukannya, sesekali mendaratkan kecupan lama di kening Nayla. Kecupan yang selalu membuat Nayla merasa nyaman dan sangat merasa dicintai.

“Kebahagiaanku itu hidup bersama kamu. Bukan karena kehadiran anak. Saat kita sama-sama sudah tua hanya kamu yang akan menemaniku bukan anak-anak karena nantinya mereka akan memiliki keluarga masing-masing. Begitu pun saat nanti kamu menua hanya ada aku yang akan selalu menemanimu. Jadi, aku mohon sembuhlah agar kita bisa menua bersama-sama.”

Nayla menjauhkan tubuhnya hingga pelukan mereka terurai. Keinginannya itu tetap harus ia lakukan, ia tidak bisa mengorbankan kebahagiaan suaminya hanya karena ingin terus bersama dirinya.

“Enggak, Mas! Pokoknya kamu tetap harus menikah lagi. Lagi pula aku sudah memiliki wanita yang pantas untuk kamu jadikan Istri. Dia baik dan penyayang. Nayla yakin Mas akan menyukainya.”

Fery sudah mulai gusar, dia kira istrinya ini akan berhenti memintanya untuk menikah. Kenyataannya ia justru sudah selangkah lebih maju. Sampai ia sudah menyiapkan wanita yang akan dijadikan istri kedua untuk dirinya.

“Astaghfirullah! Mas kira kamu akan luluh dan berhenti meminta Mas untuk menikah. Tapi ini? Sungguh Mas tidak mengerti dengan jalan pikiran kamu.”

“Mas.... Setidaknya hanya ini yang bisa Nayla lakukan.” Nayla memohon seraya terus menggerak-gerakan lengan Fery.

Di tengah perdebatan mereka datang seseorang, hingga perdebatan antara suami istri itu teralihkah pada sumber suara itu

“Nayla, maaf sepertinya aku terlambat.”

Nayla dan Fery langsung menoleh ke sumber suara. Senyum indah seketika terbit dari bibir Nayla. Saat tahu siapa yang datang. Ia langsung beranjak dan mendekat ke arah orang yang baru datang itu.

Dengan bangga dan berbinar Nayla memperkenalkan orang tersebut. Orang yang memang sedari tadi sedang ia tunggu. Bahkan dengan cepatnya mood Nayla langsung berubah menjadi senang. Ia bersikap seperti tidak terjadi sesuatu.

“Mas, kenalin. Ini sahabatku, Santi namanya. Dan dia adalah wanita yang akan aku jodohkan dengan kamu.”

“Apa?!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aisyahnee
Aakhhh aku sedihhhh... Nayla kenapa oh kenapa...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status