Bab 13B Siasat licik"Ini kan baju mahal. Kenapa Tuan Ardi sampai membeli untukku. Ah, nanti juga pasti disuruh mengembalikan."Dengan percaya diri baju tunik floral sudah melekat di tubuh Gita. Sangat pas ukurannya dan terlihat modis tapi masih sopan. Dilengkapi dengan pasmina instan polos warna senada."Eh, Tuan Ardi tahu juga pakaian yang biasa aku pakai."Berjalan menuju mobil yang terparkir, Gita membuka pintu dengan perasaan canggung."Sudah?" Ardi terpana melihat penampilan segar Gita yang baru saja duduk di samping kemudinya. Gita hanya mengangguk dengan seulas senyum.Jika tidak mengingat gadis di sampingnya ponakan Revan pasti Ardi sudah mengajaknya bersenang-senang mengelilingi kota Yogya."Lho, Tuan Ardi mau kemana?""Ke mushola, ayo!"Gita tertegun, tak percaya apa yang didengarnya barusan."Saya sudah sholat, Tuan.""Saya belum," teriaknya.Gita mengekori dengan wajah keheranan. Angin dari mana yang mengubah pikirannya, batin Gita."Ajari aku cara berwudhu!" "Hah, masak
Bab 14A Mahkota yang terenggut"Ini pasti gara-gara Laras. Gadis kampung itu sudah mencuci otak Ardi. Aku harus membuat perhitungan dengannya." Seringai licik terbit di bibir merah Jessy."Ras, Tuan Ardi minta dibuatkan minuman. Kamu antar ke kamarnya, aku mau pulang."Jessy menyodorkan bungkusan ke tangan Gita.Sempat heran, Gita membuang jauh pikiran buruknya. Segelas minuman yang diberikan Jessy siap diantar ke kamar Ardi."Tuan, ini minumnya." Gita hanya menelan ludah melihat ketampanan Ardi di depan mata. Mengenakan kaos slim putih dengan bawahan celana hitam."Saya nggak minta dibuatin, Ras. Eh tapi nggak apa-apa, kemarikan!"Gita berlalu masuk ke kamar lagi.Beberapa menit berlalu, suara teriakan Ardi sampai ke telinga Laras."Jessy, Jess sini kamu!""Ada apa, Tuan Ardi berteriak." Detak jantung Gita bertalu-talu. Ingin mengatakan kalau Jessy sudah pulang."
Bab 14B Mahkota yang terenggut"Astaghfirullah, Non Laras. Non...," pekik Bi Irah tanpa mendapat respon dari Gita.Susah payah Bi Irah mengganti pakaian Gita dan mengeringkan rambutnya. Gadis yang seusia cucunya itu kini meringkuk di ranjang minimalisnya. Bi Irah membalur perut dan punggung Gita dengan minyak kayu putih untuk menghangatkan badan.Gita berpikir cucuran air dingin yang mengalir deras dari kran pun tak mampu membuat perasaan kotor di tubuhnya menghilang."Tenanglah! Bibi buatkan sup dulu, Non!"Bi Irah sudah menduga hal buruk terjadi. Tak ingin menambah Gita terpuruk, Bi Irah bergegas ke dapur membuatkan sup. Jam masih menujukkan satu jam menuju subuh tiba."Ini, Non. Sup dan susu jahe. Bibi suapin."Bi Ira menyuapi dengan penuh kelembutan, lalu disodorkan segelas susu. Melihat tatapan kosong Gita membuat Bi Irah trenyuh."Apa yang sudah Tuan Ardi lakukan hingga Non Laras jadi
Bab 15A Menghindar Hati yang terluka lebih terasa sayatannya daripada fisik yang tersakiti. Andai waktu bisa diputar ulang, Gita akan memilih tinggal dan patuh pada suaminya. Kini penyesalan yang tersisa, hanya akan menambah dosa jika dia tak mampu bertaubat memperbaikinya. "Ta, jadi ke Sunday Morning, yuk!" Suara penuh semangat dari seberang yang melakukan panggilan ke ponsel Gita "Maaf, El. Aku demam nih. Tolong bilangin Toni lain kali saja ya!" "Astaga, kamu sakit. Share loc, Ta. Kita nggak jadi jalan-jalan aja. Aku dan Toni yang kesitu." Panggilan berakhir, Gita resah dengan kondisinya. Remuk badannya belum pulih benar. Mengirimkan lokasinya, Gita merasa dengan bertemu dua sahabatnya mampu meredam kesakitannya. "Ras, boleh masuk?" Suara maskulin itu mengagetkan Gita. Jiwanya terbang entah kemana. Tubuhnya meremang kala mengingat perbuatan tak ampun tuannya. Dia tak sanggup menatap wajah lawan bicaranya. "Gimana kondisimu sekarang?" tanya Ardi dengan intonasi rendah. "Al
Bab 15B Menghindar"Ckk, sejak kapan kamu mengakui istrimu. Bukankah kamu mau balas dendam dengan menghancurkannya?"Sejatinya itu hanya alasan Ardi supaya Jessy tidak melakukan hal buruk pada Laras. Kalau terjadi apa-apa pada Laras, persahabatannya dengan Revan pasti hancur."Kamu mau menemaniku ketemu Pak Robert atau tidak? Kalau masih mau berdebat, lebih baik aku tinggal," ancam Ardi membuat Jessy mencebik kesal."Aku ikut."Di luar rumah tampak muda mudi bertanya pada satpam penjaga rumah."Pak, apa benar Gita tinggal di sini?"Ela mencoba bertanya sembari melongok ke arah rumah bergaya modern dengan taman kecil asri menghiasi halaman depan."Maaf, mbak. Di sini rumahnya Tuan Ardi. Tidak ada penghuni rumah bernama Gita. Adanya Bi Irah dan Non Laras yang perempuan."Ela dan Toni saling berpandangan."Non Laras itu masih kuliah ya?""Iya barusan masuk kuliah tahun ini.
Bab 16A Tamparan Fakta Setelah tiga hari menghindar, Gita mulai bersikap biasa saat bertemu Tuan Ardi. Dia tidak ingin mengundang curiga jika terlalu lama dalam kecanggungan. Biarlah waktu tergerus dengan sendirinya yang akan menghapus kenangan penuh duka."Hari ini ke kampus jam berapa, Ras?" Ardi berdiri di belakang Gita yang sedang membereskan alat masak, sementara Bi Irah menjemur baju di teras belakang."Saya berangkat siang, karena pagi jadwal kuliah kosong, Tuan.""Ya sudah, nanti berangkat naik taksi saja! Ini gajimu bulan ini, lebihannya untuk ongkos perjalanan."Gita terkejut melihat amplop coklat diletakkan di meja oleh Tuan Ardi. Mencoba mengambil lalu mengintip isinya. Berlembar-lembar uang ratusan ribu tersimpan disana."Tapi, Tuan, saya belum genap sebulan di sini.""Anggap saja, bayaran mingguan.""Kalau mingguan, ini terlalu banyak.""Yang memberi gaji kan saya, nggak usah protes, kamu tinggal terima saja, mengerti!" Nada tegas dengan intonasi tinggi membuat Gita ter
Bab 16B Tamparan FaktaAkhirnya, satu dari sekian sertifikat bertuliskan lengkap Bintang Lazuardi Atmaja."Hah, jadi nama belakangnya Atmaja."Seketika Gita syok, kepalanya bagai dihantam palu. Tanganya pun gemetar memegang sertifikat itu. Mendaratkan pant*tnya ke kursi, mulut Gita menganga tak percaya seraya tangan kanan menutupinya.Dari sekian banyak nama kenapa bisa sama persis. Gita masih berharap ini hanya sebuah kebetulan. Namun bagaimana kalau ini nyata. Tuan Ardi anak tiri atau justru suami. Seperti orang linglung, dadanya tiba-tiba terasa sesak. Gita segera mengambil nafas dalam dan berulang."Ya Rabb, cobaan apalagi ini. Kalau dia suamiku, aku sangat bersyukur dosa malam itu berpeluang menjadi pahala. Namun kalau dia anak tiriku, sungguh dosa itu tak bisa termaafkan. Apa yang harus aku lakukan." Mondar-mandir memutar otak, tidak hanya tangan, sekarang tubuhnya pun ikut gemetar. Mengingat malam panjang
Bab 17A Mampukah Bertahan Gita mengangguk, lalu mereka berniat langsung ke kampus karena kawatir terlambat. Menyadari Gita berjalan sedikit sempoyongan, Toni berniat membantu memapahnya menuju taksi yang sudah menunggu."Serius, mau ke kampus, Ta?""Iya, takut ketinggalan materi.""Ya sudah, ayo!"Tanpa disadari mereka, ada pasang mata menangkap pergerakan keduanya."Si*l, ngapain Laras berdua sama cowok?"Tangan terkepal sempurna. Ardi sudah tidak fokus dengan klien yang mengajaknya meeting dadakan di kafe. Melihat reaksi Ardi yang berlebihan, Jessy bukannya menenangkan justru membuat darah Ardi makin mendidih."Ar, sepertinya Laras sudah punya pacar. Baru juga masuk kuliah belum ada sebulan. Berani merangkul di depan umum lagi. Dasar anak zaman sekarang.""Diamlah, Jess! Suaramu membuatku pusing."Seringai licik terukir di bibir Jessy yang berhasil membuat hati Ardi kian memanas. Jessy semakin yakin kalau pria yang dipujanya sekarang punya tambatan hati yang lain. Sejenak kecewa me