Kami terus berlari tak tentu arah menghindari kepala buntung itu, yang terus mengejar kami."Capek, Mel. Nggak kuat lagi gue," ucap Intan"Sabar, Tan. Terus berdoa dalam hati!" perintahku.Irma terus menoleh ke belakang, mencari tahu apakah setan itu masih membuntuti kami atau tidak."Udah nggak ada, udah ilang," ucap Irma."Alhamdulillah," ucapku dan Intan.Kami berhenti sejenak di atas rerumputan, sinar rembulan begitu terang malam ini. Tak di sangka ternyata kami berlari ke arah sungai kecil."Mel, Tan. Ini kita larinya kejauhan sampai ke sungai," ujar Irma mengok kanan dan kiri."Iya, Ir, kita terlalu jauh larinya. Udah jam berapa ini?" tanyaku."Jam 11 malam. Hp gue batrenya tinggal 15 persen lagi," dengus Irma."Hah! Jam 11? Gila hampir tengah malam kita di sini. Hp gue juga mati lagi," ucapku kesal."Gue malah nggak bawa hp," ujar Intan.Ah, si4l. Kenapa bisa bersamaan seperti ini sih hp pakai acara mati segala. Hanif dan lainnya juga menghilang. Apa mereka sudah pulang duluan?
Intan menjambak dan menampar Irma begitu kencang, hingga menyebabkan kemerahan pada pipi Irma. Irma meringis sambil mengusap pipinya."Kalian keterlaluan!" bentak Irma."Lu yang keterlaluan, ngapain lu jambak-jambak Melly begitu. Gue sebagai saudaranya nggak terima ya lu kaya gitu sama Melly!" jawab Intan tegas."Udah nggak usah berantem. Mending kita cari yang lain, mungkin mereka masih di sekitar sini," ucapku."Cari aja sana berdua!" Irma pergi setelah mengatakan itu pada kami. "S1nting!" teriak Intan pada Irma yang mulai menjauh."Lu nggak papa, Mel?""Nggak papa, kok, ayo cari yang lain!"Kami pun pelan-pelan berjalan mencari yang lainnya. Ku telusuri ke arah sungai kecil ini, namun tidak ada siapa-siapa di sini. Angin malam membuat aku kedinginan berada di luar. Bekas tamparan Irma masih terasa panas di pipiku. Kenapa dia sampai seperti itu."Mel ... udah malam banget nih, pulang aja yuk! Serem tau malem-malem cuma berdua doang kaya gini. Bukan cuma takut setan, tapi gue juga t
Setelah aku dan Intan selesai mandi, kami sudah ditunggu di ruang tamu untuk di sidang."Motor Paklik-mu mana?" tanya Ayah."Ada di rumah, Panjul, temannya Hanif," jawabku kikuk."Lah, ngapain kalian taruh di sana, Mel, Tan?" tanya Ayah sambil menatapku lekat.Aku menjelaskan apa yang terjadi dengan kami barusan. Aku jelaskan dengan sejelas-jelasnya. Tidak ada lagi yang aku tutup-tutupi, aku menyesal telah berbohong pada keluarga. Aku juga menceritakan tentang perkataan arwah Yuni, yang bilang aku harus berhati-hati dengan orang-orang yanga ada di sekitarku. Kakek dan Ayah sepertinya tahu bagaimana kebingunganku saat ini, untuk mencaritahu siapa pelaku sebenarnya. Aku pun menceritakan soal Ridwan yang bersekutu dengan iblis. Soal cinta segitiga, Ridwan terluka dan segalanya aku ceritakan pada keluargaku di ruang tamu ini.Mereka mendengarkanku tanpa memotong ucapanku sama sekali, Ayah manggut-manggut mendengarkan semua ceritaku. Intan pun menceritakan soal kami melihat Pak Cipto dan k
Hanif langsung melempar sesajen itu, setelah ada suara ancaman dari makhluk tak kasat mata. Semuanya langsung berlari dan meninggalkan tempat di mana sajen itu diletakkan."Ya Allah, kaget gue. Setan semprul!" Maki Hanif."Itu anak kecil kasian lho jadi korban selanjutnya," ucap Intan dengan napas yang tersengal."Ya ... mau gimana lagi, kita nggak bisa berbuat apa-apa," sahut Panjul."Tuh bocah juga anaknya siapa, sih, cepet banget ngilangnya abis ngambil makanan," sambung Panjul lagi."Ya udahlah, sekarang mending lanjutin pergi ke rumah Ridwan. Keburu sore, nanti diomelin sama keluarga lu, Mel," ucap Ridwan sambil memakai helmnya.Akhirnya kami semua memutuskan untuk melanjutkan pergi ke rumah Ridwan. Jika besok ada kabar anak kecil meninggal, mungkin itu anak kecil yang kami cegah tadi. Tapi semoga saja mereka tidak kenapa-napa, semoga Allah melindungi mereka. Jujur aku sangat takut jika anak kecil itu sampai jadi korban selanjutnya. Apalagi sajen masih ada di sana, bagaimana jika
Orang tua Ridwan bingung melihat anaknya bersimpuh di kakiku. Aku segera mensejajarkan diri dengan Ridwan."Bangun, jangan kaya gini. Gue nggak enak sama orang tua lu!" Bisikku."Gue nggak akan bangun sebelum lu mau maafin gue!" ucapnya dengan terus bersimpuh.Mau tak mau aku harus berkata 'Iya' biar Ridwan mau berdiri dari sujudnya di kakiku."Serius lu mau maafin gue, Mel?" tanyanya lagi."Iya," balasku singkat.Orang tua Ridwan langsung menatapku seolah meminta jawaban atas tingkah laku anaknya."Sekarang coba jelasin ke orang tua lu, Wan. Jangan ada yang disembunyiin lagi dari kita semua. Biar semuanya cepat clear," ucapku.Ridwan mengangguk dan menatap ke dua orang tuanya. Lalu memeluk ibunya dengan haru, kemudian bergantian bersujud di kaki orang tuanya.Ridwan menceritakan semuanya bagaimana ia dengan bodohnya mempelet Mbak Wuri, agar bisa jatuh cinta dengannya.Kemudian berkata jujur jika luka yang didapatkannya bukan karena jatuh dari motor, tapi karena terbentur pohon berin
Setelah motor sampai di halaman rumah Nenek dan di parkirkan oleh Intan, aku langsung masuk ke dalam dan mencari keluargaku."Assalamu'alaikum ...,""Kek, Ayah, Bunda, pada di mana sih? Kok sepi banget." Aku mencari-cari mereka di kamar, di dapur tapi tidak ada semuanya."Sabar, Mel, jangan teriak-teriak kaya kebakaran jenggot," ujar Intan asal."Kita harus kasih tau sama keluarga, Tan, kalau si Irma pelakunya. Kalau dibiarin bisa makin parah tuh anak!" Aku langsung keluar menuju ke rumah Paklik Mulyono, di sana banyak sekali sendal yang berjejer di luar."Assalamu'alaikum." Aku mengetuk pintu kemudian langsung masuk ke dalam."Wa'alaikumsalam. Kenapa si, Mel, teriak-teriak gitu." Kakek langsung keluar dari dapur Paklik."Yang lain pada ke mana? Kok nggak kelihatan?" tanyaku."Pada ngeliwet di dapur, ayo kamu ikutan sama yang lainnya!" ajak Kakek."Nggak, Kek, kalau semuanya udah rapih makannya aku mau ngomong serius," ucapku.Kakek menatap bingung ke arahku tapi kemudian mengangguk
POV AuthorFlash backRidwan gelisah ketika mendapatkan kabar bahwa Wuri akan bertunangan dengan Dimas, pacarnya sedari SMA."Gimana caranya biar mereka nggak jadi tunangan?" gumam Ridwan seraya mengacak-ngacak rambutnya frustasi."Pokoknya nggak boleh sampai tunangan dan di milikin sama orang lain." Ridwan lalu mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu teman kampusnya."Hallo, Bro, lu lagi di mana?" tanya Ridwan."Gue lagi di rumah kenapa emangnya?""Lu punya kenalan dukun buat memikat hati perempuan nggak sih?" tanya Ridwan to the point."Mau pelet siapa lu?" tanya Riki.Ridwan pun menjelaskan kepada Riki tentang perasaannya dan cintanya yang ditolak oleh Wuri. Kemudian Riki memberitahu bahwa ada dukun sakti yang bisa memberikan ajian pengasihan pemikat wanita.Mereka berdua lalu memutuskan akan mendatangi dukun itu pada esok hari."Akhirnya aku bisa milikin cinta kamu nanti, Ri. Maafkan atas kegilaanku ini, kamu terlalu sombong dan angkuh jadi wanita," gumam Ridwan sambil ter
Di malam ini Irma mendatangi seorang dukun, selain untuk membuat hubungan Ridwan dan Wuri hancur. Irma pun ingin memiliki kekayaa n secara instan serta memasang susuk pada tubuhnya, untuk memikat Ridwan dan pria lainnya."Aku ngerti maksude awakmu merene yoiku supoyo bisa narik atine wong lanang, to? Lan dadi sugih nganggo coro cepet?" ucap Mbah dukun dengan benar maksud tujuan Irma.(Saya tau niatmu ke sini untuk memikat hati laki-laki kan? Serta menjadi kaya dengan cara instan?)"Nggih, Mbah. Aku bakal nindakake opo wae supoyo rencana tak wujudake," jawab Irma.(Iya, Mbah. Apapun akan saya lakukan agar rencana saya ini berhasil,)"Opo kowe wis yakin karo niatmu iku? Naliko kowe wis nerimo sakabehe sarat, trus kowe dumadakan pengin mandheg ora nglakoke maneh, mulo kowe sing bakal dadi ciloko!" tegas Mbah dukun.(Kamu yakin dengan niatmu itu? Ketika kamu sudah menerima segala persyaratan, lalu tiba-tiba kamu ingin berhenti melakukannya maka dirimulah yang akan celaka!)"Opo kowe siap