Share

3

Author: fridayy
last update Last Updated: 2025-10-07 11:58:43

Pukul tujuh malam, seperti biasa setelah sholat maghrib ia duduk di ruang tv bersama Ibrahim yang asik menonton animasi favoritnya bersama Fatma. Tak lama kemudian, Usman datang disusul Ardi yang tak biasanya mau ikut bergabung berkumpul bersama.

Layla memandang heran kepada Ardi yang kini duduk berselonjor di samping ibunya dan sesekali mengajak Ibra bercanda. Adik bungsunya itu memang jarang ikut bergabung duduk bersama seperti ini, ia lebih sering suka menyendiri di kamar atau jika mau ia akan pergi keluar bersama teman-temannya.

"Tumben banget keluar kamar." celetuk Layla kepada Ardi. Sang adik yang merasa terpanggil menatap kakaknya dengan cengiran lebarnya.

"Tau banget bapak habis pencairan. Mau minta duit ya?" tuduh Layla yang tak dijawab Ardi. Pemuda itu terus menampilkan cengiran lebarnya.

"Memangnya kamu mau apa, minta uang jajan tambahan ke bapak?" timpal Usman melihat gelagat anaknya yang seperti itu. Mendekat jika ada maunya.

"Mau beli velg ban, pak." jawab Ardi pelan, tahu kalau permintaannya itu mengundang ceramahan bapaknya.

"Sudah 2 kali kamu ganti velg ban. Kali ini mau pakai yang bagaimana lagi sih? Velg ban segitu-gitunya, kamu gonta-ganti terus!"

"Ardi cuma minta uang kurangnya aja, pak." balas Ardi ringan berharap bapaknya mau memberikan kekurangan uang itu.

"Kalau buat modal, nanti bapak kasih. Kalau buat velg bapak gak kasih." ucap Usman final. Ia tak mau lama-lama berdebat untuk hal yang sudah dua kali terulang.

"Pak, kan Ardi sudah bilang mau masuk PT aja. Ardi belum siap buka usaha sendiri." kilah Ardi kala sang bapak kembali menbicarakan soal usaha sendiri. Bapaknya itu selalu mendesaknya untuk membuka bengkel di kampung dari pada bekerja di kota. Kedua orang tua itu selalu mewanti-wanti anak-anaknya untuk tidak pergi terlalu jauh meninggalkan rumahn, namun ternyata kedua anak lelaki itu sangat bebal ingin pergi merantau.

Ardi dengan jiwa mudanya itu tentu ingin melanglang buana mencari berbagai pengalaman ke berbagai penjuru tempat selepas lulus sekolah nanti. Berbeda dengan pandangan orang tua yang selalu khawatir akan keadaan anaknya jika berada jauh dari pandangan mereka, meskipun sang anak sudah dewasa dan mandiri.

"Pokoknya keputusan bapak cuma itu. Kamu itu sudah habis jutaan rupiah buat modif motor yang gak ada selesainya." keluh Usman melihat tingkah anaknya.

"Ya kan namanya juga anak muda yang suka gaya, pak. Beruntung Ardi sukanya modif motor, bukan pergaulan bebas kayak yang lain."

"Kamu hobi ngerokok dari SMP, terus main sampai subuh emang bukan pergaulan bebas hah?" tanya Usman keras sembari berancang-ancang dengan tasbih di tangannya, membuat Ardi seketika beringsut sedikit menjauh, tak ingin terkena sabetan biji tasbih.

"Sudah, jangan berdebat terus. Ardi, kamu itu sudah mulai dewasa, kamu juga sebagai laki-laki harus punya tabungan untuk masa depan. Kalau punya uang jangan sekali habis, apalagi cuma buat gaya-gayaan." ucap Fatma ingin mengakhiri perdebatan yang mengganggunya.

Ardi pun menghela nafas pasrah mendengar ibunya yang sudah memberi simpulan yang jelas mendukung sang bapak. Tak apa, lain kali Ardi akan memintanya lagi kepada Fatma tanpa sepengetahuan Usman.

"Ya sudah, eh ngomong-ngomong... Ardi gak nyangka kak Layl dekat sama bang Raffa. Kenal dari mana, kak?" tanya Ardi dengan seringai licik yang terlihat. Layla yang tengah asik menonton tv melotot menatap Ardi yang masih memasang tampang jahil. Entah apa maksud Ardi mengungkap peristiwa pagi tadi.

"Ngomong apa kamu sih?! Jangan ngada-ngada." kilah Layla datar, meskipun dalam hati ia merutuk perkataan Ardi yang mengundang tanya dari kedua orang tuanya.

"Kenapa? Tadi aja Ardi denger dia ngajak kakak nikah!" ucapan Ardi langsung menghantam dirinya.

"Enggak ya!" balas Layla keras, menampik semua ucapan adiknya yang sayangnya memang benar.

Usman yang sedari tadi diam mendengarkan akhirnya tertarik untuk bertanya, "Yang bener kamu, Ardi?" timpal Usman sedikit keras, antara terkejut dan semangat.

Ardi mengangguk ikut antusias karena kini ia bisa terus menggoda kakak perempuannya. "Iya pak, Ardi denger dari kuping Ardi sendiri."

"K-kamu tuh jangan asal ngomong, apalagi di depan ibu sama bapak!" elak Layla tak mau ngaku. Adiknya ini memang lambe turah kalau sekali ngomong.

"Kenapa sih kak? Udah janda ini, kan bebas mau punya suami lagi juga."

"Lagian tuh, udah banyak cowok-cowok yang nanya-nanya tentang kakak sama Ardi." Tambah Ardi yang entah benar atau tidak, yang benar saat ini hanya dirinya yang malu karena percakapan Raffa tadi disampaikan adiknya kepada orang tuanya.

"Astagfirulloh, Ardi. Bisa enggak, gak usah ngomongin hal begituan? Kakak ini masih dalam masa idah, gak usah bicara yang macam-macam!"

"Piss... Bisa aja kan kakak mau pilih-pilih dari sekarang mana yang cocok buat ayah baru Ibra. Ya, kan Ibra?" Ibra yang disebut namanya hanya mengangguk sebentar kepada Ardi sebelum kembali menonton televisi. Ardi yang melihat respon Ibra pun bersorak riang seperti kegirangan saat tim bola kesayangannya mencetak gol.

"Sudahlah, mau isya dulu." ucap Layla sembari beranjak pergi.

"Loh, malah kabur." gumam Ardi menatap kepergian Layla.

Usman yang dari tadi mendengarkan kini mencondongkan tubuhnya bertanya kepada Ardi, si pembawa berita. "Tapi, emang bener apa yang kamu katakan tadi, Di?"

"Bener pak... Ardi juga gak nyangka, tapi bang Raffa berani bener to the point ngajak kak Layl nikah."

"Laki jantan itu." ucap Usman bangga, memang lelaki pilihannya itu sangat cocok untuk anaknya. Meskipun begitu, ada setitik rasa kecil hati mengingat anak perempuannya itu janda beranak satu. Layla juga bukan wanita karir yang punya penghasilan. Oleh sebab itu Usman tidak berani mengutarakan keinginan hatinya. Namun saat ia mendengar perkataan Ardi barusan, secercah harapan membuat Usman bahagia mendengar lelaki yang dirasa cocok menjadi menantu barunya itu pun menyukai anaknya.

"Lagian bang Raffa juga udah berumur, pantes gak mau yang bertele-tele." tambah Ardi yang memang sedikit lebih tahu akan sosok Raffa.

"Nah, gimana bu? Kita dukung gak?" tanya Usman kepada Fatma kemudian. Sang ibu yang dipanggil hanya menghela nafas dan menatap jengah suaminya.

"Apa pak? Dukung nyoblos anggota dewan?" tanya Fatma.

"Si Raffa lah."

"Hush... Jangan terlalu senang, anak kita baru saja dapat musibah, bapak sudah ngomongin yang aneh-aneh. Tunggu masa berkabung Layla selesai, nanti bisa dibicarakan lebih lanjut. Itu pun kalau Raffa benar-benar serius dan Layla juga mau dengan sendirinya."

"Iya, setidaknya Raffa laki-laki yang baik, paham agama dan bertanggung jawab, insyaalloh. Pak Sudirman juga orangnya baik gak suka mandang orang lain dari statusnya."

"Bapak sok tahu banget ih."

"Tahu dong, bapak kan suka main ke blok sebelah. Banyak juga yang bicarain si Raffa, katanya dia itu bujang paling diincer satu kampung. Sudah mah mapan, tampan, dan juga dermawan!" jelas Usman membanggakan lelaki yang kini ia anggap calon mantunya.

"Gak tahu lah pak, Ibu gimana si Layla aja."

***

Di dalam kamar, Layla termenung seorang diri di atas hamparan sajadah dengan mukena yang masih melekat di tubuhnya. Layla menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri, tapi dadanya terasa sesak. Air mata selalu mengancam untuk tumpah kala ingatannya kembali mengingat sosok Raihan, suaminya yang penyayang.

Ia teringat senyum Raihan yang selalu mampu mencairkan suasana hatinya yang gelap. Senyum yang begitu hangat, begitu menenangkan. Ia teringat bagaimana Raihan selalu ada untuknya, menemaninya dalam suka dan duka. Bagaimana Raihan selalu mampu membuatnya tertawa lepas, bahkan ketika ia merasa paling terpuruk.

Layla menggenggam sebuah foto Raihan, foto yang diambil saat mereka berlibur di pantai sebelum mereka memiliki buah hati. Raihan tersenyum lebar, matahari terbenam di belakangnya menciptakan siluet yang indah.

Air matanya semakin deras, mengalir tanpa henti. Ia merindukan Raihan, rindu akan sentuhannya, rindu akan suaranya, rindu akan kehadirannya. Rasa sakit kehilangan begitu menusuk kalbu, menghancurkan hatinya sedikit demi sedikit. Layla hanya bisa meringkuk di atas sajadah menangisi kepergian orang yang paling dicintainya, menangisi kenangan indah yang kini hanya tinggal kenangan.

Di tengah kesedihan yang mendalam, bayangan wajah Raffa tiba-tiba muncul di benaknya. Kata-kata Raffa, "Saya tertarik sama kamu, Layla, saya ingin menikahi kamu. " bergema kembali di telinganya, mencampuri kesedihannya dengan gelombang emosi yang lain, kemarahan dan kebingungan.

Layla mengusap air matanya, rasa marah kembali menggelegak. Bagaimana Raffa bisa begitu tidak peka? Bagaimana ia bisa menyatakan perasaannya di saat Layla masih berduka? Ketidakpekaan Raffa membuatnya semakin kesal. Ia merasa diperlakukan semena-mena, perasaannya diabaikan begitu saja.

"Bagaimana dia bisa begitu tega? Suamiku baru saja pergi, lukaku masih berdarah, dan dia... Dia berani menyatakan perasaannya?"

Air mata akhirnya mengalir deras di pipinya. Ia menghapusnya kasar dengan punggung tangan, tapi air mata terus mengalir. "Aku masih berduka, aku masih merindukannya setiap detik! Dan kau... kau datang dengan perasaanmu yang bodoh itu, seakan-akan semua ini tidak penting bagimu!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janda Cantik Milik Pak Dosen   6

    Satu bulan kemudian. Di pagi hari yang cerah, Layla sudah disibukkan dengan kegiatan membuat kue. Di samping itu, hari ini ia yang mengurus semua keperluan dapur dikarenakan sang ibu tengah sakit. Dan kini, Layla keluar dari rumahnya menuju gerobak sayur yang berhenti di depan rumahnya. Terlihat sayuran hijau yang masih segar berkilauan terkena sinar matahari pagi membuat Layla tergiur untuk memasak semua sayuran segar itu. Tak lama kemudian, segerombolan ibu-ibu ikut menghampiri gerobak sayur dan mulai memilih-milih belanjaan mereka. Seperti biasa, mereka memilih sambil berbincang-bincang dan bercanda, namun Layla hanya diam dan sesekali mendengarkan. "Seger banget ya terongnya, mana gede-gede." Sahut seorang perempuan paruh baya yang wajahnya tebal akan riasan make up. Bibirnya yang merah menyala terkikik geli seraya memperlihatkan terong ungu yang berukuran besar dan panjang itu ke arah ibu-ibu di samp

  • Janda Cantik Milik Pak Dosen   5

    Raffa Adi Wijaya adalah seorang dosen muda di sebuah universitas ternama di Jogja. Ia tumbuh dan besar di lingkungan pondok pesantren hingga memasuki bangku kuliah. Setelah lulus dan menjadi sarjana, Raffa menerima beasiswa untuk melanjutkan studi ke Mesir selama 4 tahun. Raffa tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.Raffa remaja memang seorang pemuda yang penuh prestasi, sifatnya pendiam dan lebih senang menyibukkan diri dengan membaca buku. Namun dengan sikapnya itu, ia mampu bergabung dengan sebuah organisasi kemahasiswaan yang membuatnya semakin dikenal berbagai kalangan.Raffa remaja penuh dengan ambisi untuk menyelesaikan pendidikannya. Tidak ada kisah percintaan yang mewarnai sebagian perjalanan hidupnya. Ia terlalu serius belajar dan menata masa depannya sendiri hingga sampai diusiannya yang ke 35, ia masih melajang dan tengah menyelesaikan pendidikan doktornya.Keseriusannya dalam belajar membuatnya menjadi kaku dalam menghadapi persoalan asmara. Raf

  • Janda Cantik Milik Pak Dosen   4

    Di hari yang cerah, Layla tengah disibukkan dengan aktivitas barunya. Sudah sepekan ini Layla menerima orderan aneka kue bolu dan kue basah lainnya. Setelah pertimbangan yang matang, akhirnya Layla menyetujui permintaan bapaknya untuk membuka usaha. Hitung-hitung untuk menambah uang jajan Ibra yang mulai beranjak besar, tidak mungkin juga ia selalu bergantung kepada ibu dan bapaknya terus menerus. Sempat ia berpikir untuk bekerja di luar, namun ia tak tega meninggalkan Ibra dan melewatkan tumbuh kembang anaknya itu.Alhasil, dalam seminggu ini sudah ada beberapa pelanggan tetap yang setiap hari memesan. Layla bersyukur usahanya diberi kemudahan. Kesedihan serta kemuraman hatinya sedikit demi sedikit teralihkan oleh kegiatan barunya itu.Suara alarm panggangan berbunyi keras mengejutkan Layla yang tengah melamun. "Astagfirulloh, malah ngelamun!" Layla lantas membuka oven dan mengeluarkan hasil panggangannya.Layla tersenyum senang kala melihat bolu panggang

  • Janda Cantik Milik Pak Dosen   3

    Pukul tujuh malam, seperti biasa setelah sholat maghrib ia duduk di ruang tv bersama Ibrahim yang asik menonton animasi favoritnya bersama Fatma. Tak lama kemudian, Usman datang disusul Ardi yang tak biasanya mau ikut bergabung berkumpul bersama.Layla memandang heran kepada Ardi yang kini duduk berselonjor di samping ibunya dan sesekali mengajak Ibra bercanda. Adik bungsunya itu memang jarang ikut bergabung duduk bersama seperti ini, ia lebih sering suka menyendiri di kamar atau jika mau ia akan pergi keluar bersama teman-temannya."Tumben banget keluar kamar." celetuk Layla kepada Ardi. Sang adik yang merasa terpanggil menatap kakaknya dengan cengiran lebarnya."Tau banget bapak habis pencairan. Mau minta duit ya?" tuduh Layla yang tak dijawab Ardi. Pemuda itu terus menampilkan cengiran lebarnya."Memangnya kamu mau apa, minta uang jajan tambahan ke bapak?" timpal Usman melihat gelagat anaknya yang seperti itu. Mendekat jika ada maunya.

  • Janda Cantik Milik Pak Dosen   2

    Suasana malam nampak tentram, hanya suara dari layar televisi yang menyala dengan volume kecil. Ibra tengah asik menonton tayangan kartun domba kesukaannya. Sementara Layla sedang duduk di sampingnya ditemani Usman. Fatma sendiri sudah memasuki kamarnya karena mau istirahat lebih awal setelah seharian berkutat di dapur.Dan Ibrahim? Ia masih terjaga karena siang tadi tidur lama hingga hari menjelang malam. Tak lama kemudian suara Usman mengalihkan perhatian Layla."Layl, bapak mau jual tanah lagi yang di legok."Layla terkejut mendengar pernyataan sang bapak, "Loh, kenapa pak?" tanyanya penasaran."Bapak sudah capek nyawah."Kan bisa disewakan, pak?""Tanahnya sudah ditawar harga tinggi. Lumayan buat modal usaha. Nanti uangnya kamu pakai kalau mau buka usaha."Bukan ingin menyuruh anaknya sengaja mencari nafkah, hanya saja ia ingin mengabulkan keinginan Layla yang belum tercapai.Layla menggeleng menolak usulan

  • Janda Cantik Milik Pak Dosen   1

    Layla Azhari merupakan seorang janda muda yang ditinggal mati suaminya. Pernikahan yang baru dibangun selama 4 tahun dan baru dikaruniai seorang anak harus runtuh kala Farhan Hidayat, meninggal dunia karena kecelakaan motor.Layla begitu terpukul akan kejadian yang dialaminya. Kini ia kehilangan sosok pemimpin sekaligus pelindung bagi keluarganya.Duka yang dialami Layla ternyata bukan sekedar itu, mertua yang ia kira menghargainya dengan tega mengusirnya secara halus dari rumah yang telah susah payah ia bangun bersama mendiang suaminya setahun yang lalu dari tanah pemberian ayah mertuanya. Mereka beralasan untuk meminjamkan rumah tersebut untuk ditempati anak laki-laki ke tiganya yang baru saja menikah. Apalagi ibu mertuanya itu juga merasa mendapat hak waris dari anaknya yang bahkan belum pantas untuk dibahas mengingat suaminya meninggal belum lama ini.Dan dengan santai sang ibu mertua pun menyuruhnya untuk tinggal kembali bersamanya. Layla yang merasa haknya diabaikan, merasa saki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status