Ketika bibir itu terlepas dari bibirnya, Clara sampai lupa akan niatnya untuk berteriak minta tolong. Dia sudah terlanjur lemas, hampir kehabisan oksigen sepanjang bibir itu melumat bibirnya tanpa ampun. Terlebih sakit yang teramat sangat di organ intimnya itu membuat Clara lupa tentang perlawaannya. Semua sudah terjadi, entah siapa laki-laki yang berhasil merusak dan mengagahinya malam ini, dia tidak tahu.
Namun jika dilihat dari betapa manis ciuman bibir beraroma alkohol itu ... betapa besar dan kokoh lengan laki-laki yang kini tengah memacu tubunya, Clara langsung teringat pada seseorang. Tapi apakah mungkin?
“A-Arga ...,” rintih Clara lirih, apakah mungkin mantan kekasihnya yang memperkosa dia malam ini? Tapi bukankah dia seharusnya menikmati malam ini bersama isterinya, bukan malam memaksakan kehendaknya pada Clara seperti ini?
“Ah ... ya Sayang, ini aku!”
Suara itu!
Clara sontak membelalakkan matanya, namun hanya sebentar karena kemudian Arga menusuknya lebih dalam lagi, membuat ia mengernyit menahan pedih yang tidak terkira pada organ vitalnya.
“I-ini kamu ... ta-tapi kenapa ... aakkhh!” kembali Clara merintih menahan ngilu, rasanya begitu sakit.
“Diam lah Sayang, mari nikmati malam indah ini,” suara yang Clara tahu betul itu suara Arga tampak begitu lirih, berpadu dengan desahan tertahan yang membuat Clara benar-benar masih tidak mengerti, kenapa dia melakukan semua ini?
Clara hendak bersuara, namun tertahan karena Arga memacu tubuhnya lebih kencang, menusuknya lebih dalam, membuat pedih itu makin menjadi-jadi. Clara mengcengkeram kuat-kuat spreinya, mengigit bibir bagian bawahnya sambil sibuk menahan tangis. Air matanya banjir. Sungguh ini sangat menyakitkan sekali.
“Sudah aku jelaskan kemarin, bukan? Bahwa sampai kapanpun kamu akan tetap jadi milikku.”
Clara membelakkan matanya, ia benar-benar terkejut dengan apa yang barusaja keluar dari mulut laki-laki itu. Sampai kapanpun tetap jadi miliknya? Dengan status Arga yang sudah menikahi wanita lain? Hal gila macam apa ini?
“Kau gila, Ga! Lepas!” Clara benar-benar tidak mengerti lagi, bayangan sosok yang selama ini dia nilai begitu baik, menyayangi dirinya, sontak lenyap entah kemana.
Kini laki-laki itu menjelma seperti monster di mata Clara, terlebih apa yang sedang dia lakukan pada Clara ini bukan suatu hal yang bisa dibenarkan. Ia terus meronta, mencoba melepaskan diri dan memohon agar Arga melepaskan dirinya, membiarkan Clara lepas dari cengkeraman Arga.
Namun Arga tidak mengindahkan permohonan Clara, ia terus memacu tubuh bersimbah peluh itu dengan membabi buta.Tidak peduli Clara merintih-rintih sambil menangis sesegukan, Arga sama sekali tidak peduli. Ia hanya fokus pada tujuannya, yaitu membuat Clara tidak dimiliki laki-laki lain dan hanya dia yang bisa memiliki gadis ini.
“Stop, Ga! Please stop!”
***
Clara dengan tertatih mencoba bangkit, rasa sakit itu masih menguasai dirinya, pangkal pahanya. Lututnya bahkan bergetar hebat setelah beberapa saat yang lalu Clara seperti terbangkan begitu tinggi oleh laki-laki yang ia tahu betul itu Arga dari suara dan aroma tubuhnya. Dia menerbangkan Clara dengan begitu tinggi, meledakkan Clara di lapis langit ke tujuh hingga rasanya Clara tidak ingin kembali turun ke bumi.
Rasanya sungguh sangat nikmat sekali, meskipun sakit dan pedih itu masih terasa begitu menyiksa! Ini persetubuhan pertama untuk Clara! Dan Arga melakukannya dengan sedikit paksaan tanpa mengizinkan Clara ‘panas’ terlebih dahulu.
‘Ah, sial sakit banget!’ desis Clara dalam hati sambil tertatih menuju saklar lampu.
Klik
Suasana kamar yang tadi temaram kini terang benderang, Clara menutup mulutnya dengan tangan ketika melihat sosok itu terlentang tanpa busana di atas ranjangnya. Baju mereka berserakan , bahkan bisa Clara lihat celana dalamnya sampai sobek. Jadi benar, Arga yang datang ke kontrakannya dan melakukan semua ini? Memperkosanya?
Tapi kenapa?
Lutut Clara yang lemas itu membuat Clara tidak mampu berdiri lama di tempatnya, ia langsung merosot jatuh di dekat pintu. Dua tangannya menyilang di dada. Apa yang sudah dia lakukan? Dia tidur dan bercinta dengan suami orang!
Clara terisak hebat, membuat laki-laki itu sontak terbangun dan terkejut mendapati Clara tengah menangis sesegukan sambil memeluk lututnya.
“Sayang? Kamu kenapa?” Arga panik, segera bangkit dan menghampiri Clara yang tampak begitu syok itu.
“Apa yang sudah kamu lakukan, Ga? Kamu jahat!”
Arga nampak menghela nafas panjang, hendak menyentuh bahu kekasihnya itu, tetapi ia urungkan karena Clara memberi kode agar Arga tidak menyentuh dirinya.
“Kamu milikku, Ra. Bukankah aku sudah berkali-kali bilang?”
“Milikmu? Kamu bilang aku milikmu?” tampak Clara begitu frustasi, ia menatap Arga dengan tatapan pedih, kenapa Arga tega merusaknya?
Arga menjatuhkan diri di samping Clara, tanganya merengkuh tubuh itu dan memaksa kepala Clara bersandar pada bahunya, membiarkan wanita itu menangis sejadi-jadinya di bahu Arga.
“Aku cinta kamu, Ra. Aku cuma cinta kamu.” Desis Arga lirih.
Clara tidak menjawab, ia menggelengkan kepalanya dengan putus asa. Cinta seperti apa yang hendak Arga suguhkan kepada Clara? Cinta yang memaksa Clara menjadi duri dalam rumah tangga wanita lain? Itu cinta model apa?
“Nggak ada yang boleh milikin kamu selain aku, dan sampai kapan pun kamu milikku, Ra!” desis Arga dengan begitu dingin. “Hanya aku yang boleh melakukan hal tadi kepadamu, tak akan aku biarkan laki-laki lain mencicipi milikku.”
***
Clara duduk di tepi ranjang, ia sudah kembali memakai pakaiannya begitupula dengan Arga. Mereka duduk berdampingan di tepi ranjang. Duduk dalam diam dan membeku di tempat masing-masing.
Dada Clara masih terasa begitu sesak, sudut matanya menangkap bercak merah itu. Itu darah miliknya. Tidak perlu di jelaskan itu darah apa, yang jelas bercak itu tanda bahwa Clara sudah koyak dan rusak malam ini.
“Apa maksudmu, Ga?” Clara sudah tidak kuasa lagi menahan semua gejolaknya.
Dia marah, dia kecewa dan dia benar-benar tidak menyangka bahwa laki-laki sopan dan baik yang selama ini dia kenal bisa sebrutal itu melecehkan dirinya.
Arga menghela nafas panjang, meraih tangan Clara yang langsung di hempaskan oleh sang pemilik. Clara menatap laki-laki itu dengan tatapan tajam. Matanya berurai air mata, menampakkan luka dan kekecewaan yang teramat dalam pada sosok itu.
“Apapun itu, aku hanya ingin tetap memilikimu, Ra.”
Clara mendengus kasar, seringai sinis itu tergambar di wajah Clara yang entah berwarna apa malam ini. Ingin tetap memiliki? Apakah memang benar laki-laki itu tercipta dari ego? Hal yang kemudian membuat dia bertindak sesukanya hanya demi mendapatkan apa yang dia mau?
“Memilikiku?” Clara menekan suaranya, setengah mengejek, setengah mengajukan protes.
“Aku cuma cinta sama kamu, Ra!” Arga menekan suaranya, kembali hendak meraih tangan Clara, namun gadis itu langsung menjauhkan tangannya.
“Kamu milik wanita lain! Kamu sudah menikah dan kamu tidak pantas berharap lebih pada hubungan kita, apalagi sampai melakukan hal keji itu kepadaku, Ga!”
Arga mengusap wajahnya dengan kedua tangan, ia terpekur beberapa detik, hingga kemudian ia mengangkat wajahnya, menatap gadis yang begitu ia cintai itu dalam-dalam.
“Jadi, apa yang sudah kita lakukan tadi tetap tidak bisa membuatmu bertahan di sisiku, Ra?” tanya Arga dengan nada lirih.
Clara kembali menyunggingkan senyum sinis, dibalasnya tatapan itu dengan sorot tajam.
“Tidak!” jawabnya tegas. “Jika kau pikir hal keji yang baru saja terjadi lantas bisa membuatku tetap bertahan dan jadi simpananmu, maka kamu salah!” Clara sudah bertekad bahwa dia tidak akan menjadi duri dalam rumah tangga orang.
“Bukan karena kamu sudah merusakku, lantas aku akan tunduk kepadamu, Ga.” Jelas Clara lagi, “Itu tidak benar, bahwa aku tid-.”
“Kalau begitu ...,” potong Arga cepat. “Jangan salahkan aku jika kamu kehilangan posisimu sekarang, Ra.” Ancam Arga dengan begitu tenang.
Clara sontak terperajat, ia terkejut setengah mati mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut laki-laki itu. Apa maksud dari ancaman itu? Jangan bilang kalau ....
“Aku bisa melakukan apapun, Ra. Semua yang berhubungan dengan posisimu sekarang, pekerjaanmu ... aku bisa melakukan apapun.”
Suara itu begitu tenang, santai dan seolah tanpa beban. Clara tahu betul kenapa Arga lantas mengancamnya dengan ancaman itu. Koneksi keluarganya begitu kuat dan bukan tidak mungkin Clara benar-benar akan kehilangan posisinya sebagai dokter definitif di rumah sakit tempa dia dinas sekarang.
“Ka-kau mengancamku?” Clara tercekat, bisa apa dia melawan Arga yang keturunan darah murni?
Terdengar suara tawa itu pecah, tawa yang di telinga Clara terdengar begitu mengejek dan merendahkan. Membuat Clara makin muak dan benci terhadap sosok itu.
“Ya!” tegas sosok itu sambil tersenyum sinis, “Dan sekarang semuanya ada di tangan kamu, Clarabella Sutomo!”
Arga bangkit, berdiri tepat di depan Clara yang masih begitu syok dengan kejadian demi kejadian yang dia hadapi hari ini. Clara masih membisu, hingga kemudian Arga berlutut di hadapannya.
“Kau pilih kehilangan posisimu atau tetap bersamaku? Pikirkan itu baik-baik!”
Clara melepas handscoon dan nurse cap-nya, sepanjang operasi tadi ingatan Clara malah kembali pada malam yang kemudian menjebak Clara dalam hubungan terlarang dengan mantan kekasihnya itu. Hubungan yang sudah berlangsung hampir dua tahun.Sejak malam itu, Clara dipaksa dan lebih tepatnya lagi terpaksa pindah ke sebuah apartemen yang Arga belikan untuknya lengkap dengan sebuah mobil. Di sanalah dosa itu terus mereka lakukan. Arga datang kapanpun dia mau tanpa bisa Clara tolak, bahkan jangan lupakan bahwa Clara bisa lanjut pendidikan spesialis ini karena uang dari Arga juga yang per tahun kemarin sudah lulus dari pendidikan spesialisnya.“Ra, mau kemana setelah ini?”Clara menoleh, menatap chief residen bedah berwajah agak kebule-bulean itu tersenyum setelah melepas maskernya. Namanya Adrian, berdarah Jerman karena ibunya adalah orang Jerman, sedangkan sang ayah Indonesia asli.“Pulang, Dok. Rasanya capek banget.” J
Clara mencengkeram kuat-kuat sprei dan bantalnya, kalau boleh jujur, selama dua tahun menjadi pelayan Arga, tidak selalu Clara mencapai klimaks-nya ketika disentuh Arga seperti ini. Bukan karena Arga tidak pandai foreplay guna memanaskan dirinya, tetapi karena perasaan bersalah dan berdosa yang Clara miliki pada isteri dari laki-laki yang tengah menindih tubuhnya malam ini yang membuat Clara begitu tertekan dan hanya setengah hati dan tidak menikmati pergumulan mereka.Beberapa menit berlalu, Clara dapat merasakan tubuh Arga menegang, deru nafas Arga makin memburu. Dia sudah hampir sampai, bukan? Agaknya pelayanan Clara malam ini begitu memuaskan sosok itu, terbukti dengan ekspresi sensual yang Arga tunjukkan.Clara memejamkan matanya erat-erat, dan tidak perlu waktu lama ia merasakan cairan hangat itu menyembur dan memenuhi rahimnya. Arga memekik keras, mengeram panjang dengan nafas tersenggal-senggal, mendekatkan bibirnya di telinga Clara dan berbisik dengan
Clara menyingkirkan lengan kokoh itu dari atas tubuhnya. Tampak wajah itu begitu pulas tertidur. Agaknya pelayanan Clara semalam sangat memuaskan dirinya. Terbukti laki-laki itu sekarang tidur begitu pulas macam bayi baru lahir.Clara berusaha bangkit, pangkal pahanya terasa begitu pedih. Bagaimana tidak? Arga tidak hanya minta satu kali, entah berapa kali semalam ia harus menjadi budak pemuas laki-laki itu, Clara sampai tidak mau menghitungnya.“Ga, kamu nggak pulang?” sekali lagi sebuah bahasa pengusiran, kalau Arga mau sedikit saja sadar diri, namun Arga terkesan masa bodoh dan tidak peduli.Tubuh itu tidak bereaksi, membuat Clara lantas mengguncang lengan kokoh itu agar mau bangun dan segera pulang. Sebodoh amat apartemen ini dia yang membelikan, toh Clara tidak meminta Arga membelikan dia apartemen, bukan?“Ga ... ini sudah pagi, kamu tidak pulang?” kembali hal itu yang Clara tanyakan. Kali ini lebih keras dan dengan guncangan
Clara melangkah ke kantin, baru beberapa langkah masuk, matanya menatap sosok itu duduk bersama beberapa sejawat di sebuah meja. Matanya menatap Clara, Clara pun sama menatap mata itu lantas masuk ke dalam tanpa berkata-kata. Memang begini kamuflase mereka, ketika di rumah sakit, mereka sama sekali tidak berinteraksi. Beradu pandang pun hanya sebentar, lalu fokus pada kegiatan masing-masing tanpa saling bertegur sapa. Tidak heran sampai sekarang tidak ada satu pun orang yang tahu bangkai apa yang mereka sembunyikan selama ini. Tidak dengan dokter Indira sekalipun. “Boleh gabung di sini?” tanya Clara ramah pada beberapa anak koas, lebih tepatnya koas perempuan karena sosok itu meskipun terlihat cuek, selalu mengamati gerak-gerik Clara dengan detail. “Oh iya boleh, Dokter.” Mereka kompak tersenyum, beberapa menggeser duduknya, memberi tempat untuk residen anestesi itu duduk di bangku kantin. “Kok sendirian, Dok?” tanya salah seorang mereka yang langsung
Morgan Alvaro, pengusaha importir mobil mewah itu sontak langsung keluar dari mobilnya begitu mobil yang dia hantam terseret dan menabrak water separator. Emosinya membuncah, bagaimana tidak? Mobil mini berwarna merah itu nekat melaju meskipun lampu sudah berubah merah, yang mana membuat Ferrari 488 Pista-nya ringsek di bagian depan.“Woy, turun lu!” Morgan tidak peduli dengan klakson-klakson yang ditekan efek ia menghentikan Ferrari-nya di tengah jalan, yang ia pedulikan hanyalah menghajar orang yang sudah membuat mobil kesayangannya itu ringsek.Morgan tertegun ketika mendapati seorang wanita yang menjadi sopir mobil itu terkulai tidak sadarkan diri di jok kemudi, hal yang membuat dia lantas panik dan berteriak pada beberapa polisi yang mendekat ke arahnya.“Pak, tolongin itu yang di dalam pingsan, Pak!” Morgan lupa pada amarahnya, fokusnya pada wajah cantik dengan darah segar yang mengucur dari dahinya, Morgan benar-benar pani
Arga turun dari taxi online yang dia pesan, dengan tubuh sempoyongan dia menerjang pintu depan rumah mewah hadiah dari mertuanya. Melesat naik ke lantai atas di mana kamarnya berada. Yang harus dia temui sekarang ini adalah sang isteri.BRAKKPintu kamar itu terhempas, menampakkan Indira yang tengah menyusut air matanya. Wanita itu menoleh, menatap Arga dengan wajah kaku berhias linangan air mata.“Oh ... kau pulang juga rupanya?” tanya Indira sambil tersenyum sinis.Arga kembali membanting pintu, membuat pintu itu tertutup rapat seketika. Dengan sisa-sisa kesadarannya ia melangkah mendekati sang isteri, menatapnya dengan tatapan tajam.“Jangan pernah kau campuri urusanku, In! Bukankah sudah berulang kali aku peringatkan?” ancam Arga sambil melotot tajam.Tawa Indira pecah, ia balas menatap tajam sorot mata sang suami.“Aku sudah cukup muak, Mas!” desis Indira pelan, “Sudah saatnya ak
Clara mengerjapkan matanya perlahan-lahan, rasa pedih itu terasa begitu menusuk di dahi sebelah kirinya. Rasanya begitu pedih. Sorot lampu yang begitu terang sedikit menyakiti matanya, membuat matanya sontak kembali terpejam.“Dok, Dokter bisa dengar saya?”Suara asing itu tertangkap oleh telinga Clara. Darimana orang itu tahu kalau Clara seorang dokter? Ah dia lupa, bukankah identitasnya tertulis di atasan scrub yang dia pakai dinas hari ini?Clara mencoba kembali membuka matanya, kini matanya bisa beradaptasi dengan lampu terang yang begit benderang itu. Pandanganya mulai jelas, ia bisa menangkap sosok bersnelli lengan panjang dengan jilbab biru itu.“Saya di mana? Kok bisa di sini?” Clara benar-benar terkejut, ini IGD rumah sakit! Matanya mulai memandangi satu persatu wajah yang ada di hadapannya. Dokter dengan jilbab biru itu, seorang perawat dan seorang laki-laki yang ...“Dokter masih ingat kejadian sebe
Arga mencoba menetralkan nafasnya, tubuhnya terasa sangat lengket dan panas. Ia terengah dengan Indira yang terisak sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. Permainan mereka sudah usai, Arga sudah mendapatkan apa yang dia cari, apa yang dia inginkan malam ini.Ia ingin Clara, namun dia tidak tahu sekarang dimana kekasihnya itu berada. Apakah benar dia tengah menonton film bersama residen bedah itu? Kalau benar, akan Arga patahkan leher laki-laki itu besok pagi.Suara isak tangis Indira terdengar begitu jelas setelah segala macam desahan, erangan dan irama penyatuan mereka lenyap menguar bersama sisa-sisa nikmat yang kini tengah Arga nikmati. Ia menoleh, tersenyum sinis menatap punggung yang membelakangi dirinya itu."Sudahlah, tidak usah menangis. Bukankah ini yang kamu minta tadi? Sudah aku berikan jadi diamlah!" Ejek Arga seraya mengusap keringat yang membasahi wajahnya.Indira menoleh, membalikkan tubuhnya dan menatap suaminya i