WARNING!!!
HATI-HATI, SIAPKAN PIKIRAN AGAR TETAP JERNIH. BAHASA DIPERHALUS DENGAN MAKSUD YANG PASTI DIPAHAMI.
°°°
"Dan benar, jika suatu kewajiban memang harus tetap dikerjakan."
°°°
Adinda sudah merebahkan tubuhnya bahkan matanya sudah terpejam saat Damian masuk ke kamar dan mematikan lampu kamar, mengganti dengan lampu tidur di sisi ranjang. Gadis itu berpikir mereka akan langsung tidur seperti biasa, tapi tindakan Damian malam ini benar-benar diluar dugaan.
Damian memeluk Adinda—untuk pertama kalinya selama pernikahan—dan menyusupkan kepalanya di ceruk leher sang istri. Bibirnya yang basah dan hangat mengecup ringan kulit Adinda yang masih berlapis jilbab instan. Ya, selama ini gadis itu memang masih menutup kepalanya ketika tidur, belum terbiasa memperlihatkan rambutnya kepada orang lain—termasuk Damian.
Tang
Catatan Penulis: 'Rona merah jambu, lucu, apalagi kalau lihatnya di pipimu.' Ekhem! Gimana? Suka 'kan? Eksplisit sih, tapi ndak terlalu nganu 'kan? Sampai jumpa di bagian selanjutnya ya.
"Ada yang lebih penting dari ungkapan 'aku mencintaimu', adalah perwujudan dari rasa cinta itu sendiri." °°° Adinda dapat melihat Damian mematung di tempat saat melihatnya turun dengan setelan rapi. Hari Senin, Adinda kembali ke kampus untuk masuk ke semester delapan. Tidak pernah ia sangka bahwa tiga bulan lalu adalah terakhir kalinya dirinya bisa sarapan dan mendapat semangat tiap pagi dari kedua orang tuanya. Kini dia sudah menjadi istri orang, perhatian itu harusnya didapatkan dari sang suami. Alih-alih memberi perhatian dan semangat, Damian malah terdiam kaku pada posisinya. Perlu suara Adinda untuk menarik atensi pria itu kembali, melanjutkan kegiatannya—menata piring di atas meja makan—dengan sesekali melirik ke arah sang istri. Pagi ini Damian memang berinisiatif membuat sarapan, ala kadarnya, Adinda bisa melihat telur mata sapi dan bawang gore
"Tidak fokus akan membuat kalian melakukan kesalahan." °°° Seharian ini, tepatnya sejak pembicaraan terakhir antara dirinya dan kedua sahabat, Adinda menjadi terlalu banyak berpikir. Hal yang menjadi masalah ada, apa yang dipikirkannya tidak sesuai dengan situasi yang dialami. Tadi ketika di kelas, saking kacaunya isi pikirannya, Adinda menjawab pertanyaan yang diajukan temannya bukan yang diminta dosennya. Saat ini pun, ketika Bisma—Pres BEM yang baru—meminta saran darinya Adinda lebih banyak mengalihkan pada Kharisma—Sekretaris BEM periode lalu. Adinda benar-benar dalam kondisi pikiran yang tidak baik, padahal tadi pagi ia sangat bersemangat dan sudah menyusun apa-apa saja yang ingin dia sampaikan sebagai wejangan kepada adik-adiknya. Bukan ingin menyalahkan dua sahabatnya, Adinda hanya menyayangkan saja waktu mereka menyampaikannya yang tidak tepat. Harusnya bisa disampaikan se
"Yang paling menyebalkan dalam hubungan adalah ... ketika kita menjadi pihak yang "kepo" terhadap pasangan, sedangkan dia tidak." °°° 6 dari 10 untuk film Damian yang baru selesai Adinda tonton. Awalnya Adinda ingin memberikan nilai 11, tapi begitu mendekati ending dan melihat adegan yang tidak disenanginya (read: ciuman) wanita itu mengurungkan niatnya. Enam sudah cukup, malah menurutnya terlalu bagus. Mood-nya hancur sehabis menonton, artinya filmnya kurang memuaskan. Ya 'kan? Ditariknya selimut sampai dagu yang semula hanya menutup sebatas paha, menenggelamkan wajahnya pada lipatan kain putih tebal itu. Adinda benar-benar kesal sekali menyaksikan adegan terakhir itu, kenapa sih harus ada cium-ciumannya?! Semakin kesal saat mendengar bunyi ponselnya yang berdering tanda ada pesan masuk, dari Damian. Pria itu mengatakan untuk tidak menunggunya. Damian (Mas Suami)
"Yang berhak memutuskan jalan hidupmu adalah kamu sendiri, bukan orang lain." °°° Tidurnya gelisah sejak kepulangan Damian. Hampir setiap setengah jam sekali Adinda terbangun, menatapi langit-langit kamar, dan berusaha tidur kembali. Begitu seterusnya sampai dia menyerah pada pukul tiga pagi. Adinda bangun dan merapikan bab awal skripsinya, dilanjutkan dengan membangunkan Damian, lalu membuat sarapan untuk mereka berdua. Pukul empat pagi, Damian belum juga terlihat. Adinda mengembuskan napas panjang, akhirnya harus kembali ke atas untuk membangunkan sang suami. Damian benar-benar kebo kalau sudah terjun ke alam mimpi! "Mas ...," panggil Adinda dengan suara selembut beludru. Tangan lentiknya menyibak selimut yang menutupi wajah Damian, melipatnya dan meletakkan kain tebal berwarna putih itu di bawah kaki. Adinda naik ke atas ranjang, duduk di dekat kepala Damian. Tangannya secara naluriah membelai rambut Damian yang berantakan. "Mas bangun yuk, udah subuh. Kamu mau salat di mas
"Dan ada saat kita bertemu dengan seseorang yang tidak diinginkankan." °°° Turun dari mobil, Damian langsung disambut oleh jutaan blitz kamera para wartawan yang berdiri di depan lokasi syutingnya hari ini. Pria itu tersenyum, memberikan yang terbaik, pada beberapa wartawan yang menghalangi jalannya. Hampir sebulan tidak terlihat dan alfa posting di I*******m membuat banyak yang bertanya-tanya, kemana artis papan atas kita? Apa yang sedang dikerjakannya? Dan banyak pertanyaan lainnya. "Kak Damian, gimana nih kabarnya hari ini? Kemana aja kok nggak pernah kelihatan dan nggak posting di I*******m?" tanya salah seorang jurnalis muda berpakaian serba hitam dengan logo Garuda di dada kirinya. Damian tersenyum, sejenak ia menghentikan langkah, untuk menjawab juga karena langkahnya dihadang. "Saya sibuk syuting, capek, jadi nggak sempat posting-posting. Maaf ya untuk semua yang menunggu saya," kata
"Ada hal yang tidak harus dibahas sedekat apa pun hubungan yang terjalin." °°° Sepertinya Damian akan lebih sering pulang terlambat mulai sekarang, jadwal syutingnya benar-benar padat. Ada dua proyek film yang baru mulai syuting di waktu bersamaan, satu iklan, dan satu dubbing film yang rencananya akan ditayangkan bulan depan. Pekerjaan yang menuntut dirinya untuk lebih ekstra, sementara ada hal lain yang harus diurusnya. Sang istri, Adinda. Nyatanya pulang malam bukan berarti tidak bisa bersitatap dengan wanita itu jika yang terjadi kini Adinda sedang duduk di ruang tamu, mungkin menunggunya, sambil menikmati camilan dan minuman soda. "Kok belum tidur?" tanyanya ketika mendaratkan bokong di samping Adinda. "Nggak ngantuk." Damian melihat tangan Adinda terjulur ke coffe table di depan mereka, meraih lembaran kertas yang Dam
"Ada saat di mana kita harus melihat dari dekat." °°° Ayara menyeret lengannya sejak turun dari mobil, gadis itu berjalan dengan tergesa sambil sebelah tangannya mengotak-atik ponsel. Di belakang mereka ada Angel yang berjalan sambil misuh-misuh menatap ponselnya, berkali-kali mendumel dengan menyebut nama dosen pembimbingnya. Adinda jadi semakin penasaran, hubungan seperti apa yang sebenarnya terjalin antara mereka? Mereka berhenti di hadapan dua orang berseragam satpam. Sejenak Ayara melepaskan genggaman tangannya, ia beralih menunjukkan layar ponselnya pada di satpam, kemudian kembali menarik tangan Adinda dan mereka memasuki kawasan ramai orang. Beberapa orang sedang berbincang, ada yang memegang sesuatu seperti triplek, mengatur stabilizer, memegang kamera, dan semacamnya. Dari apa yang indra penglihatannya tangkap saja Adinda langsung bisa menebak mereka berada di mana.
"Aku mungkin bukan yang paling sempurna, tapi akan selalu berusaha menjadi lebih baik."°°°Kedua orang tua Damian berkunjung ke apartemen malam ini, keduanya membawa banyak makanan seolah tahu bahwa di dalam apartemen tersebut tidak tersedia banyak makanan. Ya, memang begitu kenyataannya.Adinda masih belum sempat menyiapkan banyak camilan, sedangkan Damian lebih sering makan diluar karena jadwal syutingnya selalu padat. Pasangan pengantin baru itu tidak terlalu mempermasalahkan, tapi kedua orang tua Damian yang merasa hal itu sebuah masalah."Camilan bisa untuk mengisi kebosanan.""Camilan bisa mengganjal perut yang lapar."Adalah kalimat yang pasangan pengantin itu dengar sejak Amira dan Dirga menginjakkan kaki di apartemen milik D