MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 5
"Farraz, Ran!""Ada apa dengan, Farraz?" tanya Rani penasaran."Dia, berantem di sekolah. Tidak biasanya anak itu kayak gini. Selama ini sikapnya manis," ujar Kinar, lalu membuang napas kasar.Ya, saat ini Farraz duduk di bangku sekolah TK. Walau sibuk dengan urusan pekerjaan, setiap harinya Kinar selalu menyempatkan diri untuk mengantar sekolah. Barulah pulang sekolah akan diantar sampai rumah menggunakan fasilitas bus sekolah.Kinar tidak terlalu khawatir meninggalkan Farraz di rumah, karena ada pengasuh juga. Itu sebabnya pulang sekolah pun tidak cemas karena pengasuhnya ikut menunggui di sekolahan. Meskipun demikian hampir semua keperluan Farraz dia yang menyiapkan, suster hanya membantu saat kerepotan saja. Kinar tidak mau kehilangan momen berharga dengan sang anak, sebab itu hanya sebentar dan tidak akan bisa terulang."Sabar, ini ujian. Allah tau kamu kuat, jalani, syukuri, insyaallah semua akan baik-baik saja. Ingat, kamu masih punya proyek yang harus tetap jalan, tentu belum lupa kan dengan perjuangannya bisa dapet proyek ini. Ayo, semangat!" ucap Rani menyemangati. Lalu memeluk Kinar, mengusap punggungnya, mencoba memberi kekuatan untuk terus berjuang.Lagi. Setetes air mata meluncur tak terkendali. Sejujurnya dia begitu rapuh, namun dipaksa kuat dan bertahan dengan keadaan.Rani membingkai wajah ayu Kinar dengan kedua telapak tangannya. Jelas terlihat luka disorot mata beriris cokelat terang itu. Dengan senyum tulus, Rani pelahan menghapus jejak air mata itu. Sesungguhnya dia pun menahan sesak dan tangis melihat keadaan sahabatnya itu. Namun mati-matian dia tahan."Kamu, nggak sendiri. Ada aku disini!" ucap Rani dengan seulas senyum manis."Terima kasih, maaf selalu merepotkanmu," ucap Kinar dengan menggenggam tangan Rani yang masih membingkai wajahnya."Jangan sungkan. Hubungi aku, apapun yang terjadi. Oke!"Kinar tersenyum, dan hanya menanggapi dengan anggukan kepala. Memeluk sahabatnya itu sekali lagi, sebelum dia pamit pulang.🍃🍃🍃Keluar dari klinik Rani, hati Kinar sudah sedikit lebih lega. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan suaminya nanti di rumah. Selama ini sudah terbiasa menyimpan lara hatinya sendiri. Berharap sang suami sadar, dan tidak melakukan kesalahan yang sama lagi.Semua kini tinggal angan. Bahkan kebaikan hatinya, memaafkan kesalahan suaminya, yang lagi dan lagi terulang seolah tidak dihargai. Saat ini hati Kinar seperti beku.Melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menjadi pilihan Kinar. Jalanan sore ini lancar. Jika hari biasanya dia akan mengejar waktu agar cepat sampai rumah, kali ini dia mengemudikan lebih santai. Terlebih hatinya sedang tidak baik-baik saja.Sebisa mungkin Kinar akan bersikap normal di depan Farraz. Dia bertekad anaknya tidak boleh tau masalah yang sedang dihadapi orang tuanya. Biarlah dia yang akan menanggung luka ini, lagi.Jam menunjukkan pukul empat lewat lima belas menit saat Kinar tiba di rumahnya. Dia tinggal di kawasan perumahan yang lumayan elit. Tiap rumahnya tidak ada pagar yang menjulang tinggi sebagai pengaman, karena penjagaan di perumahan itu sudah termasuk ketat. Dengan tidak adanya pagar membuat rumah terlihat lebih lega dan luas. Berbagai macam tanaman yang ditanam di taman depan dan samping rumah membuat siapa saja betah menatapnya.Sebelum turun dari mobil, Kinar mematut diri di kaca spion mobil. Memastikan tidak ada jejak air mata yang tertinggal. Di depan rumah Kinar disambut Bi Sumi yang sedang menyiram tanaman, art yang selama ini membantu mengurus rumah."Assalamualaikum, Bi!" ucap Kinar seraya melangkah ke teras rumah.Bi Sumi menoleh dan tersenyum, dia lantas mematikan kran air. "Waalaikumsalam, Mbak. Tumben baru pulang?" Bi Sumi menjawab salam sembari mengajukan pertanyaan kepada Kinar.Tidak biasanya memang Kinar pulang terlambat. Jika ada keperluan pun, biasanya akan menelpon dulu ke rumah untuk mengabari Farraz. Itu sebabnya, wajar jika Bi Sumi bertanya."Ahh, iya. Tadi ada urusan sebentar, Bi, lupa kasih kabar. Maaf ya, pasti orang rumah cemas," jawab Kinar sambil masuk ke dalam rumah. Dia tidak segan meminta maaf, walau itu pada pembantunya sendiri. Karena bagi Kinar, mereka sudah dianggap seperti keluarga.Saat berjalan mengekori majikannya. Bi Sumi tidak sengaja melihat noda bercak darah di baju bagian belakang Kinar. Dia menautkan alis melihat itu. Baju sang majikan pun terlihat lebih berantakan tak seperti biasa. Ingin bertanya, tapi tak enak, nanti saja pikirnya."Tolong buatin teh lemon ya, Bi!" pinta Kinar seraya menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa ruang tamu."Baik, Mbak!" jawab Bi Sumi seraya masuk ke dapur di bagian belakang rumah ini.Kinar menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Dengan mata terpejam, dan tangan kanan memijit pelipis dengan pelan. Mengingat apa yang terjadi hari ini membuat kepalanya sakit.Tak berapa lama, Bi Sumi datang membawa segelas teh lemon yang dia pinta."Mbak, diminum dulu, biar seger!" ujar Bi Sumi seraya meletakkan gelas berisi teh lemon di meja depan Kinar."Ahh, iya. Makasih, Bi!" ucap Kinar sambil membuka mata."Mmm ... maaf Mbak. Bibi mau tanya, boleh?" Sedikit ragu Bi Sumi mengutarakan maksudnya."Mau tanya apa, Bi? Tanya aja, kok kayak takut gitu!" jawab Kinar lalu mengambil gelas di hadapannya."Mm ... anu ... itu, baju Mbak Kinar, tumben rada berantakan. Dan di bagian belakang kok kayak ada noda darah."Seketika Kinar tersentak mendengar ucapan Bi Sumi. Apa aku harus jujur? Tapi ini aib, batinnya."Ehh, emm ... soal itu. Tadi tidak sengaja Kinar tertusuk bambu di tempat kerjaan. Tangannya sedikit berdarah, nggak sengaja aku lap pakai baju. Iya, gitu!"Kinar sedikit glagapan menjawab pertanyaan Bi Sumi. Hanya itu yang terlintas di pikirannya saat ini, berharap Bi Sumi tidak curiga dengan yang dia katakan.Kinar pun menyodorkan tangan yang tadi sudah diobati dan diperban oleh Rani. Agar Bi Sumi lebih percaya.Bi Sumi sedikit janggal sebenarnya dengan pengakuan majikannya itu. Dia tau betul Kinar bukan orang yang ceroboh. Tapi karena tidak mau kepo dengan urusan sang majikan, Bi Sumi hanya mengangguk."Farraz kemana, Bi?" Kinar mencoba mengalihkan topik bahasan dengan menanyakan putranya."Ada di kamar, mungkin masih tidur. Tadi habis nangis. Kata Tari di sekolah berantem dengan temannya," jawab Bi Sumi.Tari adalah pengasuh Farraz. Usianya masih muda dua puluh tiga tahun, masih kerabat Bi Sumi di kampung. Gadis itu sangat sabar dan telaten dengan anak kecil.Mendengar jawaban Bi Sumi, Kinar hanya manggut-manggut. Tak berapa lama Bi Sumi lalu ijin menyelesaikan pekerjaanya menyiram tanaman yang belum selesai."Lebih baik aku mandi dulu. Jangan sampai Farraz curiga melihat penampilanku berantakan." Kinar bergumam sendiri, lalu beranjak dari duduknya menuju kamar untuk membersihkan diri.MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 64"Papa bisa jelaskan semuanya, Za.""Nggak ada yang perlu dijelaskan pada anak yang sengaja Papa buang," sahut Reza dengan penuh kekecewaan.Reza masih tak menyangka orang tuanya setega itu. Dan bodohnya dia, Tuhan sudah menggantikan dengan Kinar yang teramat baik, tapi justru dia sia-siakan. Rasa menyesal, marah, juga kecewa, berjejalan dalam dadanya."Aku pulang dulu," kata Reza seraya beranjak berdiri."Tak ada tempat bagiku di rumah ini," lanjutnya lagi menatap sinis Papanya.Pak Baskara menggeleng pelan. Menatap Reza dengan tatapan penyesalan. Nyatanya, alih-alih mendapatkan kepuasan, juga apa yang diinginkan, dendamnya justru menghancurkan keluarganya.Reza berjalan gontai keluar dari rumah orang tuanya. Pikirannya kini berkecamuk. Kini, dia benar-benar merasa sendiri. Dibuang orang tuanya, kehilangan anak dan istri yang dengan tulus menerimanya.Terngiang kemba
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 63"Mas, jangan diam saja. Mbak Kinar sudah menginjak harga diri kita," sungut Niken dengan wajah merah padam, seraya mengguncang lengan Reza.Reza mengusap kasar wajahnya. Dia benar-benar melihat sisi lain dari Kinar yang selama ini tidak pernah dia sangka. Dia hanya bisa membisu, menatap punggung Kinar yang kian menjauh dari tempatnya.Pikiran Reza justru tertuju pada pernyataan Kinar tentang sang papa juga pernikahannya. Apa yang sebenarnya terjadi, dan disembunyikan oleh orang tuanya? Batin Reza penuh terka."Mas!" sentak Niken karena Reza hanya diam saja. Ucapannya seolah angin lalu."Aku bisa apa? Memang fakta, yang dibicarakan Kinar, bukan? Aku bergantung pada Kinar, dan hanya ini satu-satunya pekerjaan yang bisa aku lakukan saat ini. Belum tentu di luaran sana aku bisa mendapat pekerjaan. Namaku juga pasti sudah diblacklist dari perusahaan-perusahaan. Aku sudah miskin sekarang, itu fakta
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 62"Mas ... ngapain, sih?" tanya Niken menghampiri Reza. Dia heran melihat suaminya duduk di kursi teras sambil memijit pelipisnya. Tidak biasanya pulang kerja Reza duduk dulu di teras rumah.Niken yang berdiri di ambang pintu, dengan leluasa melihat amplop coklat berlogo pengadilan agama yang sedang dipegang Reza. Dia menyunggingkan senyum tipis, sedang hatinya bersorak. Apa yang dia inginkan akhirnya akan segera terwujud. Menjadi satu-satunya istri Reza.Reza menoleh dan mendongak, menatap Niken yang sudah berdiri di sampingnya."Pengen duduk aja di sini," jawab Reza sekenanya."Itu apa?" tanya Niken menunjuk amplop di tangan Reza dengan dagunya.Reza menatap amplop cokelat di tangannya."Ini, dari pengadilan," jawab Reza pelan. Tiba-tiba saja tenggorokannya tercekat, dengan dada penuh sesak.Niken tersenyum miring, lalu bersidekap dada."Bagus dong, jadi seb
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 61Fitri berjalan tergesa meninggalkan ruangan itu. Bahkan dia sampai menabrak Andre yang berdiri di ambang pintu. Mendadak hatinya cemas. Meski Kinar terlihat baik-baik saja, kenyataannya adalah sebaliknya. Fitri takut Kinar nekad.Halaman belakang jadi tujuan Fitri. Biasanya Kinar senang dengan tempat itu. Namun, bahunya mendadak luruh saat tak mendapati Kinar di sana."Ndre, di sini juga nggak ada!" teriak Fitri.Kepala Andre menyembul dari balik jendela kantor yang memang berhadapan dengan halaman belakang."Emang nggak pamit tadi?""Enggak. Tadi dia bilang mau kerja cepat, biar bisa cepat santai, habis itu ya aku tinggal karena kerjaanku sudah numpuk," jawab Fitri sambil menatap kesekeliling. Saung yang jadi tempat favorit Kinar juga kosong. Fitri bahkan sampai melongok ke bawah kolong saung, barangkali Kinar sembunyi di sana."Kinar bukan anak kecil yang sedang main petak umpet. Mana ada di kolong saung, ck ada-ada saja kamu, Fit," ucap
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 60Andre duduk bersila di atas sejadah yang dia bentangkan di samping ranjangnya. Melangitkan begitu banyak doa, juga meminta ampun atas segala dosa. Tak lupa nama Kinar selalu terselip dalam doanya, selain Bu Nisa sang bunda, tentu saja. Bukan doa meminta Kinar menjadi jodohnya, tapi meminta agar Kinar selalu dalam lindungan-Nya.Sudah ada beberapa rencana dalam benak yang akan Andre lakukan esok hari. Kini, dia benar-benar ingin ikhlas melepas Kinar dari hatinya. Biarlah semesta yang bekerja. Jika memang berjodoh, suatu saat pasti akan bersatu."Nak, belum tidur?" Kepala Bu Nisa menyembul dari balik pintu yang hanya terbuka separuh.Andre menoleh, lalu tersenyum menatap sang Bunda yang juga tersenyum padanya. Bu Nisa membuka pintu lebih lebar, lalu masuk ke kamar Andre."Bunda, kok belum tidur?" Andre justru balik bertanya. Dia lalu beranjak dari duduknya, melipat sejadah, dan menaruhnya di tempat semula."Belum ngantuk," jawab Bu Nisa sing
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 59"Aku tidak akan pernah menceraikan kamu, Kinar!"Teriakan Reza membuat Kinar menghentikan langkah kakinya. Dia menghela napas panjang dengan mata terpejam. Selalu saja ada drama jika bertemu dengan suaminya itu. Rasanya dia sudah muak menjalani ini semua. Perlahan Kinar berbalik, dan menatap Reza dengan wajah datar."Itu urusanmu. Urusanku adalah menggugat cerai kamu, Mas. Sudah tidak ada yang bisa diperbaiki dari pernikahan toxic ini. Tunggu saja surat dari pengadilan agama. Aku pastikan kamu tidak bisa berkutik karena semua bukti sudah sangat jelas memberatkanmu," ucap Kinar dengan tenang tanpa ekspresi.Tanpa menunggu balasan dari Reza, Kinar gegas pergi dan sedikit berlari menaiki tangga. Hatinya perih tiap kali melihat Reza. Seakan luka itu sengaja ditaburi garam dan dikucuri air jeruk.Dengan menahan kesal, Reza pergi ke kamar tamu. Dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Melipat ke dua tangan, dan menjadikannya batalan. Menatap langit-l
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 58"Aku nggak nyangka kebodohanmu dalam berpikir menerima takdir membuat banyak orang terluka."Ucapan Bu Nisa sontak membuat dada Pak Baskara bergemuruh. Dia mengepalkan tangannya kuat, dan menatap tajam lawan bicaranya itu."Kemana Baskara yang dulu begitu baik? Nyatanya kamu lebih dari seorang iblis hanya gara-gara cinta. Mendadak otakmu tak bekerja, dan semua kepintaranmu hilang karena tak terima dengan takdir yang Tuhan tuliskan. Aku sangat beruntung dan bersyukur pada akhirnya tidak berjodoh denganmu. Tuhan begitu baik menjauhkan aku dari orang berhati buruk sepertimu.""Tutup mulutmu!" sentak Pak Baskara dengan mata merah menatap nyalang Bu Nisa.Andre yang melihat pertengkaran itu sudah melangkahkan kakinya dari tempat persembunyian, tapi Bu Nisa segera memberi kode agar tetap diam di tempat. Bu Nisa tersenyum meremehkan. Ternyata sangat mudah memancing amarah seorang Baskara yang dulu dia kenal begitu baik."Tak perlu marah jika it
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 57"Andre ijin nggak masuk hari ini."Kinar langsung menoleh, menatap Fitri dengan alis yang hampir bertaut."Tumben nggak kasih kabar ke aku?"Fitri hanya menghendikkan bahu."Aku sudah memutuskan untuk menggugat cerai, Mas Reza."Keputusan itu Kinar ambil setelah dia memikirkan segala dampak baik dan buruknya. Semoga keputusannya itu yang terbaik untuk masa depan putranya juga dirinya."Kamu serius?" tanya Fitri antusias yang diangguki Kinar."Aku menyerahkan semua pada pengacara. Biar cepat selesai dan aku tidak capek. Karena kerjaanku sekarang tiga kali lipat lebih banyak. Di sini, di rumah, di kantor. Dan semua itu gudang masalah."Fitri tertawa lepas mendengar ucapan Kinar. Kabar ini jadi angin segar buatnya. Ikut senang karena Kinar akhirnya memilih tegas."Apa kamu sudah memasukkan gugatan cerainya?"Kinar menggeleng pelan. "Belum, aku baru bilang ini ke kamu. Rencananya besok akan menemui pengacaraku sekalian ke kantor."Kinar menari
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 56"Oh ya, Mas, jangan lupa besok sudah mulai bekerja karena jatah cuti sudah habis. Biasakan berangkat lebih awal, karena semua sudah tidak akan sama lagi," ucap Kinar dengan senyum kemenangan, menatap Reza juga Niken yang justru salah tingkah."Dan kamu, Niken. Banyak-banyak bersyukur, meskipun mimpi kamu sepertinya tidak akan pernah terwujud. Jalani dan nikmati prosesnya, barangkali di kemudian hari akan jadi ratu yang sesungguhnya," lanjutnya menatap Niken dengan senyum meremehkan.Tangan Niken sudah terkepal erat, dengan rahang mengeras. Jika tidak dipegangi Reza mungkin sudah menyerang Kinar. Perempuan itu jika sudah tersulut emosi kadang lupa dengan dirinya, bahkan janin yang ada di rahimnya.Kinar tersenyum menyeringai lalu meninggalkan mereka berdua dengan langkah anggun, tak lupa melambaikan tangan. Meski tak dipungkiri hatinya perih, tapi terlihat menang dan tenang ternyata membuat Niken cukup kepanasan."Lepasin, Mas! Biar ku tamp