Share

Part 5 Pilihan Hidup

"Ja-jangan, Tuan, tolong lepaskan saya," lirih Cassandra sambil menangis.

Di atasnya, Andrian kembali tersenyum miring. Bahkan laki-laki itu membuka beberapa kancing bagian atas kemejanya. Cassandra memalingkan pandangan ketika melihat dada bidang dengan bulu tipis itu menyembul dari celah kancing yang terbuka.

"Buka matamu, Sayang," ucap Andrian dengan tangan mulai menggerayangi tubuh bagian atas Cassandra.

Dalam hati Cassandra menjerit, berharap Tuhan mengirimkan seseorang yang menolongnya. Akan tetapi siapa? Andrian adalah sang pemilik villa. Dia memiliki kuasa atas apa pun di villa besar ini.

Melihat Cassandra menangis, Andrian terkekeh pelan. Dia melirik ke arah pintu yang mengayun menutup dari luar. Andrian mengedipkan sebelah mata pada seseorang yang sejak tadi berdiri di depan pintu memperhatikan perbuatannya.

"Buka matamu, Cassandra! Gara-gara kamu menangis saya masih punya rasa kemanusiaan. Ayo, kita turun. Tamu-tamu waktunya berpamitan!" ucap Andrian tegas kemudian bangkit dari atas tubuh Cassandra.

Dalam hati Cassandra bersorak bahagia. Dia bersyukur meskipun dirinya bekerja dalam kubangan dosa, setidaknya Tuhan masih mendengar doanya. Cassandra bergegas bangkit sambil merapikan kembali gaun yang berantakan akibat ulah tangan munafik Andrian.

Di sisi tempat tidur, Andrian menjambak kasar rambutnya sendiri. Meskipun dalam hati, ribuan sumpah terlontar jika dirinya tidak mungkin tertarik dengan Cassandra, toh apa yang dilakukan tadi bertentangan dengan egonya.

Tidak disangkal, tubuh molek Cassandra, wangi tubuh gadis sederhana itu, dan bibir ranum Cassandra mampu membangkitkan gairah kelelakian Andrian. Bahkan jika boleh jujur, tubuh Cassandra berbeda dengan tubuh-tubuh gadis yang pernah menghabiskan malam bersamanya.

"Aarrgh sialan!" umpat Andrian sambil meninju sisi kasur.

Cassandra yang sudah mencapai pintu, membalikkan badan menatap sekilas Andrian. "Tuan memaki saya?" tanyanya mengejek.

Andrian meliriknya sekilas. "Bukan urusanmu! Satu lagi, awas kalau kamu membuat ulah pakai apron lagi. Jangan bikin malu saya!" sahut Andrian di posisi semula.

Sesampai di bawah, semua tamu undangan menatap Cassandra sambil senyum-senyum menggoda. Kening Cassandra mengernyit, lalu menunduk memindai penampilannya sendiri. Gadis itu kebingungan dengan sikap orang-orang itu.

"Eh!" Cassandra tersentak ketika tiba-tiba Andrian memeluknya dari belakang dan mencuri ciuman di sudut bibir gadis itu.

Sontak semua tamu undangan bertepuk tangan. Senyum Kakek Gennaro mengembang lebar. Laki-laki itu mendekat dan memberikan kotak perhiasan pada Andrian.

"Sebenarnya Kakek ingin memanggilmu untuk memakaikan ini pada calon istrimu, Andrian. Tetapi Kakek tidak tega mengganggu keromantisan kalian!" ucapnya.

Kerutan di kening Cassandra semakin dalam mendengar ucapan Gennaro. Dia melirik pada Andrian yang masih bersikap tenang sambil tersenyum padanya.

"Ah, Kakek. Tidak seharusnya Kakek melihatnya. Memalukan," ucap Andrian pura-pura tersipu.

Gennaro terkekeh pelan. "Ayolah, cucuku. Kakek pernah muda dan pernah merasakan mabuk cinta sepertimu. Kakek tidak sengaja melihat adegan kalian tadi. Maafkan Kakek yang sudah lancang. Kalau begitu, tunggu apa lagi, Andrian, Cassandra? Jangan sampai calon istrimu ini hamil duluan, Kakek tidak suka!" kelakarnya.

Cassandra melongo. Kedua matanya mendelik mendengar ucapan tanpa jeda Gennaro. Kini dia baru menyadari jika semua tatapan mata dan senyuman mereka karena ulah Andrian tadi yang sengaja menjebaknya.

"Tu-Tuan, mm-maks--"

"Ssst, tidak pantas kamu memanggil Kakek dengan sebutan itu, Sayang!" sela Andrian yang disetujui oleh Gennaro.

Gennaro segera meminta Andrian memasang cincin berlian peninggalan almarhum ibu Andrian ke jari manis Cassandra. Gadis itu termangu dengan hati terasa sakit. Menjadi orang miskin sama sekali tidak mengenakkan. Orang-orang kaya seperti Andrian dan Gennaro bisa memperlakukannya sesuai keinginan mereka. Sekali lagi, Cassandra hanya bisa pasrah.

Cassandra menatap nanar cincin berlian itu. Dia semakin merasa tidak pantas memakai itu meskipun hanya sebatas sandiwara.

"Cincin ini peninggalan Anna, istri Kakek. Terus diturunkan pada Isabella, mamanya Andrian. Selanjutnya nanti anak kalian yang memakainya atau menantu kalian. Ini cincin turun temurun dibuat oleh pengrajin berlian pada zamannya. Kamu semakin cantik dengan cincin itu, Cassandra!"

Andrian tersenyum lalu mencium jemari tangan Cassandra. Namun, tidak bagi Cassandra. Gadis itu benar-benar tidak nyaman. Susah payah Cassandra menyembunyikan rasa tidak nyaman itu di depan Kakek Gennaro. Dia hendak menarik tangannya, tetapi Andrian justru menggenggamnya lebih kencang.

"Ingat sandiwara kita, Cassandra," desis Andrian lalu mencium bibir Cassandra. "Ikuti kemauan saya!"

Kali ini tidak lagi ciuman sekilas, akan tetapi ciuman lembut dan disaksikan semua undangan. Andrian menahan tengkuk gadis di depannya itu dengan erat supaya ciuman itu tidak terlepas.

Wajah Cassandra memerah menahan malu ketika para undangan bertepuk tangan. Dia menatap tak suka pada Andrian. Namun, lelaki itu justru tersenyum seolah tidak terjadi apa pun.

Cassandra menahan diri sampai pesta benar-benar selesai. Gadis itu bergegas ke kamar hendak mengganti baju dan bermaksud membantu para pelayan membereskan semua bekas pesta.

Akan tetapi, Andrian sudah berdiri di depan pintu kamar dengan tatapan mata seolah ingin menelan Cassandra. "Saya sudah bilang padamu, lupakan apron itu!" sentaknya. "Mari ikuti saya!" titah Andrian selanjutnya.

Andrian kembali membawa Cassandra ke lantai atas. Dia berdiri di depan gadis yang tengah menunduk itu sambil berkacak pinggang.

"Saya sudah katakan padamu. Jangan memakai apron atau bekerja di dapur. Ingat tugasmu itu sebagai calon istri saya! Jadi, kamu hanya khusus melayani saya, Cassandra! Paham?"

"Apa lagi yang Anda inginkan, Tuan?" tanya Cassandra putus asa.

Andrian mengusap kasar wajahnya, lalu mendengus lirih. "Pertama, kalau di depan orang lain, berhenti memanggil saya, 'Tuan'! Kedua, jangan memakai pakaian pembantu lagi. Ketiga, berlakulah sebagai calon istri saya. Akan tetapi jika saya bersama gadis-gadis lain, kamu tidak boleh berada di sekitar saya. Kamu harus tutup mulut dan tidak mengatakan apa pun pada Kakek. Paham?"

Cassandra mengangguk lemah. Sekali lagi inilah pilihan hidup yang dipilihkan Andrian. Dirinya tidak punya kuasa untuk menolak atau hidupnya tidak tenang di luar sana.

"Minggu depan kita menikah!" lanjut Andrian kemudian meninggalkan Cassandra yang masih mematung.

"I-iya, Tuan," jawab Cassandra pasrah.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status