Share

Part 6 Hanya Hitam Di Atas Putih

Acara pernikahan mewah ala negeri dongeng itu dilaksanakan di castil di pinggir Kota Milan. Bahkan acara diliput langsung oleh stasiun televisi milik Andrian.

"Tidak Papa sangka, beberapa menit lagi Papa akan menjadi besan konglomerat nomor satu di Italia," ucap seorang laki-laki ceking sambil menuntun Cassandra menuju ke altar.

Cassandra menghembuskan napas panjang, kemudian memejamkan mata sejenak. Lalu tatapannya nanar ke depan sana. Andrian dengan stelan tuxedo warna dark grey terlihat sangat tampan. Laki-laki yang berdiri di samping Gennaro itu menatap Cassandra penuh arti.

Andrian menyunggingkan senyum menawan pada Cassandra ketika lensa kamera wartawan mengarah padanya. Semua yang hadir di situ, pasti mengira mereka adalah pasangan paling serasi.

Cassandra tersenyum miris. Beberapa menit lagi, dirinya akan terjebak dalam sebuah perjanjian pernikahan yang penuh kepalsuan. Cassandra membalas senyum Andrian dengan sudut bibir bergetar menahan tangis.

"Seandainya Mama masih ada, mungkinkah Mama membiarkanku jatuh pada mereka?" jerit hati Cassandra pilu.

Andrian mengulurkan tangan pada Cassandra dan menggenggam jemari tangan gadis itu. Keduanya pun telah siap melakukan pemberkatan. Sejenak, keduanya saling pandang dengan pikiran masing-masing.

Andrian bisa melihat luka di mata Cassandra dan senyum palsu gadis itu. Gadis yang sebentar lagi akan menjadi istrinya dalam ikatan atas nama Tuhan. Namun, siapa yang peduli? Andrian menunduk, mencondongkan wajah ke arah Cassandra yang masih mematung dengan tatapan kosong.

Selanjutnya, Andrian mengusap punggung tangan Cassandra yang berada di genggamannya. "Aku tidak akan membuatmu menderita. Jadi, tersenyumlah. Karena pernikahan ini tidak merugikan siapa pun," bisiknya tanpa beban.

Cassandra mengangguk kaku. Ucapan Andrian bukan merupakan hiburan melainkan seperti siksaan tak kasat mata.

"Tentu saja, Tu--" Cassandra tersenyum sekilas. "Tentu saja, Amore Mio," lanjutnya sambil memasang senyum palsu.

Andrian mengangguk, tidak lupa senyum menghiasi bibir kemerahannya. Selanjutnya, kedua mempelai itu dengan khidmat mengikuti jalannya prosesi pemberkatan. Andrian menatap Cassandra yang terlihat cantik dengan gaun pengantin warna putih gading.

Selanjutnya, Andrian memasang cincin kawin mewah di jari manis Cassandra yang telah resmi menjadi istrinya. Laki-laki itu memegang wajah Cassandra dan menatap dalam wajah cantik yang pura-pura bahagia itu.

Cassandra hanya pasrah ketika Andrian mencium bibirnya. Lampu blitz kamera wartawan menghujani adegan romantis itu. Andrian kembali tersenyum seolah menjadi pengantin pria paling sempurna.

"Ti amo, Cassandra. Hari ini, esok, dan selanjutnya, aku ingin kamu berada di sisiku!" ucap Andrian yang langsung disambut tepuk tangan meriah.

Seharusnya Cassandra senang dengan ucapan itu jika yang mengatakan adalah pria paling dia cintai dan juga mencintainya. Namun, impian itu telah musnah ketika dirinya menjadi istri Andrian Petruzzelli.

"Terima kasih menantuku, atas kiriman uangnya!" ujar Carollo, ayah Cassandra to the point.

Andrian melirik dingin laki-laki tak tahu malu itu. Carollo terkekeh, kemudian beralih menatap Cassandra yang sudah menunjukkan sikap tidak nyaman.

"Papa!" Cassandra menatap tajam laki-laki tua itu.

Cassandra merasa tak enak hati, apalagi pesta pernikahan ini dihadiri orang-orang penting. Carollo kembali tersenyum bahagia karena Cassandra sekarang tidak hanya menjadi sapi perah, akan tetapi menjadi mesin uangnya. Sudah pasti dirinya akan ikut kecipratan kekayaan Andrian.

"Jangan khawatirkan soal uang. Yang penting, jangan ganggu istri saya lagi!" ucap Andrian tegas ketika melihat ketidaknyamanan Cassandra.

Carollo mengangguk-angguk. "Tidak masalah, yang penting transferannya lancar, menantuku!" ucapnya lagi tanpa punya rasa malu.

Andrian segera memanggil pengawal, meminta membawa Carollo pergi sebelum membuat keributan yang akan mencoreng nama besarnya.

Malam harinya di kamar Andrian....

"Maafkan saya, Tuan. Maaf atas kedatangan ayah saya tadi!" ucap Cassandra sedih.

Andrian tidak menanggapi. Laki-laki itu malah melemparkan handphone ke atas sofa begitu saja. Dia menoleh pada Cassandra yang masih mematung di depan pintu.

"Apa kamu akan terus berdiri di situ? Kemarilah!" panggil Andrian datar. Laki-laki itu merentangkan kedua tangan yang membuat Cassandra bingung. "Jangan berpikir aku akan memelukmu, Cassandra. Cepat lepas jas dan kemejaku!" perintahnya.

Cassandra mengangguk. Dengan gerakan kaku dan gemetar, dia mulai melepas tuxedo Andrian. Kemudian dasi dan kancing kemeja laki-laki itu. Cassandra memalingkan pandangan dari pemandangan indah di balik kemeja itu.

Sudut bibir Andrian tertarik sinis melihat kegugupan Cassandra. Laki-laki itu memegang telapak tangan Cassandra dan menempelkan di dadanya. Cassandra hendak menarik tangannya, tetapi Andrian justru melingkarkan sebelah lengan di pinggang ramping Cassandra.

"Tidak perlu gugup, Cassandra. Aku tidak akan melakukan apa pun padamu. Aku akan berkomitmen atas kesepakatan kita. Jadi, kamu tidak berhak melarangku untuk melakukan apa pun dengan perempuan lain," ucap Andrian tanpa basa-basi.

Cassandra mengangguk. Dia terpaksa menyunggingkan senyum. Meskipun dia tidak tertarik dengan Andrian, tetapi mendengar ucapan lelaki itu, tiba-tiba hatinya seperti dikerubuti semut rangrang.

"Silakan. Saya sudah menyetujui semua syarat Anda. Bisakah saya mengajukan syarat juga, Tuan?" tanya Cassandra lirih.

"Oh, tentu. Katakan apa maumu?"

Cassandra memejamkan mata sejenak, lalu menghembuskan napas panjang. "Saya harap Anda tidak melarang saya bekerja. Saya tidak ingin Anda terus-menerus mengirim uang untuk ayah saya. Itu tanggung jawab saya, Tuan. Anda benar, status suami istri ini hanya hitam di atas putih. Tidak lebih. Saya juga punya rencana masa depan sendiri setelah pernikahan kita usai!" jawabnya tegas.

Andrian terkejut. Mendengar kata perpisahan membuat hati Andrian tidak nyaman. Laki-laki itu membuang muka sejenak, kemudian kembali menatap manik cokelat hazel Cassandra.

"Apa kamu tidak punya syarat lain, Cassandra? Mak-maksudku, kamu tetap di sini sesuai perjanjian kita. Soal uang tidak perlu kamu pikirkan. Kamu bisa menabung dan mengirim uang untuk ayahmu."

"Tidak, Tuan. Saya tetap ingin bekerja. Saya pernah kuliah, saya mengerti sedikit tentang manajemen. Tolong berikan izin pada saya untuk bekerja karena saya tidak ingin bergantung pada siapa pun setelah kita bercerai, Tuan," jawab Cassandra lagi.

"Kenapa kamu bicarakan perceraian? Apa kamu ti--"

Cassandra langsung menggeleng tegas. "Karena pernikahan kita hanya pernikahan kontrak. Lupakan tentang sumpah palsu kita di hadapan Tuhan. Itu berat, Tuan!" sahutnya cepat.

Tiba-tiba raut wajah Andrian berubah memerah. Tidak pernah terpikirkan olehnya jika Cassandra berani mengatakan tentang perceraian padahal mereka menikah baru beberapa jam lalu.

Andrian hendak menjawab, akan tetapi suara handphone menginterupsi pembicaraan keduanya. Andrian dan Cassandra kompak menoleh ke arah benda pipih berwarna hitam itu. Andrian bergegas ke sofa meninggalkan Cassandra yang masih termangu di tempatnya berdiri.

"Fiona," gumam Andrian begitu membaca nama mantan kekasihnya itu.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status