Andrian melirik sekilas pada Cassandra, lalu segera mengangkat telepon itu.
[Ada apa, Fiona?] tanya Andrian datar. Terdengar tawa lirih di seberang sana. [Selamat atas pernikahanmu, Amore. Kenapa tidak mengundangku?] tanyanya. Andrian terkekeh pelan. Dia kembali melirik Cassandra yang masih mematung. Cassandra buru-buru memalingkan pandangan dari Andrian. [Bagaimana kalau sekarang aku mengundangmu spesial, Fiona. Kamu tentukan tempatnya. Aku ke sana sekarang.] Tidak tahan lagi, Cassandra segera beranjak hendak meninggalkan kamar Andrian. Namun, lelaki itu segera menyambar lengannya. "Saya akan bertemu Fiona. Kamu tidurlah di sini. Malam ini saya tidak pulang!" Cassandra memejamkan mata sejenak mendengar ucapan tanpa beban dari Andrian. Namun, apa yang diharapkan? Cassandra sudah menyetujui semua persyaratan pernikahan kontrak itu. Lagi pula, Cassandra sudah bertekad dalam hati jika suatu saat akan mengakhiri semuanya. Karena tidak ada jawaban, Andrian menatap Cassandra dengan alis terangkat sebelah. "Kenapa kamu tidak menjawab, Cassandra? Apa kamu ingin kita menikmati malam pernikahan ini?" Sebaris senyum sinis tersungging di bibir Andrian. Cassandra melirik laki-laki angkuh itu. Lantas dia membalas dengan senyuman satu sudut. "Apa Anda pikir, saya akan bersedia, Tuan? Anda terlalu nyaman dengan banyak perempuan di luar sana. Itu lebih baik!" jawabnya sarkas. Rahang Andrian mengeras. Tatapan laki-laki itu pun berubah tajam. Tertantang dengan ucapan tidak ramah Cassandra, Andrian memegang dagu istri kontraknya itu. "Sombong sekali kamu Cassandra!" Cassandra kembali tersenyum sinis. Dia memalingkan wajah dari Andrian yang masih menatapnya tajam. Andrian mengangkat dagu Cassandra sehingga wanita itu mendongak. Namun, Cassandra tetap tidak mau menatapnya. "Kenapa kamu selalu memalingkan pandangan dariku, hm? Lihat aku, Cassandra!" titah Andrian tegas. Kini, Andrian tidak lagi menggunakan bahasa formal. Cassandra masih bergeming. Membayangkan tatapan mata laki-laki sombong itu, untuk memuja setiap perempuan yang menghabiskan malam dengannya. Cassandra benar-benar muak. Andrian tidak tahan lagi, dia segera menyambar bibir Cassandra dan melumatnya. Cassandra berusaha memberontak sambil mendorong dada laki-laki bertubuh tinggi itu, tetapi sia-sia. Merasa tidak mendapat balasan, Andrian semakin kalap. Dia memaksa Cassandra untuk membalas ciumannya. Andrian mengerang, ketika merasakan bibirnya perih akibat gigitan Cassandra. Seketika, pegangan laki-laki itu mengendor dan dimanfaatkan oleh Cassandra untuk membebaskan diri. "Sialan, kamu Cassandra!" hardik Andrian lalu menghisap bibirnya yang berdarah. Cassandra balas tersenyum mengejek. "Apa Anda pikir saya semurah perempuan bayaran Anda, Tuan? Sudahlah, jika Anda ingin pergi, silakan berangkat!" usirnya tanpa basa-basi. Andrian mengeraskan rahang. "Kamu mengusirku dari rumahku sendiri?" tanyanya konyol. Bahu Cassandra terangkat sekilas. "Ya, bukankah Anda ingin menikmati malam bersama kekasih Anda? Lagi pula, saya sudah lelah setelah menjalani prosesi penuh drama itu! Saya ingin istirahat supaya tetap waras!" sahutnya enteng. "Cih, awas kamu Cassandra! Kamu punya hutang padaku!" Cassandra tidak menanggapi. Dia menatap tanpa ekspresi pada Andrian yang bergegas meninggalkan kamar. Sepeninggal laki-laki itu, Cassandra termangu di tepi tempat tidur. Kedua mata gadis itu berkaca-kaca saat menatap penampilannya sendiri. Gaun mewah itu masih melekat di tubuh seksinya. Cassandra segera melepas gaun itu dan bergegas menuju kamar mandi. Wanita yang baru beberapa jam menjadi istri konglomerat Andrian Petruzzelli itu, berdiri termangu di depan cermin kamar mandi. Sekali lagi, Cassandra tersenyum miris menyaksikan bayangan dirinya di sana. "Menyedihkan sekali nasibmu, Cassandra. Di rumah, kamu dijadikan mesin uang papamu. Di sini, harga dirimu selalu dilecehkan oleh laki-laki yang bergelar suami." Cassandra segera melucuti gaun mahal itu dan meletakkannya di tepi bathtub. Tidak ingin terpengaruh dengan gejolak hatinya, Cassandra segera memulai ritual mandi. Cukup lama dia mengurung diri di sana. Di tempat lain.... Andrian menemui Fiona di sebuah hotel mewah, tidak jauh dari distrik tempat tinggalnya. Laki-laki itu menatap mantan kekasihnya dengan tatapan tak terbaca. Tangan Andrian memegang segelas vodva. Fiona yang berpakaian minim itu mendekat, lalu duduk di pangkuan Andrian begitu saja. Jemari lentik Fiona membelai wajah tampan Andrian. "Aku merasa beruntung. Bukankah seharusnya kamu menikmati malam pengantinmu, Amore?" Fiona mulai menggoda Andrian. Andrian tersenyum satu sudut sekilas. "Apa kamu tidak cemburu, kalau aku lakukan itu?" godanya. Bibir merah Fiona menyunggingkan senyum merekah. "Tentu saja aku cemburu. Tapi aku yakin, meskipun kamu menikah, hatimu masih untukku, Andrian!" tebaknya. "Begitu, menurutmu?" tanya Andrian datar. Fiona meraih gelas dari tangan Andrian dan meletakkan di atas meja. Lalu gadis itu semakin bergerak liar di atas pangkuan Andrian. Tentu saja, hal itu membuat gairah kelelakian Andrian bangkit. Ketika mereka masih berstatus pasangan kekasih, Fiona tidak pernah mengecewakan Andrian di atas tempat tidur. Ini kali pertama mereka bertemu dan sedekat itu, semenjak berpisah beberapa bulan lalu. Andrian dan Fiona memang sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan, tidak jarang keduanya berlibur beberapa hari ke luar negeri. Hubungan mereka akhirnya kandas, setelah Andrian mengetahui Fiona berlibur bersama laki-laki misterius ke Mauritius. "Kamu sangat tampan, Amore. Bisakah kita kembali seperti dulu lagi?" bisik Fiona dengan napas memburu. Bahkan, Fiona telah menanggalkan pakaiannya sehingga hanya menyisakan lingerie seksi. Lengan kurus Fiona melingkari bahu tegap Andrian dan menjelajahi tubuh atletis itu dengan ciuman memabukkan. "Aarrgh, Cassandra!" desah Andrian tanpa sadar. Tiba-tiba, Fiona menghentikan aktivitasnya. Dia menatap penuh arti pada Andrian yang mendadak bingung. "Kenapa berhenti?" tanya Andrian salah tingkah. "Kamu mencintai istrimu? Belum apa-apa kamu sudah memanggilnya, Amore!" gerutu Fiona. Andrian mengernyitkan dahi kemudian mengusap wajahnya kasar. Entah mengapa, tiba-tiba bayangan tubuh molek istrinya dan balasan ciuman lembut Cassandra ketika di altar tadi sore, menyita pikiran Andrian. Tidak ingin menjadi gila, Andrian segera bangkit. Laki-laki itu menatap sekilas pada Fiona yang tampak kecewa. Selanjutnya, Andrian melangkah ke pintu. "Amore, mau ke mana kamu?" tanya Fiona. "Maafkan aku, Fiona. Aku harus pulang. Aku tidak mau Kakek mengetahui, aku pergi di malam pengantinku. Maafkan aku. Lain kali kita bertemu lagi!" jawab Andrian enteng, kemudian berbalik dan mencium sekilas bibir Fiona. Tidak lama kemudian, dia pun berlalu dari situ. Fiona mengepalkan kedua tangan dengan geram. "Dannazione!" makinya, ketika Andrian telah menghilang di balik pintu. Fiona bangkit dan mengambil gelas dari atas meja, menenggak habis isinya, kemudian melempar benda itu ke tembok. Serpihan kaca pun berhamburan di atas karpet lembut hotel berbintang lima itu. "Sialan, kamu Andrian!" teriak Fiona geram. Kedua mata gadis berambut blonde itu mendelik tajam. "Cassandra, aku harus cari tahu gadis kampungan yang sudah berhasil menaklukkan hati Andrian. Tidak ada yang bisa mengambil Andrian dariku, tidak ada! Apalagi kamu, Cassandra!" lanjutnya lalu mengambil handphone. ****Kekesalan Cassandra berlanjut sampai malam. Meskipun Andrian sudah merayunya, tetapi Cassandra tidak peduli. Dia menatap tak minat pada beberapa paper bag berisi baju-baju couple, tas, dan sepatu baru. "Siapa yang akan menikah, Andrian? Dokter Ariana Federica itu selingkuhanmu juga? Awas, kalau sampai benar, kamu akan aku usir dari Italia. Aku ingin lihat, kamu pergi tanpa uang sepeser pun."Alis Andrian naik sebelah. "Aku yakin kamu tidak serius. Sudahlah, daripada berdebat, lebih baik kita ...""Dalam mimpi!" Cassandra justru menarik selimut dan membungkus tubuh seperti kepompong.Andrian tidak tinggal diam. Dia ikut menyelusup dalam selimut itu dan memeluk erat tubuh Cassandra dari belakang. Terdengar hembusan napas kesal berkali-kali dari bibir Cassandra."Dokter Ariana akan menikah tiga hari lagi di Gereja Santa Margherita." Andrian memainkan rambut Cassandra.Seketika, Cassandra membalikkan badan menatap dalam manik kebiruan Andrian. Kening wanita itu mengernyit. Berusaha mengi
Kehangatan kembali mewarnai rumah tangga Andrian dan Cassandra. Kebahagiaan mereka semakin lengkap, semenjak kelahiran si bungsu Antonio Cesare Petruzzelli. Hari ini, Cassandra mengajak ketiga anaknya ke kantor La Stampa. Dia ingin memberi kejutan ulang tahun untuk Andrian yang ke-30. Cassandra tersenyum pada Emillia dan Davidde yang turun lebih dahulu dari mobil, dibantu sopir. Lantas, Cassandra menurunkan Cesare dan membaringkan bayi berusia tujuh bulan itu di dalam stroller. Kedatangan istri bosnya, disambut antusias oleh sahabat-sahabat Cassandra. Angelica tampak bersemangat menggendong Davidde. Bocah berusia 2,5 tahun itu sesekali berceloteh lucu ala bahasanya sendiri. Lusiana memeluk Cassandra, menumpahkan rindu. Mereka terakhir bertemu dua bulan lalu, ketika Andrian dan Cassandra menjalani pemberkatan pernikahan ketiga, setelah pembaptisan Cesare. “Nyonya Bos, kamu semakin cantik saja!” Angelica ikut bahagia melihat wajah segar Cassandra yang tanpa beban. Dia juga tahu, And
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya. "Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya dengan nyawaku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya. "Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra. Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian, setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu. Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tidak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam Antonio di sana. "Aku tahu kamu sedih dengan kepergian Antonio. Aku j
Andrian mengerang kesakitan. Luka bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra mendorong dengan kuat, tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya. "Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra. Tidak ada kemarahan sedikit pun di sana. Bella segera mendekati Cassandra. Mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali. Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian. "Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian. Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Mata Andrian terpejam sambil menggigit bibir menahan sakit. Sedangkan Cassandra tampak ketakutan di dekat Bella. Wajahnya pucat penuh sesal. Darah mere
"Lepaskan saya, Bunda! Saya harus ikut mereka!" Cassandra kembali memberontak. Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis. Tidak menyangka, hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi. Bella yang mendorong kursi roda, tiba-tiba menghentikan langkah. Terdengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Setelah menyadari sesuatu, Cassandra mendongak menatap Bella. Air mata kembali menetes membasahi pipi Cassandra, mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegahnya. "Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" Bella tampak ragu, tetapi Cassandra terus memaksa. Tidak ada pilihan lai
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk. Meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny. Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Tiba-tiba ada perasaan aneh menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik karena kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan. "Aku pulang dulu. Kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah. Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas, sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu. "Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu. Antonio tersenyum, sebelum memasuki mobil. Segera, Alfa Romeo Quadrifoglio itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampai