Fiona mencengkeram handphone dengan geram, seolah benda mahal itu adalah Cassandra. Gadis miskin yang berhasil membuat Andrian untuk pertama kali meninggalkannya.
Beberapa saat menunggu, akhirnya muncul juga wajah laki-laki di layar handphone. Senyum Fiona mengembang melihat wajah tampan seseorang di seberang sana. Untuk sejenak, dia bisa menghilangkan rasa kecewa akibat kepergian Andrian yang tiba-tiba. "Aku butuh kamu, Amore! Kita bertemu malam ini!" "Tentu saja! datanglah kemari, Honey!" jawab laki-laki di seberang sana. Tidak ingin membuang waktu lagi, Fiona segera berkemas. Dia ingin mengakhiri kekecewaannya malam ini dengan bersenang-senang di tempat lain. Di saat yang sama, Andrian memarkir mobilnya kasar di depan rumah. Laki-laki itu melirik sekilas pada security istana megahnya yang langsung memarkir mobil ke garasi. Langkah Andrian terhenti di anak tangga karena mendengar suara kehidupan dari kamar tamu. Andrian berbalik langkah, lalu mengetuk pintu kamar yang terkunci dari dalam. Cassandra yang baru saja memejamkan mata, tersentak, kemudian melangkah gontai ke pintu. Pandangan Cassandra langsung tertuju pada laki-laki laki jangkung yang berdiri di ambang pintu. Sebelah tangan Andrian menahan daun pintu. Tatapan tajam Andrian langsung menghujam pada manik sayu Cassandra. "Siapa suruh kamu tidur di sini? Ke kamarku, sekarang!" perintah Andrian. Cassandra memalingkan wajah dari laki-laki laki itu. Namun, Andrian tidak memberi Cassandra kesempatan dan justru merangsek masuk ke kamar itu. "Tu-Tuan, apa yang Anda lakukan?" Mendengar pertanyaan itu, Andrian tersenyum miring sekilas. Dia mencengkeram dagu Cassandra sedikit kencang hingga wanita itu mendongak. Cassandra memejamkan mata ketakutan melihat kilat tatapan tidak biasa Andrian. "Tu-Tuan, tol-long lepaskan saya. Sa--" Andrian segera membungkam bibir Cassandra dan mendaratkan ciuman menuntut pada istrinya itu. Tubuh Cassandra gemetar. Meskipun dia sering menemani para tamu pria hidung belang, tetapi perlakuan Andrian membuatnya takut. Tiba-tiba terlintas di benak Cassandra. Jangan-jangan Andrian adalah mafia yang akan membelinya itu. Andrian memaksa Cassandra membalas ciumannya. Dengan terpaksa, Cassandra membalasnya. Untuk kedua kali, Cassandra merasakan jantungnya berdetak kencang akibat ulah Andrian. Tangan Andrian mulai bergerak liar di bagian tubuh sensitif istrinya. "Kenapa kamu tidak mau membalasnya, Cassandra?" tanyanya kecewa. "Sa ... sa-sya, tolong jangan lakukan itu, Tuan!" Cassandra menahan tangis. Andrian menarik tangannya. Melihat tatapan ketakutan wanita itu, Andrian menjadi tidak tega. Cassandra memang resmi menjadi istrinya, tetapi pantang bagi Andrian untuk memaksa. Andrian mundur selangkah dan memalingkan pandangan dari wanita cantik itu. "Kenapa kamu ketakutan seperti hendak aku mutilasi, Cassandra? Bukankah kamu juga berharap aku sentuh?" tanya Andrian sinis menyembunyikan gejolak batin. Laki-laki tampan itu memaki dirinya sendiri yang begitu mudah kalah oleh pesona istri miskin ini. Bahkan, Fiona yang selalu membuat Andrian mabuk kepayang, tidak sanggup mengusir bayangan Cassandra dari benaknya. Cassandra mencengkeram baju bagian atasnya dengan tangan gemetar. Wajahnya menunduk dalam. Cassandra tidak menampik ucapan Andrian, jika sebenarnya juga berharap disentuh oleh laki-laki itu. Namun, tidak dengan cara seperti itu. Cassandra akan memberikan cinta dan tubuh pada laki-laki yang mencintainya. Bukan pria angkuh macam Andrian yang selalu menghinanya. Namun, sial, justru laki-laki inilah suaminya. Andrian menatap manik sang istri dengan tatapan tajam. "Aku tidak tahu, seberapa berharganya dirimu sampai menolakku, Cassandra. Asal kamu tahu, selama ini tidak ada satu pun perempuan yang berani menolakku. Tetapi kenapa kamu begitu kurang ajar?" Dikatakan seperti itu, Cassandra tidak tahan lagi. Dia membalas sindiran Andrian dengan seringaian kecil. "Karena saya berbeda dengan mereka, Tuan. Anda menghina saya sesuka hati, tetapi Anda jangan lupa, kalau saya memiliki harga diri meskipun miskin! Apa Anda juga lupa, kalau tidak akan pernah mau menyentuh saya? Jadi, bersikaplah profesional, Tuan!" balasnya kemudian beranjak ke pintu. Cassandra membuka pintu agak lebar dengan gerakan tangan mempersilakan Andrian pergi. Laki-laki itu mengeraskan rahangnya dan memukul daun pintu. "Kurang ajar sekali kamu, Cassandra. Lihat saja, kamu harus membayar mahal semua ini!" desisnya kemudian berlalu. Cassandra tidak menanggapi. Dia menatap punggung tegap Andrian yang berlalu meninggalkan kamar. Wanita cantik itu menutup pintu pelan, lalu menyandarkan punggung di daun pintu. "Tuhan, sampai kapan aku terjebak dalam perjanjian ini? Aku tahu, ini sebagian dari rencanaMu untuk menjauhkan aku dari laki-laki misterius itu. Tapi, aku takut tidak sanggup menjalaninya, Tuhan!" Tubuh Cassandra luruh ke lantai. Teringat serentetan peristiwa tidak menyenangkan, membuatnya nelangsa. Jika saja dia tidak memiliki ayah yang gemar berjudi dan mabuk, maka hidupnya tidak dibebani hutang. Tidak ada yang peduli, nasib Cassandra malam ini. Miris, malam pengantinnya dihabiskan Cassandra dengan menangis meratapi nasib. Mereka semua tidak peduli rintihan hati Cassandra. Tidak juga Carollo, sang ayah, apalagi Andrian, suaminya. Di kamarnya.... Andrian mondar-mandir tidak jelas di kamar mewah itu. Berkali-kali Andrian mengumpat, memaki ketidakberdayaannya di depan Cassandra. Hampir saja dia kalah oleh gairahnya sendiri. Untung saja, Cassandra menolak. Jika tidak? Mungkin harga diri Andrian akan jatuh ke dasar jurang di depan istri miskin yang selalu dihinanya. "Sial! Kenapa aku jadi gila seperti ini? Dia hanya gadis miskin tidak jelas asal-usulnya. Semua ini gara-gara Kakek! Cassandra, kamu harus membayarnya berkali lipat. Ini penghinaan untuk Andrian Petruzzelli!" Andrian mengusap kasar wajah, lalu menjambak rambutnya. Sedetik kemudian, Andrian menghempaskan tubuh tegapnya di atas tempat tidur. Tatapan Andrian menerawang pada langit-langit kamar bernuansa monokrom itu. Andrian terdiam beberapa saat kemudian tersenyum satu sudut. Laki-laki itu melepas kancing-kancing kemejanya. Kemudian, melempar kemeja berwarna putih itu ke lantai begitu saja. Andrian meraih handphone dari saku celananya dan tidak berapa lama tampak menghubungi seseorang. "Saya tidak mau tahu. Cari asal usul Cassandra Lussete! Kabari saya secepatnya!" Setelah panggilan berakhir, Andrian kembali tersenyum satu sudut. Dia memejamkan mata yang terasa berat. Tubuhnya pun lelah, setelah menjalani serangkaian prosesi pernikahan yang penuh kemunafikan. Dia harus berpura-pura menebar senyum bahagia. Itu adalah hal yang dibenci oleh Andrian. Namun, semua itu dia lakukan demi sang Kakek. Juga demi tetap mengukuhkan diri sebagai ahli waris tunggal La Stampa Group. Andrian menarik napas lelah. Dia tidak menyangka jika petualangan sebagai seorang laki-laki berpengaruh dan memiliki segalanya, harus terhenti akibat kehadiran Cassandra. "Aku harus cari cara untuk membalas kesombonganmu, Cassandra Lussete! Lihat saja!" Hati Andrian dipenuhi dendam. ****Kekesalan Cassandra berlanjut sampai malam. Meskipun Andrian sudah merayunya, tetapi Cassandra tidak peduli. Dia menatap tak minat pada beberapa paper bag berisi baju-baju couple, tas, dan sepatu baru. "Siapa yang akan menikah, Andrian? Dokter Ariana Federica itu selingkuhanmu juga? Awas, kalau sampai benar, kamu akan aku usir dari Italia. Aku ingin lihat, kamu pergi tanpa uang sepeser pun."Alis Andrian naik sebelah. "Aku yakin kamu tidak serius. Sudahlah, daripada berdebat, lebih baik kita ...""Dalam mimpi!" Cassandra justru menarik selimut dan membungkus tubuh seperti kepompong.Andrian tidak tinggal diam. Dia ikut menyelusup dalam selimut itu dan memeluk erat tubuh Cassandra dari belakang. Terdengar hembusan napas kesal berkali-kali dari bibir Cassandra."Dokter Ariana akan menikah tiga hari lagi di Gereja Santa Margherita." Andrian memainkan rambut Cassandra.Seketika, Cassandra membalikkan badan menatap dalam manik kebiruan Andrian. Kening wanita itu mengernyit. Berusaha mengi
Kehangatan kembali mewarnai rumah tangga Andrian dan Cassandra. Kebahagiaan mereka semakin lengkap, semenjak kelahiran si bungsu Antonio Cesare Petruzzelli. Hari ini, Cassandra mengajak ketiga anaknya ke kantor La Stampa. Dia ingin memberi kejutan ulang tahun untuk Andrian yang ke-30. Cassandra tersenyum pada Emillia dan Davidde yang turun lebih dahulu dari mobil, dibantu sopir. Lantas, Cassandra menurunkan Cesare dan membaringkan bayi berusia tujuh bulan itu di dalam stroller. Kedatangan istri bosnya, disambut antusias oleh sahabat-sahabat Cassandra. Angelica tampak bersemangat menggendong Davidde. Bocah berusia 2,5 tahun itu sesekali berceloteh lucu ala bahasanya sendiri. Lusiana memeluk Cassandra, menumpahkan rindu. Mereka terakhir bertemu dua bulan lalu, ketika Andrian dan Cassandra menjalani pemberkatan pernikahan ketiga, setelah pembaptisan Cesare. “Nyonya Bos, kamu semakin cantik saja!” Angelica ikut bahagia melihat wajah segar Cassandra yang tanpa beban. Dia juga tahu, And
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya. "Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya dengan nyawaku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya. "Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra. Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian, setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu. Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tidak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam Antonio di sana. "Aku tahu kamu sedih dengan kepergian Antonio. Aku j
Andrian mengerang kesakitan. Luka bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra mendorong dengan kuat, tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya. "Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra. Tidak ada kemarahan sedikit pun di sana. Bella segera mendekati Cassandra. Mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali. Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian. "Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian. Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Mata Andrian terpejam sambil menggigit bibir menahan sakit. Sedangkan Cassandra tampak ketakutan di dekat Bella. Wajahnya pucat penuh sesal. Darah mere
"Lepaskan saya, Bunda! Saya harus ikut mereka!" Cassandra kembali memberontak. Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis. Tidak menyangka, hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi. Bella yang mendorong kursi roda, tiba-tiba menghentikan langkah. Terdengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Setelah menyadari sesuatu, Cassandra mendongak menatap Bella. Air mata kembali menetes membasahi pipi Cassandra, mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegahnya. "Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" Bella tampak ragu, tetapi Cassandra terus memaksa. Tidak ada pilihan lai
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk. Meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny. Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Tiba-tiba ada perasaan aneh menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik karena kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan. "Aku pulang dulu. Kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah. Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas, sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu. "Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu. Antonio tersenyum, sebelum memasuki mobil. Segera, Alfa Romeo Quadrifoglio itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampai