เข้าสู่ระบบKama memutuskan untuk menemui Nerezza sebelum gadis itu kembali ke London. Awalnya, Nerezza hendak kembali dua hari lalu, tapi karena merasa waktunya dengan Kama masih kurang, ia memutuskan untuk kembali besok. “Sebelum aku pergi, apa kau tidak ingin memberiku hadiah? Anggaplah sebagai perpisahan kita untuk sementara waktu.” Nerezza kemudian meneguk sedikit anggur yang yerauguh di atas meja. Kama memicingkan senyumnya. “Aku bahkan tidak sempat membelikanmu hadiah. Jika kau mau, minta antar Hans. Kau bisa memilih hadiah apa yang kau inginkan.”“Aku tidak ingin kau membeli sesuatu. Aku hanya ingin kau memberikan hatimu untukku. Itu saja, Kama.” Nerezza menunjuk dada Kama dengan telunjuknya. “Maksudmu?”“Aku tahu, jika selama ini kau begitu mencintai Angsa Putih, dan kau tahu jika itu adalah aku. Tapi, entah kenapa aku merasa jika kau tidak sepenuhnya mencintaiku.”“Nerezza, aku sudah menjadi kekasihmu jauh sebelum aku tahu jika kau adalah orang yang selama ini aku cari, dan kau masih
Kama memundurkan langkahnya. Ia sadar, jika permohonannya pada Sutra tidak akan pernah merubah keputusan gadis itu. Gadis tersebut lebih memilih untuk pergi jauh karena memang menganggap apa yang telah terjadi di antara mereka hanyalah sebuah mimpi. Mimpi buruk yang tak akan pernah dibiarkannya kembali singgah. “Baiklah, aku akan melepaskanmu. Tapi dengan satu syarat!” Sutra membulatkan kedua matanya. “Apa?” “Jangan pernah lagi kau berani menampakkan batang hidungmu di kota ini. Jika tidak, aku tidak akan segan-segan membuat hidupmu tertindas! Bahkan, wanita yang kau anggap sebagai ibumu selama ini, akan kubuat menderita.” “T-tapi, Tu—“ “Terserah kau mau pergi ke mana. Jangan pernah menginjakkan kakimu di kota ini lagi. Sekarang, PERGI!” Sutra benar-benar memundurkan langkahnya, kemudian berbalik arah dan berjalan dengan limbung. Kenapa? Kenapa pria itu mengancmanya begitu? Jika tidak kembali ke kota ini, lantas Sutra harus kembali ke mana? Sedangkan ibunya juga masih beke
Kama berdiri tak jauh darinya. Memakai sebuah hans man panjang lengkap dengan syal yang melingkar di lehernya. “Setelah apa yang kau dapat dari hidupku, kau akan pergi begitu saja?” Langkahnya mendekat, sangat dekat, hanya berjarak beberapa centimeter di hadapan Sutra, pria itu menganjur napas panjang, hingga aroma napasnya menerpa anak rambut Sutra yang menutupi bagian dahinya. Sutra segera mengundurkan langkahnya karena tak ingin terlalu dekat dengan Kama. “T-Tuan, kau—“ Ia menatap dalam. “Kenapa? Apa kau terkejut karena aku bisa berdiri di sini? Hmm?”Sutra mengangguk pelan-pelan. “Maaf, Tuan. Tapi—“Belum sempat melanjutkan kata-katanya, pria itu langsung menarik pergelangan tangan Sutra, menyeretnya untuk ikut melangkah ke suatu tempat. “Lepaskan saya, Tuan!” Sampai di parkiran, Kama menyuruh Sutra masuk dalam mobil. “Tidak.” Sutra menggeleng. “Kau betul-betul ingin membangkang? Baiklah, aku akan membuat semua orang di sini menyaksikan bagaimana aku menciummu dengan pana
Hampir setiap sudut ruangan tempat tidur itu disentuhnya. Namun, Nerezza sama sekali tidak menemukan sesuatu yang mengarah pada wanita yang selalu menjadi fokus Kama—Angsa Putih. Wanita itu berjalan mondar-mandir sambil sesekali menggigit ujung kukunya. Lalu, tatapannya tertuju pada sebuah lemari yang belum sempat ia buka sebelumnya. Langkahnya pun tertuju pada lemari berukuran kecil tersebut, dengan perlahan, Nerezza mulai membukanya. Ia menemukan sebuah seprai putih di sana, terlipat rapi dan sebuah kotak kecil hitam berada di sampingnya. Dengan sedikit rasa ragu, gadis itu mulai mengambil seprai tersebut. Membuka perlahan, untuk mencari sesuatu yang mungkin bisa mengarah pada si Angsa Putih. “Bercak darah?” Suaranya terkesan berat, Nerezza kemudian menekan bagian dadanya. Tak banyak memang bercak itu, hanya beberapa titik tapi jelas kalau itu adalah bercak darah. Darah nyamuk? Tentu bukan. Itu adalah bekas darah percintaan Kama dengan Sutra kemarin. Pria itu sengaja menyimpannya
Langit biru tidak benar-benar menjanjikan sebuah ketenangan. Banyak yang merasa rungsing kala langit menampakkan kilauannya. Seperti halnya dengan Kama. Pria itu merasa ada yang salah dengan hidupnya. Dia telah memtuskan untuk mencintai satu orang wanita yang bernama Nerezza. Namun, entah kenapa dalam hatinya selalu ingin menyebut nama Sutra. Kejadian yang fatal kemarin, membuatnya merasa terkungkung dalam sebuah dosa yang sulit terampunkan. Pagi ini, Nerezza kembali datang ke apartemen, membawa beberapa bingkisan berupa makanan untuk sang kekasih. Wanita anggun itu ingin mencari tahu tentang siapa Angsa Putih yang selalu menjadi fokus utama seorang Kama Deodola. Tak mengapa, dirinya saat ini berpura-pura menjadi sosok yang Kama mau. Sungguh, cinta Nerezza begitu besar terhadap lelaki itu. Kama berdiri di ambang pintu unit dengan masih memakai piyama lengkap, wajahnya kusust. Kemungkinan besar pria itu tidak tidur dengan baik semalam. Nerezza berdiri dengan dress bermotif bung
“Tuan, saya harus kembali ke mansion.” Sutra sudah rapi dengan pakaiannya, wajahnya kembali segar, tapi ada sekelumit embun di ujungnya. “Sutra, kita harus bicara tentang ini semua.” Kama menatap Sutra dengan tajam. Sutra mengulas sedikit senyum penuh kemirisan. “Tidak ada yang perlu kita bahas tentang semunya. Anggap semua yang telah terjadi, adalah mimpi terburukmu, begitupun dengan saya.” Detik pernyataan mengudara di udara, pria di hadapan Sutra terbelalak tak menyangka, jika sang pelayan bisa berkata setegas itu. “Kau yakin?” katanya gamang. Sutra mengangguk mantab. “Baiklah, kuharap setelah kejadian ini, kau tidak lagi menampakkan batang hidungmu di hadapanku. Dan jangan pernah lagi kau kembali ke sini.” Kata-katanya berat, bergetar, dan mungkin juga ada sekelebat egois di dalamnya. Tak ada jawaban yang berarti, Sutra berjalan dengan langkah yang panjang menuju pintu utama. Kakinya seakan tidak dapat menopang tubuhnya lagi, ketika langkah itu berada di sepanjang koridor







