Share

Menjadi Nyata

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-05-04 19:06:39

Gunawan mengaduk es teh lemon yang nyaris mencair, wajahnya tampak kesal karena putra sambungnya selalu membela Amara.

Tidak lama setelah Cassandra kembali dari yang katanya mengangkat panggilan telepon, Gunawan buka suara lagi.

“Kita ke Surabaya dulu setelah dari sini,” ujar Gunawan dengan nada yang berusaha terdengar biasa saja.

“Ada rapat penting sama mitra lama kita, dan Ayah mau kamu hadir langsung. Cassandra juga ikut, kebetulan dia punya agenda pitching ke salah satu perusahaan properti digital di sana,” sambung Gunawan terdengar seperti sebuah perintah.

Arga hanya mengangkat satu alis. “Zeno bisa gantiin.”

Gunawan berhenti mengaduk minumannya. “Maksud kamu?”

“Zeno udah tahu semua agenda meeting. Proposal pun dia yang rancang. Jadi logisnya, dia yang handle. Aku enggak bisa ikut.”

Cassandra langsung menoleh cepat. “Tapi ini penting, Ga. Kamu sendiri yang bilang, proyek di Surabaya bisa jadi langkah besar untuk ekspansi.”

“Benar,” jawab Arga santai. “Makanya aku percaya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Listy
Perasaan baru baca tahu² abiz aja ......
goodnovel comment avatar
Gita
Duhhhh teh yg ini sweet banget. Kayanya ml favorit mulai beralih nih ke arga. Hihihi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Bulan Madu

    Setelah sarapan pagi keesokan harinya, Arga membawa Amara checkout dari resort itu padahal Amara masih betah, dia belum menikmati kolam renang dan kenyaman kamar di resort tersebut.Mereka cukup lama berkendara dengan jalur menanjak hingga Amara merasakan udara dingin membelai pipinya melalui jendela yang sengaja dia buka.“Jadi, dari laut kita naik ke gunung?” Amara membuka suaranya setelah lama mereka hanya diam sibuk dengan benak masing-masing.“Tadinya aku spent sampai kita pulang nanti di resort sebelumnya, tapi kayanya pegunungan cocok untuk honeymoon,” kata Arga dari balik kaca mata hitamnya yang Amara duga sedang menatapnya penuh minat.Amara memalingkan wajah ke arah lain menahan senyum.“Enggak perlu ke Bali untuk honeymoon, semenjak kita menikah—kita udah langsung honeymoon,” gumam Amara menahan senyum.Arga terkekeh, dia merangkul pundak Amara dan membawa kepala istri tercintanya itu bersandar di pundaknya.Driver yang mengemudi di depan melirik melalui kaca spion t

    Last Updated : 2025-05-05
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Saat Masalah Itu Kembali

    Mentari pagi menyusup dari celah tirai kayu, menyentuh kulit Amara yang masih bersandar di dada Arga. Nafas mereka perlahan, nyaris bersatu dalam irama tidur yang damai. Seprei linen berantakan menutupi separuh tubuh mereka, sisa malam penuh keintiman yang terasa berbeda dari sebelumnya—lebih dalam, lebih bermakna.Amara membuka mata pelan. Detik pertama yang ia lihat adalah rahang Arga yang kokoh, lehernya yang hangat, dan detak jantung yang stabil di bawah telinganya.“Aku enggak mau hari ini selesai,” bisik Amara pelan, seolah takut suara bisa merusak sihir pagi itu.Arga, yang ternyata sudah bangun namun enggan beranjak, membuka matanya dan mengusap punggung Amara lembut. “Kita masih punya beberapa hari. Bahkan kalau kamu mau… kita enggak usah pulang dulu.”Amara tersenyum. “Nanti kamu bisa dipecat.”“Siapa yang mau pecat CEO?” balas Arga santai, membuat Amara terkekeh dan menyembunyikan wajahnya di dada pria itu.“Lima menit lagi aja ya,” kata Amara.“Kalau lima belas meni

    Last Updated : 2025-05-05
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tidak Jujur

    Kabut pagi di Ubud masih menggantung rendah, menyelimuti persawahan seperti selimut lembut. Arga masih tertidur di ranjang, wajahnya damai di bawah sinar keemasan yang menerobos celah tirai. Amara berdiri di depan cermin, mengenakan blus putih dan celana longgar krem, rambutnya dikepang rapi ke samping.Dia menatap pantulan dirinya lama.“Aku bisa selesaikan ini sendiri,” gumamnya, lebih seperti meyakinkan diri.Amara melangkah menuju pintu keluar.“Sayang, mau ke mana?” suara Arga terdengar dari balik selimut.Amara menoleh, tersenyum. “Aku mau ke pasar sebentar. Cari titipan oleh-oleh buat teman guru di sekolah.”Arga mengangguk kecil, matanya masih berat. “Pakai jaket, dingin.”Amara menyahut pelan, lalu segera pergi. Amara berjalan cepat menyusuri trotoar kecil di dekat jalan utama Ubud. Dia ingat ada ATM dekat sana.Pagi itu masih sepi, hanya beberapa toko yang baru membuka rolling door, dan suara motor jarang terdengar.Kini, di saku tas rotannya, segepok uang tunai s

    Last Updated : 2025-05-06
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Perubahan Sikap Amara

    Hari-hari di Jakarta kembali berjalan cepat, tapi bagi Amara, waktu seakan terseret perlahan. Ada yang berubah dalam dirinya—bukan hanya karena kelelahan, tapi karena beban rahasia yang membeku dalam dada.Pagi itu, Amara dan Arga duduk berhadapan di meja makan. Roti panggang, telur orak-arik, dan segelas jus jeruk tersaji. Tapi Amara lebih sering menatap piringnya ketimbang makan.Arga mengerutkan kening. “Kamu enggak suka menunya? Biasa juga makan ini.”Amara tersentak. “Eh… suka kok. Aku… cuma enggak laper aja.”Arga tak menjawab, hanya memandangi wajah Amara yang tampak letih, bibirnya sedikit pecah, dan pandangan yang seperti melayang entah ke mana.“Kamu sakit?” Arga mengulurkan tangan melewati meja hingga punggung tangannya menyentuh kening Amara.“Enggak.” Amara menggeleng pelan dengan senyum di bibirnya.“Nanti kamu laper di sekolah, kamu ngajar sampai sore, kan?” “Iya ….” “Kalau gitu habiskan,” kata Arga mengendik ke piring Amara dengan nada memerintah.Terpaksa

    Last Updated : 2025-05-06
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Sama Saja

    “Tadi kamu pulang sama siapa?” Arga bertanya saat mereka sedang asyik menonton televisi.Lebih tepatnya Arga saja yang menikmati karena Amara malah melamun menatap kosong.Kepala Amara yang bersandar di pundak Arga kemudian mendongak membuat Arga menoleh sehingga bibir mereka bertemu.Amara tersenyum karenanya.“Diantar supir ….” Arga menaikkan satu alisnya.“Supir taksi …,” sambung Amara lalu Arga terkekeh.Melihat senyum Arga yang hangat dan merasakan hubungannya dengan pria itu sudah seperti pernikahan sungguhan membuat sorot mata Amara kembali menyiratkan kesedihan mengingat kemunculan Rendy.“Besok aku ada meeting pagi, kita tidur yu!” Arga menarik tangannya dari pundak Amara.Amara langsung menegakan punggung lantas bangkit untuk menyusul Arga yang sudah mematikan televisi dan mengulurkan tangan.Dia raih tangan Arga yang kemudian menggenggamnya menuntun setengah langkah di depan meniti anak tangga.Arga tidak berhenti di depan kamar Amara, langkahnya terus tertuju ke

    Last Updated : 2025-05-07
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Konfrontasi Arga

    Amara terbangun dari tidur lelapnya, dia merasakan suhu dingin karena pendingin ruangan bekerja maksimal sementara Arga tidak memeluknya.Dia menegakan tubuh dan menemukan Arga berdiri di depan jendela, dengan bahu tegang dan punggung membatu, ia tahu… ada sesuatu yang berubah.Di luar sana masih pagi, langit Jakarta tampak mendung.Udara terasa berat seperti dada Arga yang sesak sejak subuh tadi.Pria itu tidak tidur semalaman—duduk bersandar di sisi ranjang, menatap Amara yang terlelap tanpa tahu bahwa dunia mereka mulai retak.“Sayang?” panggil Amara lembut sambil menarik selimut, duduk di tepi ranjang.Arga tidak langsung menoleh. Suaranya berat. Datar. “Sarapan kamu di meja makan.”Amara menelan ludah. Nada itu… bukan nada suaminya yang semalam memeluknya dengan cinta.“Memangnya bi Eti udah datang?” Amara turun dari atas ranjang.“Dari tadi,” balas Arga ketus.Kening Amara semakin terlipat dalam.“Arga, kamu kenapa?”Akhirnya pria itu menoleh. Tapi tatapan yang biasa

    Last Updated : 2025-05-07
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Diam

    Ketika Amara sampai di rumah, Arga belum pulang.Dia memasak makan malam untuk mereka, setelahnya Amara duduk di meja makan menunggu Arga.Dia tidak akan makan dulu hingga Arga pulang.Lelah menunggu, Amara tertidur di meja makan dengan menyandarkan kepalanya di lengan yang ia tumpu di atas meja.Arga pulang nyaris tengah malam, langkahnya terhenti di depan ruang makan.Berbagai menu makan malam tersaji dengan Amara tertidur di sisi meja makan.Arga tahu kalau istrinya menunggu entah sejak kapan untuk bisa makan bersama.Namun hati Arga masih terluka, dia tidak mentolelir kebohongan dan baginya apa yang dilakukan Amara sangatlah fatal.Akhirnya Arga melanjutkan langkah meniti anak tangga menuju kamarnya tanpa membangunkan Amara, dengan tega membiarkan Amara tertidur di meja makan.Jam dua tepatnya Amara terjaga karena merasakan pegal di leher, dia bangkit dari kursi dan bergegas ke ruang tamu untuk mengecek halaman rumah dan ternyata mobil Arga sudah terparkir, pria itu sudah

    Last Updated : 2025-05-08
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Nilai Yang Tak Bisa Dibayar

    “Utangnya atas nama siapa?” Nada suara Amara terdengar bergetar, meski wajahnya masih berusaha tenang. Ia duduk di depan meja besar berwarna gelap, ruangan dingin dengan panel dinding kayu mengelilinginya. Kantor hukum. Bukan tempat yang seharusnya ia datangi di pagi buta, apalagi dengan seragam mengajar yang masih rapi. Wanita paruh baya di seberangnya—salah satu pengacara dari firma hukum Santosa & Partners—menyodorkan dokumen. “Atas nama Rendy Ramadhan. Adik kandung Anda.” Amara meraih lembaran kertas itu dengan tangan gemetar. Angka di situ membuat perutnya berputar. Rp1.263.000.000. Lalu matanya turun ke bawah. Suku bunga. Denda keterlambatan. Penalti. CitraKredit Corporation. Nama itu sudah sering ia dengar. Perusahaan pinjaman online raksasa yang katanya “bermuka dua”: profesional di depan, tapi tajam seperti lintah di belakang. “Maaf, saya rasa ini salah. Adik saya—dia memang punya beberapa masalah, tapi enggak mungkin—” “Ini tanda tangannya.” Sang

    Last Updated : 2025-04-07

Latest chapter

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Diam

    Ketika Amara sampai di rumah, Arga belum pulang.Dia memasak makan malam untuk mereka, setelahnya Amara duduk di meja makan menunggu Arga.Dia tidak akan makan dulu hingga Arga pulang.Lelah menunggu, Amara tertidur di meja makan dengan menyandarkan kepalanya di lengan yang ia tumpu di atas meja.Arga pulang nyaris tengah malam, langkahnya terhenti di depan ruang makan.Berbagai menu makan malam tersaji dengan Amara tertidur di sisi meja makan.Arga tahu kalau istrinya menunggu entah sejak kapan untuk bisa makan bersama.Namun hati Arga masih terluka, dia tidak mentolelir kebohongan dan baginya apa yang dilakukan Amara sangatlah fatal.Akhirnya Arga melanjutkan langkah meniti anak tangga menuju kamarnya tanpa membangunkan Amara, dengan tega membiarkan Amara tertidur di meja makan.Jam dua tepatnya Amara terjaga karena merasakan pegal di leher, dia bangkit dari kursi dan bergegas ke ruang tamu untuk mengecek halaman rumah dan ternyata mobil Arga sudah terparkir, pria itu sudah

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Konfrontasi Arga

    Amara terbangun dari tidur lelapnya, dia merasakan suhu dingin karena pendingin ruangan bekerja maksimal sementara Arga tidak memeluknya.Dia menegakan tubuh dan menemukan Arga berdiri di depan jendela, dengan bahu tegang dan punggung membatu, ia tahu… ada sesuatu yang berubah.Di luar sana masih pagi, langit Jakarta tampak mendung.Udara terasa berat seperti dada Arga yang sesak sejak subuh tadi.Pria itu tidak tidur semalaman—duduk bersandar di sisi ranjang, menatap Amara yang terlelap tanpa tahu bahwa dunia mereka mulai retak.“Sayang?” panggil Amara lembut sambil menarik selimut, duduk di tepi ranjang.Arga tidak langsung menoleh. Suaranya berat. Datar. “Sarapan kamu di meja makan.”Amara menelan ludah. Nada itu… bukan nada suaminya yang semalam memeluknya dengan cinta.“Memangnya bi Eti udah datang?” Amara turun dari atas ranjang.“Dari tadi,” balas Arga ketus.Kening Amara semakin terlipat dalam.“Arga, kamu kenapa?”Akhirnya pria itu menoleh. Tapi tatapan yang biasa

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Sama Saja

    “Tadi kamu pulang sama siapa?” Arga bertanya saat mereka sedang asyik menonton televisi.Lebih tepatnya Arga saja yang menikmati karena Amara malah melamun menatap kosong.Kepala Amara yang bersandar di pundak Arga kemudian mendongak membuat Arga menoleh sehingga bibir mereka bertemu.Amara tersenyum karenanya.“Diantar supir ….” Arga menaikkan satu alisnya.“Supir taksi …,” sambung Amara lalu Arga terkekeh.Melihat senyum Arga yang hangat dan merasakan hubungannya dengan pria itu sudah seperti pernikahan sungguhan membuat sorot mata Amara kembali menyiratkan kesedihan mengingat kemunculan Rendy.“Besok aku ada meeting pagi, kita tidur yu!” Arga menarik tangannya dari pundak Amara.Amara langsung menegakan punggung lantas bangkit untuk menyusul Arga yang sudah mematikan televisi dan mengulurkan tangan.Dia raih tangan Arga yang kemudian menggenggamnya menuntun setengah langkah di depan meniti anak tangga.Arga tidak berhenti di depan kamar Amara, langkahnya terus tertuju ke

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Perubahan Sikap Amara

    Hari-hari di Jakarta kembali berjalan cepat, tapi bagi Amara, waktu seakan terseret perlahan. Ada yang berubah dalam dirinya—bukan hanya karena kelelahan, tapi karena beban rahasia yang membeku dalam dada.Pagi itu, Amara dan Arga duduk berhadapan di meja makan. Roti panggang, telur orak-arik, dan segelas jus jeruk tersaji. Tapi Amara lebih sering menatap piringnya ketimbang makan.Arga mengerutkan kening. “Kamu enggak suka menunya? Biasa juga makan ini.”Amara tersentak. “Eh… suka kok. Aku… cuma enggak laper aja.”Arga tak menjawab, hanya memandangi wajah Amara yang tampak letih, bibirnya sedikit pecah, dan pandangan yang seperti melayang entah ke mana.“Kamu sakit?” Arga mengulurkan tangan melewati meja hingga punggung tangannya menyentuh kening Amara.“Enggak.” Amara menggeleng pelan dengan senyum di bibirnya.“Nanti kamu laper di sekolah, kamu ngajar sampai sore, kan?” “Iya ….” “Kalau gitu habiskan,” kata Arga mengendik ke piring Amara dengan nada memerintah.Terpaksa

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tidak Jujur

    Kabut pagi di Ubud masih menggantung rendah, menyelimuti persawahan seperti selimut lembut. Arga masih tertidur di ranjang, wajahnya damai di bawah sinar keemasan yang menerobos celah tirai. Amara berdiri di depan cermin, mengenakan blus putih dan celana longgar krem, rambutnya dikepang rapi ke samping.Dia menatap pantulan dirinya lama.“Aku bisa selesaikan ini sendiri,” gumamnya, lebih seperti meyakinkan diri.Amara melangkah menuju pintu keluar.“Sayang, mau ke mana?” suara Arga terdengar dari balik selimut.Amara menoleh, tersenyum. “Aku mau ke pasar sebentar. Cari titipan oleh-oleh buat teman guru di sekolah.”Arga mengangguk kecil, matanya masih berat. “Pakai jaket, dingin.”Amara menyahut pelan, lalu segera pergi. Amara berjalan cepat menyusuri trotoar kecil di dekat jalan utama Ubud. Dia ingat ada ATM dekat sana.Pagi itu masih sepi, hanya beberapa toko yang baru membuka rolling door, dan suara motor jarang terdengar.Kini, di saku tas rotannya, segepok uang tunai s

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Saat Masalah Itu Kembali

    Mentari pagi menyusup dari celah tirai kayu, menyentuh kulit Amara yang masih bersandar di dada Arga. Nafas mereka perlahan, nyaris bersatu dalam irama tidur yang damai. Seprei linen berantakan menutupi separuh tubuh mereka, sisa malam penuh keintiman yang terasa berbeda dari sebelumnya—lebih dalam, lebih bermakna.Amara membuka mata pelan. Detik pertama yang ia lihat adalah rahang Arga yang kokoh, lehernya yang hangat, dan detak jantung yang stabil di bawah telinganya.“Aku enggak mau hari ini selesai,” bisik Amara pelan, seolah takut suara bisa merusak sihir pagi itu.Arga, yang ternyata sudah bangun namun enggan beranjak, membuka matanya dan mengusap punggung Amara lembut. “Kita masih punya beberapa hari. Bahkan kalau kamu mau… kita enggak usah pulang dulu.”Amara tersenyum. “Nanti kamu bisa dipecat.”“Siapa yang mau pecat CEO?” balas Arga santai, membuat Amara terkekeh dan menyembunyikan wajahnya di dada pria itu.“Lima menit lagi aja ya,” kata Amara.“Kalau lima belas meni

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Bulan Madu

    Setelah sarapan pagi keesokan harinya, Arga membawa Amara checkout dari resort itu padahal Amara masih betah, dia belum menikmati kolam renang dan kenyaman kamar di resort tersebut.Mereka cukup lama berkendara dengan jalur menanjak hingga Amara merasakan udara dingin membelai pipinya melalui jendela yang sengaja dia buka.“Jadi, dari laut kita naik ke gunung?” Amara membuka suaranya setelah lama mereka hanya diam sibuk dengan benak masing-masing.“Tadinya aku spent sampai kita pulang nanti di resort sebelumnya, tapi kayanya pegunungan cocok untuk honeymoon,” kata Arga dari balik kaca mata hitamnya yang Amara duga sedang menatapnya penuh minat.Amara memalingkan wajah ke arah lain menahan senyum.“Enggak perlu ke Bali untuk honeymoon, semenjak kita menikah—kita udah langsung honeymoon,” gumam Amara menahan senyum.Arga terkekeh, dia merangkul pundak Amara dan membawa kepala istri tercintanya itu bersandar di pundaknya.Driver yang mengemudi di depan melirik melalui kaca spion t

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Menjadi Nyata

    Gunawan mengaduk es teh lemon yang nyaris mencair, wajahnya tampak kesal karena putra sambungnya selalu membela Amara. Tidak lama setelah Cassandra kembali dari yang katanya mengangkat panggilan telepon, Gunawan buka suara lagi.“Kita ke Surabaya dulu setelah dari sini,” ujar Gunawan dengan nada yang berusaha terdengar biasa saja.“Ada rapat penting sama mitra lama kita, dan Ayah mau kamu hadir langsung. Cassandra juga ikut, kebetulan dia punya agenda pitching ke salah satu perusahaan properti digital di sana,” sambung Gunawan terdengar seperti sebuah perintah.Arga hanya mengangkat satu alis. “Zeno bisa gantiin.”Gunawan berhenti mengaduk minumannya. “Maksud kamu?”“Zeno udah tahu semua agenda meeting. Proposal pun dia yang rancang. Jadi logisnya, dia yang handle. Aku enggak bisa ikut.”Cassandra langsung menoleh cepat. “Tapi ini penting, Ga. Kamu sendiri yang bilang, proyek di Surabaya bisa jadi langkah besar untuk ekspansi.”“Benar,” jawab Arga santai. “Makanya aku percaya

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Merasa Dihargai

    “Arga! Tunggu!” seru Cassandra, melangkah cepat menyusul Arga di lorong menuju ke kamar.Arga terus melangkah tapi Cassandra berhasil meraih pergelangan tangannya lalu pria itu menghela kasar.“Apaan sih!” serunya dengan ekspresi wajah tidak bersahabat.“Semenjak sampai di Bali kita belum bicara Arga, tadi siang kamu ngelengos gitu saja waktu ayah ibu kamu minta kita duduk berdua untuk ngobrol,” kata Cassandra melotot.“Terus kenapa? Kalau enggak ada urusan ngapain ngobrol … lagian kamu lupa sama kelakuan kamu waktu itu di kantor sampai nyaris membuat rumah tangga aku berantakan? Kamu enggak malu, Cassandra? Apa maksud kamu, hah?” Arga mengkonfrontasi sembari maju selangkah membuat Cassandra mundur selangkah.“Aku … aku hanya enggak mau kamu dimanfaatkan Amara … aku menduga, dia memberikan tubuhnya untuk membayar hutang adiknya, kan?” Pernyataan Cassandra itu membuat kening Arga mengernyit.“Kenapa kamu berpikir seperti itu?” Cassandra langsung gelagapan. “Emmm … ituuu … aku

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status