Share

Part 10

Betapa terkejutnya aku sesampainya di depan rumah Pita. Melihat mobil mas Aldi terparkir di sana.

Mereka pasti cuma berdua.

Karena Fano jam segini sudah berangkat bekerja.

Ngapain?

Aku sedikit ragu untuk masuk. Namun, setelah mengumpulkan segenap keberanian. Akhirnya kaki ini melangkah memasuki rumah Pita.

"Assalamu'alaikum."

Mas Aldi tampak terkejut melihat kehadiranku. Begitu pula Pita yang baru saja kembali ke dapur. Dengan  wajah sembabnya.

Dia habis menangis?

"Mbak Puspa sejak kapan ada di sini?" tanya Pita dengan ekspresi kaget.

Aku hanya merapatkan bibir, mengalihkan pandangan ke arah mas Aldi yang memperlihatkan wajah tidak suka. Pria itu langsung buang muka saat ditatap.

Pita meletakkan secangkir teh panas di atas meja kemudian duduk sambil memangku nampan. Suasananya begitu canggung.

"Kenapa kalian berdua di sini?" tanyaku dengan bibir bergetar.

Sudut mata mas Aldi menatap ke arahku sinis. "Nggak boleh, ya, mantan kakak ipar berkunjung ke rumah adik ipar."

Cih, padahal dulu dia tidak pernah sedikitpun menganggapku sebagai seorang istri. Aku menghela napas. "Setidaknya berkunjunglah ketika suaminya sedang di rumah, Mas. Takut terjadi fitnah."

"Ini hakku sebagai seorang tamu." Mas Aldi menjawabnya dengan nada ketus.

Entah kenapa aku menjadi muak melihat laki-laki ini. Apalagi saat melihat kelakuannya tadi malam yang masuk ke hotel dengan perempuan lain. Rasa sayangku kepadanya sudah mulai memudar setelah tahu bahwa ternyata mas Aldi seorang bajingan.

"Maaf, sebaiknya aku pulang dulu." Mas Aldi beranjak dari duduk. Bersalaman dengan Pita kemudian keluar dari rumah. Tanpa menoleh ke arahku. Tanpa meminum teh yang dibuatkan Pita terlebih dahulu.

Kini tinggalah aku dan Pita di ruang tamu. Kami berdua. Dengan Pita yang menunduk dengan wajah sembabnya.

Aku mencoba mengontrol emosi. Ingin menghadapi masalah secara pelan-pelan. "Kenapa kamu menangis?"

Pita menggeleng.

Aku tidak tahu bagaimana caranya meluruskan hidup Pita ke jalan yang benar.

"Sebenarnya apa yang terjadi?"

Pita tampak gugup. Jika dia mengira aku akan murka dan memarahinya besar-besaran, dugannya sangat salah. Aku di sini ingin menyelesaikan masalah ini pelan-pelan dan sabar.

"Ceritalah, Pit. Aku kakakmu." Aku duduk di sebelah Pita yang menunduk menahan tangis.

"Apa kamu beneran selingkuh sama mas Aldi?" tanyaku sambil mengusap-usap punggung Pita.

"Apa kamu ingin minta cerai kepada Fano, hanya untuk menikah dengan mas Aldi?"

Pita memelukku sambil menangis terisak-isak. Ia menceritakan semua. Apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa tersisa sedikitpun.

***

Pita memesankan ojek online, untuk mengantarkan ke kafe tempatku bekerja.

Sedari tadi aku diselimuti oleh perasaan gelisah, karena mengingat kembali semua yang diceritakan Pita.

"Lama-lama lo kelihatan kurus, ya?" ucap Sevelyn menatap tubuhku dari atas hingga bawah.

"Owh, ya?" Aku sedikit terkejut.

Aku bahkan lupa memperhatikan diriku sendiri setelah cerai dari mas Aldi.

"Apa karena gara-gara sering jalan kaki?"

Aku menggeleng.

"Jus apel sama kentang goreng tiga porsi," ucap Cindy yang baru saja datang.

Aku langsung buru-buru membuatnya.

***

Luar biasa, berat badanku yang tadinya 107 kg, kini turun menjadi 70 kg. Lumayan, sebentar lagi aku akan sampai pada bentuk tubuh yang ideal.

Aku semakin semangat berjalan kaki. Sialnya, hari ini Reno mengantarku ke kafe dengan mobilnya. Benar-benar tidak bisa dimengerti kelakuannya.

"Aku sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Pita, Fano, dan Mas Aldi," ucapku di dalam mobil.

"Gue urus semuanya. Lo fokus sama pekerjaan lo aja."

"Emangnya apa yang akan kamu lakukan?"

Reno masih fokus mengemudikan mobilnya. "Apapun, asalkan Pita tidak jadi menikah dengan Aldi."

"Lalu, Fano? Dia ternyata ada dipihak mas Aldi."

Reno menyentak napasnya kasar. "Berisik lo! Udah gue bilang bakalan gue urus. Pita nggak bakalan kenapa-napa."

Aku menggigit bibir bawah. Semoga Reno dapat dipercaya.

Ternyata kami tidak menuju ke arah kafe. Melainkan ke tempat salon kecantikan. Moodku langsung naik ketika menatap gedung tersebut.

Tempat paling terkenal di kota ini. Mahal, tapi kualitas terjamin. Hanya istri orang-orang kaya yang bisa melakukan perawatan di sini.

"Cepetan masuk," ucap Reno saat melihatku hanya membeku di depan pintu masuk.

Karena tidak sabar, pria itu menarikku masuk ke dalam. Berkonsultasi kepada adminnya, kemudian mengarahkan kami untuk menemui dokter yang akan merehap wajahku di lantai 4.

Jantungku berdebar-debar saat dokter wanita itu mulai menggunakan laser ajaibnya ke wajahku. Reno memesan paket paling mahal. Katanya wajahku bisa bersih dengan perawatan kurang lebih satu bulan.

Setiap hari aku juga berolahraga dengan rutin dan mengatur pola makan.

Meskipun tanpa menerapkan program diet yang ekstrime. Berat badanku tetap bisa turun beberapa kilo lagi.

Aku tidak ingin tubuhku tersiksa karena progam diet yang ekstrime. Jadi, pelan-pelan tanpa harus melakukan hal-hal yang berlebih. Masih makan nasi dan makanan berlemak walaupun dibatasi. Lagi pula tubuh ini tetap membutuhkan lemak. Fatal, sekali jika kita menginginkan semua lemak di tubuh kita hilang.

Lemak itu berfungsi sebagai cadangan energi. Membantu menyerap vitamin. Beberapa jenis lemak tertentu, yaitu vitamin A,E,D, dan K, membutuhkan lemak agar dapat diserap oleh tubuh.

Lemak juga dibutuhkan untuk menjaga suhu tubuh. Lemak adalah isolator yang membantu tubuh tetap hangat saat cuaca dingin.

Maka, diet yang baik, bukan melulu soal mengatur pola makan. Karena yang paling penting adalah...

Olahraga.

Sebentar lagi aku akan balas dendam kepada mas Aldi. Membuat dia menyesal karena telah menyakitiku.

Aku harus berterimakasih kepada Reno. Karena tanpa disadari apa yang dia lakukan selama ini hanya untuk membuatku cepat kurus. Termasuk membuat diriku stres dan banyak pikiran. Hingga begadang dan kehilangan napsu makan.

Tak hanya itu. Bisa jadi sekarang ...

Mungkin.

Aku mulai jatuh cinta dengan Reno.

***

Jerawat di wajahku sudah mulai hilang, tinggal memusnahkan flek hitam. Ben, si barista kopi saja sedari tadi tidak berkedip saat melihatku. Dia hanya akan membuang wajah jika pandangan kami bertubrukan.

Beginikah rasanya dikagumi?

Rasanya senang sekali.

Perlakuan Reno pun mulai berbeda. Seperti ada sebuah ketertarikan. Dia berubah menjadi lembut. Apalagi dengan keadaan kami yang tinggal di dalam satu rumah.

Reno memanjakkanku seperti seolah aku adalah istri sahnya.

Sekarang aku tidak insecure lagi saat bercermin. Kalau dilihat dengan seksama wajahku sangat mirip dengan Pita. Lesung pipit yang muncul di pipi juga sedikit dihargai oleh laki-laki karena tidak ada jerawat yang menutupi.

Sekarang banyak yang bilang aku itu ... manis.

Reno datang dengan tergesa-gesa memasuki kamarku. Aku yang tidak memakai jilbab langsung terkejut.

"Puspa, Pita tewas di bunuh orang."

Deg.

"Pita?"

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status