Share

Part 17

Terdengar suara cekikikan di dalam sana. Lalu turun Reno dan Pita dengan wajah bahagia. Dari mana mereka?

Dengan raut wajah bahagia?

Jam 2 dini hari?

Rasa kantukku langsung hilang.

Aku berdiri dari duduk kemudian menghadang mereka yang akan masuk. "Keterlaluan ya kalian berdua!"

"Jam segini kalian dari mana?" Aku benar-benar geram dengan tingkah mereka berdua.

Pita tampak menunduk. "Kami baru saja mengunjungi sholawat akbar, Mbak. Habib Syekh datang ke Lampung. Ramai banget, sampai macet desak-desakan, jadi pulangnya agak molor."

"Bohong! Mana mungkin menghadiri acara sholawat Reno pakai baju biasa."

"Gue ganti baju. Nggak nyaman aja nyetir mobil sambil pakai sarung," sahut Reno datar. "Lo kalau cemburu bilang aja."

Aku menganga. "Siapa yang cemburu?"

Reno menatapku sewot. "Gue mau pulang dulu, Pit. Lo buruan masuk sana."

Pita mengangguk, kemudian menunduk saat melangkah melewatiku memasuki rumah.

Kini di depan rumah, hanya ada aku dan Reno dalam keheningan. Jika amarahku berkobar, Reno justru menampilkan ekspresi dingin.

"Kenapa? Ini, kan, yang lo mau?" Reno berujar santai, sambil menyelipkan kedua tangan ke dalam saku.

"Lo pengen adek lo bahagia, kan?"

"Kurang sayang apa gue sama lo?"

"Semua yang lo pengen selalu gue turuti, Pus."

Aku masih terdiam kaku di teras rumah. "Tapi, nggak gitu caranya Ren."

"Lo selalu berpikiran negatif tentang kami. Padahal lo nggak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi." Reno mengeraskan rahangnya.

"Ini sudah malam, dan kalian belum menikah."

"Udah gue bilang kalau cemburu ngomong aja!" Ada kilatan emosi di wajah Reno.

Aku menghela napas sesak. "Pulanglah," ucapku kemudian berbalik badan meninggalkan Reno di depan rumah.

"Gue kasih waktu lo 2 hari untuk berubah pikiran, Pus. Lo nerima gue atau gue yang bakalan pergi."

Aku langsung berhenti melangkah, kemudian menoleh ke arah Reno. "Lalu, Pita?"

"Gue nggak akan nikahin dia. Kami berdua cuma temen."

"Kenapa?" tanyaku serak.

"Logikanya mana ada laki-laki yang mau menikahi perempuan yang sudah hamil dengan orang lain. Angge-angge orong-orong itu namanya. Tidak ikut bikin, tapi ikut ngurusin."

Aku terenyuh.

"Pita juga nggak mau nikah sama gue. Dia ingin fokus membesarkan anaknya sendiri."

"Lalu kenapa kalian berdua kelihatan begitu mesra?"

"Gue udah bilang, kan, kami berdua cuma bekerjasama buat manas-manasin lo."

"Termasuk malam ini?"

"Bisa jadi. Tapi niat gue ngajak dia emang benar-benar buat hadir di acara majelis sholawat. Pita orang baik, semoga dia dapat hidayah dari Allah. Dia juga penurut. Asal itu baik pasti dia lakukan. Walaupun harus lo benci."

Aku dibuat membeku lagi oleh Reno.

"So, gue cuma mau nikah sama lo."

"Kalau lo tetap keukeuh dengan pendirian lo terserah."

"Jam 2 siang besok lusa, di bandara Raden Intan, kalau lo berubah pikiran," lanjut Reno dengan nada getir.

Sejujurnya aku ingin bertanya mau ke mana dia. Namun, ego sudah mengalahkan semuanya. Reno sudah masuk ke dalam mobil, kemudian melenggang pergi dari halaman rumah.

Aku menghela napas sesak. Kemudian masuk ke dalam rumah.

Pintu kamar Pita sedikit terbuka. Aku mengintipnya yang ternyata sedang melaksanakan solat malam. Biasanya Pita tidak pernah melakukan itu. Reno memang sudah memberi perubahan baik bagi keluargaku, walaupun dengan caranya yang terkesan absurd. Aku menyenderkan tubuh pada tembok dibalik kamar Pita.

Tubuhku merosot, terduduk di lantai. Mendengarkan Pita melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Tidak begitu lancar, tapi aku salut kepada Pita karena mau belajar.

Air mataku menetes. Kakak macam apa aku Pit, yang selalu berprasangka buruk padamu.

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang.

***

Aku masih terdiam dengan tatapan kosong saat kami berdua sarapan di meja makan.

"Mbak Puspa kenapa?"

Aku langsung terbangun dari lamunan, kemudian kembali melahap makanan dengan tidak berselera.

"Maafin Pita ya, Mbak." Pita menatapku dengan tatapan penuh harap.

"Enggak, harusnya Mbak yang minta maaf sama kamu."

"Pita udah bikin mbak Puspa sedih." Pita tertunduk lesu.

"Mbak minta maaf, karena terlalu curiga sama kamu."

"Mbak Puspa beneran nggak cinta sama kak Reno?" tanya Pita sembari menuangkan air putih ke dalam gelas. "Dia selalu baik ke kita Mbak. Bahkan kak Reno ngajarin Pita ngaji, terus ngasih nasihat supaya aku nanti juga ngajarin mbak Puspa ngaji."

"Aku bingung, Pit."

"Bingung kenapa, Mbak?"

"Dengan perasaanku sendiri."

"Tidak ada yang perlu diragukan lagi dari kak Reno."

Aku memejamkan mata. "Kelakuannya tidak bisa ditebak."

"Begitulah cara dia menunjukkan kasih sayang, Mbak."

"Hmmm, lalu mbak harus gimana, Pit?"

"Kejar dia Mbak. Kak Reno pantas diperjuangkan. Aku tahu kok kalau mbak Puspa suka sama dia, kelihatan dari kecemburuan kakak ketika kami berdua pura-pura mesra."

Hening beberapa saat.

Sampai aku membuka suara lagi. "Sebenarnya dia mau ke mana, Pit."

"Aku nggak tahu, Mbak."

"Dia sebenarnya berprofesi sebagai apa sih, Pit?"

"Aku juga kurang tahu, Mbak. Yang jelas profesinya bisa sampai bikin kak Reno buka banyak bisnis di kota ini. Kayak kafe, butik, dan juga toko kelontong."

Aku menggigit bibir bawah. Bukan kekayaannya yang aku inginkan, tapi dirinya.

"Pokoknya Pita pengen mbak Puspa sama kak Reno aja, jangan sama mas Aldi, atau yang lain."

Apakah masih ada kesempatan untuk berubah pikiran?

Jam 2 siang besok lusa. Bandara Raden Intan. Aku teringat ucapan yang dikatakan Reno.

Tapi perempuan suka gengsi mengucapkan perasaan lebih dulu. Aku benar-benar dibuat bimbang karena dua pilihan. Takut kehilangan atau mementingkan gengsiku.

Apa masih cukup waktu untuk meminta maaf kepada Reno?

***

PoV Reno.

Aku adalah seorang agen rahasia yang beroperasi dibawah kendali Badan Intelijen Nasional. BIN.

Tugasku adalah menyelidiki berbagai tindak kejahatan dengan melakukan sebuah penyamaran.

Mulai hari ini aku ditugaskan beroperasi di kampung halamanku sendiri. Di sebuah kota berkembang yang terletak di sudut kota Bandar Lampung.

Ada berbagai misi yang harus aku selesaikan bersama teman-teman yang lain. Yakni memberantas sindikat penjualan narkoba, dan menumpas begal-begal yang berkeliaraan sampai ke akar-akarnya.

Aku sudah punya rumah mewah di kawasan Way Halim. Rumah kosong yang sebelumnya ditinggali oleh kedua orangtuaku. Mereka kini pindah ke Jakarta, dan tinggal bersama adik perempuanku yang sedang hamil muda.

Aku menyewa beberapa pembantu, untuk membersihkan rumah itu. Karena selama menjalankan misi, aku akan tinggal di sini. Aku juga memiliki beberapa usaha di kota ini, untuk tabungan masa tua jika aku sudah pensiun nanti.

Begal dan pelaku curanmor sudah sangat meresahkan. Aku dan beberapa teman yang lain langsung membantu polisi membabat para pelaku kriminal. Jika, polisi bekerja memakai seragam, kami para agen rahasia melakukan penyamaran untuk menumpas dari dalam. Tidak ada yang tahu bahwa kami adalah polisi intelijen yang sedang menyamar.

Terdapat beberapa type pelaku curanmor. Ada yang berkelompok, adapula yang beroperasi secara mandiri. Karena tekanan ekonomi.

Aku tersenyum dari kejauhan ketika melihat seorang perempuan bertubuh gendut keluar dari mobil bersama suaminya. Wajah perempuan bertubuh gendut itu sangat tidak asing. Namanya Puspa. Teman sekelasku di SMA dulu.

Aku kagum sekali dengan dirinya yang begitu tegar, ketika di bully oleh teman-teman sekelas setiap hari. Dari sekian banyaknya perempuan yang pernah aku temui di muka bumi ini, dia termasuk yang terkeren menurutku. Bukankah, keistimewaan seseorang tidak diukur dari fisik?

Dari ketegarannya menghadapi cobaan misal.

"Itu Aldi si penadah barang curian."

Aku tersenyum miris, ketika sadar bahwa suami Puspa adalah seorang kriminal. "Dan, istrinya tidak tahu kalau suaminya adalah seorang kriminal?"

"Mungkin."

"Lebih baik kita telusuri dulu anak buah Aldi. Kita tidak punya bukti yang cukup untuk menangkapnya."

Aku dan kedua temanku terus melakukan penyisiran. Sampai bertemu dengan seorang pemuda yang bekerja di toko material. Menurut data-data yang didapatkan oleh salah satu temanku, dia pernah beberapa kali melakukan pembegalan. Lagi-lagi kami tidak bisa sembarangan menangkap, karena belum memiliki bukti yang cukup.

Mungkin sesekali kami harus menyamar menjadi salah satu dari mereka. Ikut menjadi pelaku pembegalan untuk mendapatkan bukti yang kuat.

Kami juga menyelidiki siapa istri Fano, salah satu penjahat yang bekerja di toko material itu, rupanya dia bukan orang jahat. Hanya seorang istri yang sedang hamil muda, kemudian terpaksa bekerja karena nafkah suaminya sering dihabiskan untuk berjudi.

Meski pendapatan seorang pencuri sangat lumayan, tapi begitu cepat habisnya karena tidak berkah. Hal apapun kalau tidak berkah, tidak akan memberi banyak manfaat untuk masa depan. Buktinya Fano sendiri masih tidak mampu mencukupi kebutuhan istrinya.

Aku mendatangi istri Fano yang bernama Pita yang berkerja sebagai penjaga toko parfum di pinggir jalan. Aku menawarinya pekerjaan dengan gaji lumayan.

Hanya menyetrika baju di rumahku. Berangkatnya bisa kapan saja. Juga tidak perlu setiap hari. Pita menyanggupi.

Aku mencoba menginterogasi Pita secara tidak langsung. Membicarakan tentang keluarganya. Terutama tentang Fano suaminya. Meski dia tidak tahu kalau tujuan utamaku sebenarnya untuk menangkap suaminya.

Cukup menarik sekali, karena ternyata Pita adalah adik kandung Puspa. Aku mengaku sebagai teman sekolah Puspa. Kami bercerita banyak. Termasuk tentang Puspa yang tidak diperlakukan selayaknya seorang istri oleh Aldi. Aku sempat terenyuh mendengar cerita dari Pita.

Hingga suatu ketika Pita tidak pernah datang lagi bekerja di rumahku. Dia bilang kakaknya sedang depresi karena baru saja diceraikan Aldi. Kemudian, Pita kembali mengabari bahwa Puspa pergi dari rumahnya karena tidak kuat mendengar cibiran Fano yang pedas.

Aku diam-diam mengikuti ke mana Puspa melangkah dengan mobil. Entah karena menjalankan misi, atau karena bagian dari rasa empati.

Gerak-gerik wanita gendut itu tampak mencurigakan. Sepertinya dia ingin bunuh diri. Aku akhirnya dengan cepat menyelamatkannya dan membawanya ke rumahku.

Puspa memang tidak menarik. Aku hanya menganggumi ketegarannya di sekolah dulu. Keren sekali rasanya jika aku membuat misi hiburan, yakni merubah penampilan Puspa menjadi cantik.

Sulit memang jika melihat kondisi badannya yang membengkak seperti gajah, tapi ini akan menjadi sensasi yang menyenangkan jika aku berhasil menyulapnya.

Beberapa minggu berlalu, kami berhasil menggrebek para pelaku kriminal, termasuk Fano yang baru saja menceraikan Pita. Tinggal Aldi saja yang sangat licin untuk ditangkap. Bertahap. Pelan-pelan, sambil menunggu penampilan Puspa berubah memesona dan membuat Aldi menyesal telah menceraikannya.

Hari demi hari berlalu, kami berhasil menangkap salah satu gembong narkoba yang beroperasi di kota ini. Tak terasa sudah hampir tiga bulan aku di sini, dan Puspa semakin hari semakin terlihat cantik.

Mirip seperti Pita adiknya. Aku memberikan waktu kepada Puspa untuk balas dendam kepada Aldi, sebelum kami menjebloskan Aldi ke penjara.

Penangkapan Aldi adalah akhir dari misi kami di kota ini. Sebelum kami dipindah tugaskan ke kota yang lain. Aldi bukan penjahat kelas kakap, dia lebih mudah ditangkap daripada penjahat yang lain.

Aku hanya mementingkan urusan Puspa. Rupanya malah aku yang mulai terkena virus cinta. Puspa semakin hari semakin membuatku terpesona.

Dia memang terlihat sangat-sangat cantik dan anggun. Jangankan Aldi, aku saja mulai terjebak dalam keindahan wajahnya. Puspa yang gendut itu sudah tidak ada, adanya si cantik Puspa yang berdiri tegar bak seorang bidadari.

Sambil menjalankan misi memberantas berbagai tindak kejahatan di kota ini. Aku juga menjalankan misi pribadi.

Aku sangat penasaran dengan apa yang dirasakan Puspa saat ini. Akan sangat menjengkelkan jika saat aku sudah meninggalkan kota ini, tidak mendapat jawaban dari pertanyaan yang aku inginkan. Apakah Puspa juga mencintaiku?

Pertama, hal yang harus dilakukan untuk mengetahui bahwa seseorang menyukai kita adalah membuatnya cemburu. Akhirnya aku bekerjasama dengan Pita untuk membuat Puspa cemburu.

Namun, ternyata itu adalah kesalahan fatal dalam hidup. Setelah aku tahu bahwa Puspa juga mencintaiku.

Puspa malah tidak percaya dan menganggapku sebagai seorang pembohong besar. Sungguh menyedihkan. Puspa menolakku mentah-mentah. Puspa ingin aku bersama Pita saja, adiknya.

Aku akhirnya membawa Pita ke acara-acara majelis, agar perempuan itu bisa sedikit tahu tentang tata cara beribadah.

Ketika sudah mendapatkan banyak ilmu, aku ingin Pita mengajari kakaknya beribadah. Aku ingin nantinya Puspa dan Pita menjadi wanita muslimah. Itu sudah cukup membuatku puas.

Karena kesalahanku sendiri, Puspa menjauh. Aku menyesal, benar-benar menyesal. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Takdir juga sudah digariskan oleh Sang Maha Pemberi Waktu. Kita sebagai manusia hanya bisa pasrah.

Lagipula cinta tidak harus memiliki, karena menyimpan namamu dalam hati, itu sudah cukup memiliki.

Sekarang, di sinilah aku berada. Di kepung oleh sepuluh preman di gang sempit di pinggir pabrik. Sepertinya mereka adalah pembunuh bayaran, yang diutus untuk membunuhku karena sudah berhasil menjebloskan bos-bos mereka ke penjara.

Aku meraih pistol yang diselipkan pada celana belakang. Aku sudah terkepung karena jalan yang dilalui buntu.

Napasku tersengal-sengal saat menabrak tembok. Mereka semua menyeringai lebar, sambil membawa senjata tajam di tangan mereka.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Ketika langkah-langkah mereka mulai mendekat.

Tamat riwayatku?

Bersambung...

Mampir juga yuk, ke ceritaku yang judulnya Salah Jodoh.

Sinopsis :

Bagaimana mungkin seorang guru  dipaksa menikah dengan siswanya yang paling bandel di sekolah?

Salisah (23) terkurung di ruang UKS bersama Reyhan (17) yang sekujur tubuhnya babak belur dipukuli kakak kelas. Entah siapa yang menjebak Salisah saat videonya yang menyuruh Reyhan membuka baju tersebar ke media sosial.

Karena orangtua Salisah adalah orang beragama akhirnya Salisah dinikahkan dengan Reyhan agar Salisah tidak lagi melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Padahal itu semua adalah salah paham.

Bagaimana kedua insan yang saling bertolak belakang ini menjalani rumah tangganya?

Bagaimana Salisah menghadapi beratnya hidup membimbing suaminya yang masih terbilang sangat muda untuk menjadi imam keluarga?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status