KEBANGKITAN PASCA BERCERAI
Part 6"Ngrebut Pita dari Fano."Aku menelan ludah dengan susah payah. Emosiku kembali meledak."Berarti benar kamu udah selingkuh sama Pita!!" Tanganku terkepal. Bersiap melayangkan tamparan. Namun, langsung ditahan oleh Reno dengan sangat mudah."Selow, elah. Gue sama Pita nggak pernah selingkuh.""Buktinya kamu bilang pengen ngrebut dia dari Fano." Aku menghempaskan tangan Reno yang mencengkram lenganku."Daripada direbut Aldi?" Reno mengerutkan dahi."Isshhh! Kalian ini, orang udah punya suami masih aja jadi rebutan." Aku geregetan ingin mencakar-cakar wajah Reno."Lo tenang aja, Pita bakalan aman kalau sama gue.""Halah, bullshit!!" dengkusku sebal. "Buktinya k*ndom di kamar itu apa? Siapa lagi kalau bukan kamu sama Pita? Pita bilang tidur di situ."Reno melotot. "Heh, lo tinggal di rumah Pita berapa hari?"Aku terdiam. Cukup lama.Bener juga, ya? Hampir dua minggu aku tinggal di rumah Pita. Dan, selama itu pula Pita tidak pernah keluar dari rumah. Selalu menemaniku."Terus punya siapa dong alat doraemon itu?"Reno membuang napasnya kasar. "Punyanya Naruto sama Sasuke. Ya, mana gue tahu lah. Gue sekarang aja lagi nyelidiki kasus itu. Kalau sampai ketahuan siapa pelakunya dia bakalan gue pecat. Pokoknya itu bukan Pita karena baru kemarin bekasnya."Aku menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Oke, fix. Masalah Reno selesai. Tinggal masalah mas Aldi."Nah, sama mas Aldi gimana? Pita beneran selingkuh sama mantan suamiku itu?"Reno menyunggingkan seulas senyum. "Iya, itu sangat perlu diselidiki. Kapan-kapan kita cari informasi soal hubungan mereka berdua.""Halah, nggak usah. Mending aku ngadu aja ke Fano. Biar Fano yang urus semuanya.""Bodoh! Kalau Fano tahu, Pita pasti dihajar habis-habisan sama Fano. Orang kayak Fano nggak bakalan berani ngelabrak Aldi. Gede bacotnya doang anak kayak gitu mah."Aku termenung beberapa saat. "Tapi, kalau dukung kamu, kamu malah punya niat buruk, ingin menghancurkan rumah tangga Pita."Reno mengerucutkan bibir. "Lo emang tipikal orang yang tidak bisa menilai niat baik seseorang, ya? Terlalu over paranoidnya.""Apakah berniat ngerebut istrinya orang itu, bisa dikatakan kebaikan?""Bukan merebut, tapi menyelamatkan.""Menyelamatkan dari apa?" Aku meninggikan nada suara."Dari Fano lah."Aku benar-benar tidak mengerti arah pembicaraan Reno. "Emang Fano salah apa?""Fano itu dulunya bocah urakan. Bertatto, kasar, suka main tangan. Nggak cocok buat Pita.""Ya udah takdirnya mereka jodoh."Reno tersenyum miris. "Lo nggak tahu apapun tentang adek lo. Selama ini lo cuma mikirin penderitaan lo sendiri. Sampai nggak tahu bahwa adek lo itu menderita batin."Aku membalas pelototan tajam Reno. "Kamu nggak usah menghasut aku, ya!""Gue ngomongin fakta.""Aku bisa sabar kok disakitin mas Aldi. Aku memendam rasa sakit itu sendiri. Tapi kalau mendengar nama Pita disakiti, aku tidak akan tinggal diam."Reno mengeraskan rahangnya sambil menatapku tajam. "Pita sayang sama lo, sampai nggak mau cerita tentang keluh kesahnya karena nggak pengen lo khawatir."Tubuhku langsung membeku seketika."Suatu saat nanti lo bakalan tahu siapa Fano sebenarnya."Aku menelan ludah dengan susah payah."Aku memang nggak pernah akur sama Fano, tapi aku tahu dia adalah laki-laki yang mau tanggung jawab. Dia mau bekerja keras untuk mencukupi hidup Pita. Bahkan kemarin aku lihat dia ternyata bekerja sebagai kuli panggul di toko material."Reno mengernyitkan dahi. "Logikanya, Pita nggak bakalan nekad kerja di rumah orang kalau Fano bisa mencukupi kebutuhan Pita. Padahal lo tahu sendiri kan, kondisinya sedang hamil muda.""Dalam masa awal kehamilan, perubahan hormon di tubuh ibu menyebabkan kondisi mudah lelah dan sering merasa lemas. Hal ini dikarenakan tubuh ibu memproduksi lebih banyak darah untuk membawa nutrisi kepada janin. Tingkat gula darah dan tekanan darah juga menurun. Inilah yang sering menjadikan ibu merasa lemas.""Seharusnya Pita tidak perlu melakukan aktivitas berat. Seharusnya Fano memperhatikannya. Adikmu itu tidak akan nekad bekerja kalau hidupnya tercukupi," lanjut Reno penuh penekanan.Aku tertegun mendengar penjelasan Reno. Pria itu melenggang pergi dari hadapanku setelah sebelumnya berkata. "Sarapan dulu sana. Bi Surti mungkin sudah selesai memasak."***Aku sama sekali tidak berselera menghabiskan sepiring makanan di hadapanku. Hanya mengunyah sedikit. Kemudian mengaduk-ngaduknya dengan wajah malas.Terlalu banyak beban yang menumpuk di dalam pikiran. Belum sembuh sakit hati karena baru saja diceraikan mas Aldi. Sudah banyak permasalahan baru dari Pita yang membuatku pening. Sebenarnya siapa yang salah. Fano apa Reno? Atau justru Pita sendiri? Belum lagi dugaan perselingkuhan yang dilakukan Pita dan mas Aldi.Membuat kepalaku semakin pening.Reno sudah berangkat ke kantor beberapa waktu yang lalu. Daripada bergulat dengan permasalahan yang tidak ada jawabannya. Lebih baik aku selidiki saja semuanya sendiri.Aku akan pergi ke tempat kerja Fano sebelum menuju ke kafe Reno.Tak apalah harus berjalan kaki, yang penting rasa penasaranku terobati."Anda mau kemana?" tanya dua bodyguard yang sudah standby di teras rumah."Bukan urusan kalian!" jawabku ketus.Namun, kedua robot Reno itu tetap mengikuti langkahku. Bodoamat, lah!Sudah berkilo-kilo meter aku menyusuri trotoar. Hingga sampai ke toko material tempat Fano kerja kemarin.Dengan napas terengah-engah, disertai keringat yang membanjiri wajah.Aku celingak-celinguk mencari kebadaan Fano. Mengabsen seluruh orang yang sedang sibuk melakukan aktivitasnya. Andaikan aku adalah perempuan yang cantik, mungkin mereka semua akan berhenti beraktivitas hanya untuk melihatku.Terpaksa aku bertanya kepada bapak-bapak yang sedang mengangkat beberapa kaca."Maaf, Pak, saya mau minta tolong."Bapak itu menurunkan kacanya kemudian menatap ke arahku. "Minta tolong apa, Mbak?""Tolong panggilin Fano dong, Pak.""Owh, bentar, ya, Mbak." Bapak itu mengibas-ngibaskan tangannya dari debu, kemudian melangkah memasuki toko.Aku menanti dengan sabar. Menoleh ke arah dua bodyguard yang menunggu di depan pagar sekilas, kemudian beralih ke arah bapak tadi."Fano, dicariin ibu-ibu gendut, tuh!" Terdengar suara bapak tadi di dalam toko.Aku mendengkus karena dipanggil ibu-ibu gendut oleh bapak itu.Tak lama kemudian bapak tadi keluar. Kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat terhenti. Kemudian disusul Fano di belakangnya dengan wajah lelah."Ada apa, Mbak?""Aku pengen membicarakan sesuatu yang penting sama kamu."Bersambung...Yang belum subscribe jangan lupa subscribe, dulu ya. Biar cepet update. ***"Ada apa, Mbak?""Aku pengen membicarakan sesuatu yang penting sama kamu."Fano menaikkan sebelah alis. "Mau pinjem duit? Maaf gue lagi nggak punya duit Mbak."Aku mengerucutkan bibir. "Aku mau ngomongin sesuatu soal Pita."Belum sempat aku melanjutkan kata-kata, terdengar suara teriakkan dari teman-teman kerja Fano yang saling bersahut-sahutan. "Ciee, Fano disamperin sama pacarnya.""Wah, Fano dihampiri Bude nasi uduk.""Cantik banget, pacar kamu Fano.""Uhuyy, gurih-gurih Nyoi!"Fano melotot tajam ke arah mereka. "Eh, ini kakak ipar gue, yang kemarin gue ceritain."Aku langsung menyela. "Kamu cerita apa ke mereka?"Fano kembali menoleh ke arahku setelah memberi isyarat kepada teman-temannya untuk diam. "Kalau Mbak Puspa jelek."Hadeh. Serah ah. Aku langsung kembali ke topik pembicaraan. "Kamu sebenarnya sayang sama Pita nggak, sih?""Sayang, lah, kalau nggak sayang kenapa gue rela kerja banting tulang sa
"Mau pakai baju yang mana?" tanyaku sambil memperlihatkan dua kaos santai kepada mas Aldi. Mas Aldi hanya menatapku dengan wajah dingin. Mengambil salah satu kaos dengan cepat, kemudian memakainya. Dia tidak pernah sedikitpun mengeluarkan suara ketika berinteraksi denganku. Seakan-akan suara bicaranya terlalu mahal untuk dikeluarkan di hadapan istrinya sendiri. "Aku tunggu di meja makan, kita makan malam." Aku mencoba tersenyum, meskipun mas Aldi selalu memperlihatkan ekspresi dingin. Ibu mertua tersenyum saat melihatku keluar dari kamar. Aku duduk di meja yang bersebrangan dengan beliau sambil menyiapkan piring untuk mas Aldi yang masih berada di dalam kamar. Tak lama kemudian, pria tampan itu keluar. Wajahnya terlihat lelah karena masih belum mendapat pekerjaan setelah dipecat dari pekerjaannya. "Kayaknya kalian perlu jalan-jalan berdua biar lebih akrab."Mas Aldi memutar bola matanya malas, kemudian mengambil beberapa ciduk nasi. Aku membantunya mengambilkan lauk dan sayur. "
"Cuma alasan aja, biar lo bisa pulang agak cepet." Reno mulai melajukan mobilnya keluar dari parkiran kafe. Hingga beberapa menit kemudian, pria itu menghentikan mobilnya di sebuah hotel bintang lima. Reno melirik jam tangannya. "Bentar lagi mereka pasti datang." "Siapa, sih?" Perasaanku mulai tidak enak. Mengingat-ngingat satu nama. "Nah, pas banget. Itu mereka."Aku langsung menganga lebar melihat mobil mas Aldi memasuki hotel bersama seorang perempuan. Terlihat dari kaca jendela mobil mereka yang terbuka. Apakah perempuan yang bersama mas Aldi itu Pita? "Itu Pita, ya!" Aku menggeram. Plak!! Reno langsung menggeplak dahiku, hingga beberapa jerawat meletus. "Sensi mulu lo sama adiknya." Reno mendengkus, masih mengamati mobil mas Aldi yang hendak di parkirkan. Kami mangamati dari balik pagar gedung. Tak lama kemudian, mas Aldi turun dengan seorang perempuan bertubuh tinggi semampai yang mengenakan dress mini berwarna merah. Mas Aldi melangkah sambil memegang pinggul wanita
Betapa terkejutnya aku sesampainya di depan rumah Pita. Melihat mobil mas Aldi terparkir di sana.Mereka pasti cuma berdua. Karena Fano jam segini sudah berangkat bekerja. Ngapain? Aku sedikit ragu untuk masuk. Namun, setelah mengumpulkan segenap keberanian. Akhirnya kaki ini melangkah memasuki rumah Pita. "Assalamu'alaikum."Mas Aldi tampak terkejut melihat kehadiranku. Begitu pula Pita yang baru saja kembali ke dapur. Dengan wajah sembabnya. Dia habis menangis? "Mbak Puspa sejak kapan ada di sini?" tanya Pita dengan ekspresi kaget. Aku hanya merapatkan bibir, mengalihkan pandangan ke arah mas Aldi yang memperlihatkan wajah tidak suka. Pria itu langsung buang muka saat ditatap. Pita meletakkan secangkir teh panas di atas meja kemudian duduk sambil memangku nampan. Suasananya begitu canggung. "Kenapa kalian berdua di sini?" tanyaku dengan bibir bergetar. Sudut mata mas Aldi menatap ke arahku sinis. "Nggak boleh, ya, mantan kakak ipar berkunjung ke rumah adik ipar."Cih, pad
"Puspa, Pita tewas di bunuh orang."Deg. "Pita?"Kami berdua langsung tergesa-gesa menuju ke mobil. Aku berteriak histeris dengan air mata yang berlinang. Ingin cepat-cepat sampai ke tempat tujuan. Benarkah Pita tewas?Adikku? Mati? Dibunuh orang? Pita meninggal? Aku kembali menangis histeris. Reno yang mengemudikan mobil tampak gugup. Hingga beberapa menit kemudian kami sudah sampai dikediaman rumah Pita. Sudah banyak orang di sana. Aku langsung membuka pintu mobil, kemudian berlari dengan tergesa-gesa. Menerjang kerumunan pelayat, diikuti Reno di belakang. "Pita!!" teriakku tak terkontrol. Tubuh ini membeku seketika. Melihat pemandangan yang terjadi. Jenazah yang penuh luka sedang dibacakan surah yasin oleh beberapa pelayat. Bukan Pita yang meninggal, tapi ... Fano. Aku langsung melotot ke arah Reno yang menaikkan kedua jarinya membentuk peace. "Salah informasi gue."Kakiku langsung melangkah menghampiri Pita yang menangis tersedu-sedu di depan jenazah suaminya. Aku meng
"Mas Aldi kenapa ke sini? Naik mobil kan enak, nggak perlu takut kehujanan. Bisa terus melaju walaupun hujan deras."Pria itu menghela napas. "Aku ke sini ingin menebus kesalahan-kesalahanku."Deg. Aku menatap wajahnya yang sedikit basah terkena air hujan. Kemudian menunduk kikuk. "Lupain aja, aku udah maafin kok."Aroma parfume dari tubuh mas Aldi langsung menusuk indra penciuman ketika hembusan angin dingin menerpa tubuh. Aku mulai menggigil karena hujan tak kunjung reda. Apalagi di sebelahku ada sosok yang membuat jantung ini berdebar-debar. Membuat perasaan semakin resah tak keruan. "Pus, maafin aku," ucap mas Aldi lagi. Padahal aku sudah menjawab pertanyaan itu. Aku hanya terdiam. Menyaksikan guyuran hujan yang membasahi bumi. Apapun yang kamu katakan aku sudah tidak peduli, Mas. Sakit hati ini sudah tidak bisa diobati. "Kalau waktu bisa diputar kembali enak, kali, ya?" gumam mas Aldi. "Tidak ada orang yang berlari, tidak ada langkah yang terlambat, tidak ada kedatangan yang
Aku terpaksa berangkat kerja diantar mas Aldi. Daripada dia terus merengek-rengek seperti anak kecil di depan rumah Pita. Untung saja pria itu tidak sempat melihat jaketnya yang teronggok di dalam tong sampah. Aku menghela napas lega. Kemudian masuk ke mobil dengan malas. Mas Aldi meraih sesuatu dari kursi belakang penumpang. Sebuket bunga mawar 15 tingkai. Dengan warna merah dan pink, dihiasi oleh pita merah yang membuat bunga itu semakin terlihat indah. "Buat kamu."Aku terperangah beberapa saat, kemudian meraih bunga tersebut dengan tubuh kaku. "Suka nggak?" Mas Aldi mulai melajukan mobilnyaAku menelan ludah dengan susah payah. Kemudian menghirup aroma harum pada bunga mawar yang menyejukkan itu. "Maaf, ya, dulu aku tidak pernah sempat memberikan bunga itu kepadamu."Rasanya seperti menjadi ironman. Aku menghempaskan tubuh ke kursi kemudi sambil menatap ke depan. Memangku bunga buket dengan tangan kebas. Apa yang terjadi? Aku tidak boleh takluk oleh laki-laki bajingan ini! A
Tin ... Tin ... Tin ...!!!Mobil itu membunyikan klakson Gawat! Berarti dia sudah sangat dekat. Atau mungkin sudah tepat berada di belakang kami. Langkah ini langsung terhenti, tubuhku membeku. Ben pun turut menghentikan langkahnya dengan napas terengah-engah. Mobil hitam itu mengerem tepat di sebelah kami. Kacanya terbuka, menampilkan seorang laki-laki tua berkepala botak. Aku langsung mendengkus. Karena ternyata si pemilik mobil itu bukan mas Aldi. "Kalian maling motor, ya?" tanya bapak itu. Aku melirik Ben yang terlihat kikuk. "Ah, enggak, Pak. Ini motor saya sendiri.""Terus kenapa motornya nggak dinaikkin?""Mogok hehe...""Kok, lari?""Hmm, anu, Pak." Ben menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Aku hanya nyengir kuda. "Kalau mogok, kenapa kalian berdua lari?""Iya, itu ...," Ben tampak gugup. "Olahraga, Pak, iya hehe ...."Bapak berkepala botak itu turun dari mobil. "Kalian ini patut dilaporin ke polisi. Jangan-jangan kalian yang sering maling motor di kawasan sini