Share

Ketegaran Cinta Seorang Istri
Ketegaran Cinta Seorang Istri
Penulis: Henny Djayadi

1. Cinderella yang Terluka

“Mengapa kau menikah denganku?” tanya Tegar dengan amarah yang meraja di hatinya.

“Karena aku Cinta,” jawab Cinta berusaha tetap terlihat tenang meskipun sedang diliputi oleh rasa takut.

Tubuh mungil Cinta kini sudah bersandar pada dinding dan sepasang lengan kekar mengungkung sisi kiri dan kanannya, hingga dia sudah tidak bisa bergerak lagi.

“Argh!” jerit Cinta kala secara tiba-tiba mendengar suara dentuman tepat di telinga kirinya, dengan mata yang terpejam Cinta memalingkan wajahnya ke kanan. Napasnya pun mulai tidak beraturan karena rasa takut yang tidak bisa dia sembunyikan lagi.

“Ya! Dan aku Tegar dengan segala kepalsuanmu!” teriak Tegar dengan wajah garang dan tangan yang masih terkepal setelah memukul dinding tepat di sisi kiri kepala Cinta.

Tubuh Cinta meluruh ke bawah, dipeluknya dengan erat dua kaki yang tertekuk dan dengan kepala yang tertunduk, Cinta menangis tergugu. Seandainya bukan untuk menutupi aib keluarganya, tentu Cinta tidak akan terjebak dalam pernikahan yang tidak didasari oleh perasaan cinta seperti yang dia jalani bersama Tegar saat ini.

***

Di jari manis nan lentik, melingkar cincin yang bertahtakan berlian yang berkilau dengan indah. Binar matanya tak bisa menyembunyikan rasa bahagia yang meraja di hati, hingga di bibir mungil itu terukir senyuman yang manis.

“Bersediakah kau menjadi istriku?” tanya Damar dengan dada yang berdegup kencang.

Damar memegang tangan Cinta sambil mengucapkan kalimat singkat itu dengan gugup, detak jantungnya terasa mengalami percepatan yang berkali lipat hingga seperti hampir meledak. Menunggu memang merupakan suatu hal yang sangat tidak menyenangkan, meskipun baru beberapa detik mulut mengutarakan lamaran tetapi terasa sangat lama menunggu jawaban dari wanita yang dia cintai.

Cinta menatap mata Damar, bibirnya terasa kelu seakan tak bisa berucap, air mata bahagia menetes perlahan membasahi pipi dibarengi dengan anggukan pelan kepalanya. Cinta dan Damar saling bertukar pandang dan melempar senyum, dengan lembut kedua ibu jari Damar menghapus lelehan air mata di pipi Cinta.

“Terima kasih … aku sangat mencintaimu,” ucap Damar dengan wajah yang sumringah.

Dengan perlahan Damar mendekatkan wajahnya ke wajah Cinta. Tampak pasrah, Cinta pun menutup matanya. Hampir saja dua bibir yang belum halal untuk bersentuhan saling menempel andai saja pintu ruang kerja Damar tidak terbuka.

“Oh … maaf!” seru Hesti saat memasuki ruang kerja putranya secara tiba-tiba.

Cinta segera memalingkan wajahnya karena malu telah kepergok hampir berciuman dengan Damar, sedangkan Damar sendiri justru melempar senyum bahagia ke arah Hesti dan Adnan, pengacara yang selama ini selalu mendampingi Keluarga Sanjaya ataupun Sanjaya Furniture saat harus mengurus hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan legalitas.

Merasa akan ada pembicaraan yang serius di ruang kerja Damar, dan juga tatapan mata dari Adnan yang sangat kentara menunjukkan rasa tidak sukanya, membuat Cinta memutuskan untuk undur diri dari ruang kerja pria yang baru saja melamarnya.

Sungguh jeli mata Adnan memperhatikan Cinta, hingga pria yang selama ini sudah Damar anggap seperti ayah sendiri, bisa melihat ada yang berkilau di jari manis Cinta, cincin pemberian Damar tidak luput dari perhatiannya. Dengan sorot mata yang tajam, Adnan memperhatikan Cinta yang melangkah meninggalkan ruang kerja Damar, hingga gadis itu tak terlihat dibalik pintu.

“Kau memberi cincin berlian kepadanya?” tanya Adnan kepada Damar, seraya menginterogasinya.

“Ya!” jawab Damar dengan penuh keyakinan. “Saya baru saja melamarnya,” sambungnya dengan senyum bahagia.

“Sungguh?” tanya Hesti dengan penuh antusias. “Apakah Cinta menerima lamaranmu?” cecar Lisa yang terlihat sangat penasaran dan anggukan kepala dari putra semata wayangnya itu membuatnya langsung memberikan pelukan hangat sebagai ucapan selamat.

“Kau sungguh-sungguh akan menikahi perempuan itu?” tanya Adnan dengan ketus, hingga membuat ibu dan anak itu segera mengurai pelukan mereka.

“Ya! Kami saling mencintai, dan saya rasa waktu dua tahun sudah cukup bagi kami untuk saling mengenal.”

“Kau yakin jika perempuan itu mencintaimu, bisa saja dia hanya mencintai hartamu,” ucap Adnan seperti sedang menasihati Damar.

“Saya yakin Cinta bukan gadis yang seperti itu, Pak!” bela Hesti yang merasa mengenal Cinta dengan baik. “Bahkan sejak Cinta bekerja di sini, perusahaan ini justru mengalami banyak kemajuan,” sambung Hesti.

“Saya hanya mengingatkan, jika perempuan itu tidak selevel dengan kita,” ucap Adnan dengan nada dingin.

Damar menghembuskan napas kasar, sebenarnya pewaris tunggal Sanjaya Furniture itu tidak suka dengan sikap Adnan yang telalu ikut campur dalam urusan pribadinya. Tetapi karena rasa hormat kepada orang yang lebih tua, membuat Damar tetap menjaga sikap di hadapan pria yang berprofesi sebagai pengacara tersebut.

***

Sedangkan di luar, Cinta melangkahkan kaki menuju ke kubikelnya, tempat dimana biasanya dia mengerjakan tugas-tugasnya, mendesain berbagai model furniture. Senyum terus mengembang, mengambarkan betapa bahagia hati Cinta saat ini.

Wanita mana yang tak akan bahagia kala kekasih tercinta melamarnya, memintanya untuk menjadi pendamping hidupnya. Bagai kisah Cinderella, Cinta yang hanya seorang pegawai biasa bagian design, lahir dan tumbuh dari keluarga sederhana dilamar seorang pemuda kaya yang tak lain adalah pemilik  perusahaan tempatnya bekerja. Damar Sanjaya pewaris tunggal Sanjaya Furniture melamar Cinta Maharani untuk menjadi istrinya.

Hubungan Cinta dengan Hesti, pun sudah sangat dekat, calon mertuanya itu menerima Cinta apa adanya tanpa melihat latar belakang keluarganya. Bahkan sejak pertama bertemu, Hesti sudah tertarik dengan Cinta yang bisa membuat hidup Damar lebih berwarna dan bersemangat dalam menjalankan perusahaan yang saat itu hampir bangkrut. Dan sejak Cinta bekerja di Sanjaya Furniture, perusahaan pun mengalami kemajuan yang cukup berarti.

Waktu telah berlalu dan kini senja pun sudah menjelang, tetapi senyum Cinta belum juga pudar saat memasuki teras rumah petak yang selama ini menjadi tempat tinggalnya berdua bersama dengan sang ibu setelah ayahnya meninggal dunia. Cinta sudah berencana akan menyampaikan kabar gembira tentang lamaran Damar kepada wanita yang telah melahirkannya.

“Cinta!”

Saat Cinta berada beberapa langkah dari pintu rumahnya, didengarnya panggilan dari suara pria yang sangat dia kenal. Cinta pun mengalihkan pandangannya ke sumber suara, tampak Damar dan Hesti melangkah beriringan dengan senyum sumringah yang menghiasi bibir mereka.

“Damar sudah nggak sabar untuk segera menikah, makanya meminta mama untuk menemui ibumu, sekalian menentukan tanggal pernikahan kalian,” ucap Hesti sambil mengusap lembut bahu Cinta.

Cinta dan Damar saling bertukar pandang dan melempar senyuman. Kebahagiaan terlihat jelas di mata sepasang anak manusia yang sudah berniat untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

“Mari masuk!” ajak Cinta sambil membuka pintu rumahnya.

Tampak Damar dan Hesti mengikuti langkah Cinta memasuki rumah sederhana yang selama ini menjadi tempatnya berlindung. Senyum cinta pun semakin lebar saat melihat Aura, adik kandungnya yang selama ini melanjutkan pendidikan di Solo kini telah pulang.

“Aura! Kenapa tidak bilang kakak kalau kau pulang, kakak bisa menjemputmu.” Cinta menghampiri sang adik yang sedang duduk berdampingan dengan Utari, ibu mereka.

Raut bahagia di wajah Cinta seketika berubah kala dia melihat mata sembab ibu dan dan adiknya. Sisa-sisa air mata terlihat jelas di mata dua wanita yang sangat Cinta sayangi.

Damar dan Hesti pun hanya saling memandang, seolah keduanya saling melempar tanya, penyebab Utari dan Aura terlihat sangat bersedih.

“Ada apa, Bu?” tanya Cinta dengan lembut sambil memegang tangan sang ibu.

“Aku hamil, Kak!” Bukan Utari yang memberi jawaban kepada Cinta tetapi Aura, adiknya.

“Apa?” Cinta benar-benar tidak percaya dengan suara yang baru saja mengetarkan gendang telinganya.

“Aku hamil, Kak! Aku hamil anak Kak Damar,” lanjut Aura dibarengi dengan tetesan air mata dan pandangan yang tertuju kepada Damar yang masih berdiri di dekat pintu berdampingan dengan Hesti.

Apa yang baru saja diucapkan Aura membuat Cinta langsung menjatuhkan dirinya ke lantai, tak percaya, kecewa dan sakit hati menjadi satu. Bagai disambar petir saat Cinta mendengar pengakuan Aura, sebuah pengakuan yang membuat Cinta harus memikir ulang rencana pernikahannya dengan Damar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status