Mag-log inLaki-laki muda dan tampan itu bernama Carter June Solitaire. Tidak banyak yang tahu kalau ia adalah anak kedua dari keluarga Solitaire yang merupakan pemilik saham terbanyak sekaligus pimpinan di Capital Group. Carter yang berambut sehitam arang dan bermata tajam, saat ini sedang memandang seorang gadis muda yang ketakutan. Menahan geli karena Khaelia terlihat ngeri seolah ia akan mengisap darahnya. Apa yang ada di pikiran Khaelia sebenarnya?
Carter menatap lekat-lekat, pada Khaelia yang berjalan mundur perlahan. Menghitung dalam hati pada langkah keberapa perempuan itu akan membalikkan tubuh dan pergi. Ia memasukkan tangan ke dalam saku dengan kaki bersilang, seakan sedang menikmati pertunjukkan yang seru dan lucu. Sayangnya, perkiraannya salah karena Khaelia sama sekali tidak ada niatan untuk pergi. Bahkan dengan lantang mengatakan sesuatu yang membuatnya tercengang.
Khaelia meneguk ludah dan menuruti perintah Carter. Saat ini yang ingin dilakukannya hanya dua hal. Bekerja untuk mendapatkan uang demi biaya pengobatan mamanya dan selamat dari serangan brutal seorang vampire. Ternyata di dunia ini sungguh-sungguh ada vampire, tadinya ia pikir cuma ada di novel dan komik.
Saat satu kancing sudah terbuka, Khaelia menahan diri untuk tidak bergidik. Ia membuka perlahan dua kancing blazernya. Merasa sengsara karena di awal pekerjaan harus memamerkan tubuhnya. Namun bayangan tentang uang membuatnya buta dan menegarkan diri untuk melakukan apa yang diminta Carter.
Dua kancing terbuka, menunjukkan bahu yang putih dengan kulit mulus. Carter Mengulurkan tangan untuk memegang bahu dan mengusap leher Khaelia. Seakan sudah pasrah, Khaelia justru memejam. Membuat rasa geli Carter semakin menjadi. Ia mengusap makin lembut, dengan satu jari dan bergerak turun hingga ke lekukan bahu. Gelenyar aneh membuat Khaelia bergidik.
“Perempuan bodoh! Kamu pikir aku vampire? Dari mana kamu punya pikiran sepicik itu?” Carter menepuk lembut dahi Khaelia. “Aku hanya manusia biasa yang mengidap imsonia akut. Saat siang aku tertidur dan malam memilih untuk bekerja. Duduk di kursimu, Bosman akan menunjukkan pekerjaanmu!”
Kelegaan melanda Khaelia saat Carter meninggalkannya dan Bosman masuk untuk menunjukkan mejanya. Ia berada di ruangan yang sama dengan Carter hanya saja ada pembatas yang memisahkan mereka. Dari kursinya ia bisa melihat Carter dan begitu pula sebaliknya. Bosman menumpuk file di atas meja dan mulai memberikan arahan padanya. “Sebagai sekretaris biasanya kamu mengatur jadwal pertemuan dan sebagainya, tapi karena kerja malam, yang perlu kamu lakukan adalah membuat jadwal tele conference melalui internet. Kebetulan perbadaan waktu yang membuat pekerjaan kita seharusnya tidak masalah karena klien serta perusahaan cabang kebanyakan di luar negeri.”
“Baik, Pak.”
“Saat Tuan datang, yang pertama kamu suguhkan adalah kopi hitam. Takarannya seperti apa nanti kamu catat. Selanjutnya mengatur jadwal pekerjaan. Karena jam kerjamu malam, wajar kalau kamu mengantuk karena itu kamu harus bisa mengatur stamina.”
Khaelia mendengarkan dengan tekun setiap perkataan Bosman. Tidak ingin gagal dalam pekerjaannya kali ini. Ia juga berusaha menyembunyikan rasa lega saat tahu kalau bossnya bukan vampire seperti yang ditakutkannya. Carter memang tampan dan terlihat pucat tapi manusia sepenuhnya.
Pengalaman hari pertama sungguh tidak terlupakan bagi Khaelia. Dituntut untuk cepat beradaptasi dengan pekerjaan, Khaelia beruasaha mengimbangi ritme kerja Carter yang luar biasa cepat dan tidak bertele-tele. Sama sekali tidak ada waktu bersantai-santai, hingga pukul 12 malam, Carter menghentikan pekerjaan mereka.
“Khaelia, kita istirahat sebentar. Ayo, sini!”
Khaelia menahan rasa bingung saat Carter membuka pintu samping kantor. Awalnya ia mengira kalau itu ruang rapat tapi ternyata salah. Sebuah sofa besar diletakkan menghadap ke taman yang terbuka. Ada air mancur, gazebo, serta peralatan minum teh dan kopi yang berada di dekat dinding kayu. Dari tempat mereka bisa terlihat suasana kota saat malam karena dindingnya terbuat dari kaca tebal. Atap yang menutupi sofa cukup Iebar untuk menaungi dari hujan dan panas. Tanpa sadar Khaelia mendesah.
“Indah sekali.”
Carter tersenyum, mengambil rokok dan menyulutnya. “Kamu punya waktu setengah jam untuk istirahat. Gunakan sebaik mungkin. Minum teh atau ngopi, terserah kamu.”
“Terima kasih, Tuan.”
Dengan hati gembira Khaelia melangkah menuju dinding kaca untuk melihat suasana kota. Sesuatu menggugah perasaannya. Keindahan kota saat malam memang menarik perhatian. Ibarat gadis muda dengan pakaian sexy dan make-up tebal, membuat semua orang yang melihat terpesona. Begitu pula Khaelia yang baru pertama kali melihat pemandangan kota dari ketinggian.
Semua pelayan yang bekerja di sini memakai seragam hitam dengan celemek dan penutup rambut putih. Mirip seperti pelayan yang dilihat dalam gambar-gambar komik. Rupanya dunia yang megah memang ada di Devil Town, hanya saja dirinya terlalu lugu, polos, dan kuper hingga kurangnya pengetahuan. Khaelia tidak akan kaget seandainya ada kebun binatang di belakang rumah. Entah apa yang ada dalam pikirannya, tanpa sadar membuat Khaelia tersenyum. Ia menunggu nyaris sepuluh menit dan tidak ada tanda-tanda kemunculan Carter.Memutuskan untuk tetap berdiri karena takut mengotori sofa kalau duduk. Coba-coba mengamati lukisan jalanan di dinding, berlagak seakan tertarik padahal tidak mengerti apa pun soal lukisan. Ia mengernyit ke arah lukisan jalanan didominasi warna orange dan biru dengan obyek jalan, orang-orang, serta kafe. Entah kenapa lukisan yang terlihat sederhana diletakkan di ruang tengah? Khaelia merasa otaknya tidak cukup cemerlang untuk berpikir soal seni.Hampi
Di dalam kamar luas berdinding putih dengan parabot mewah dan mahal, Eiwa duduk di pinggir ranjang dengan cemas. Sesekali pandangannya tertuju pada ruang wardrobe di mana suaminya sedang berganti pakaian. Waktu makan malam hampir tiba, ia sudah rapi dengan gaun putih semata kaki tapi suaminya sampai sekarang belum beres juga.Sudah menjadi kebiasaan di rumah ini, setiap kali makan bersama akan memakai pakaian indah dan bagus. Semuanya demi meningkatkan nafsu makan agar menyantap hidangan lebih lezat. Kebiasaan ini sudah turun temurun dilakukan oleh keluarga Solitaire dan mereka meneruskannya hingga sekarang. Eiwa menggigit bibir bawah dengan cemas, menajamkan pendengaran seakan takut akan mendengar sesuatu padahal situasi sangat tenang. Meskipun ada suara angin ribut ataupun pertengkaran bisa dipastikan tidak akan terdengar sampai di kamar karena rumah mereka terlalu luas dan besar.Menghela napas berkali-kali hingga membuat dadanya turun naik. Ketidaksabaran membuat E
Mengantri hampir dua jam untuk layanan yang tidak lebih dari dua puluh menit. Perutnya keroncongan dan memutuskan untuk makan di kedai yang menyediakan beragam olahan mi. Memesan mi bebek goreng dan segelas es teh. Ia sedang makan dengan lahap saat beberapa orang memasuki kedai. Khaelia tidak melihat mereka sampai salah satu dari orang itu meneriakkan namanya.“Khaelia? Ini kamu? Nggak nyangka ketemu di sini.”Khaelia mendongak, menatap terkejut pada dua laki-laki dan tiga perempuan yang mendatangi mejanya. Ia mengenal semua orang ini sebagai mantan teman sekantor dulu. Satu sosok laki-laki muda dengan kemeja biru tersenyum padanya.“Khaelia apa kabarmu?”Bagaimana ia harus bereksi saat bertemu dengan mantan kekasihnya. Yardan menarik kursi dan tanpa diundang duduk tepat di sampingnya.“Aku mendengar kamu sudah mendapatkan pekerjaan baru setelah minimarket tutup karena perampokan. Benar itu?”Khaelia menga
Jam kerja baru saja selesai, Khaelia bersiap untuk pulang saat Carter menyergapnya. Malam ini keduanya sangat sibuk sampai nyaris tidak mengobrol satu sama lain. Makan dan istirahat pun hanya sekedarnya karena diburu waktu. Begitu selesai, kelegaan melanda Khaelia. Ingin cepat memakai jaket karena merasa kedinginan. Sayangnya tidak mudah melakukan itu karena Carter yang memeluknya dan mengusap tubuhnya sembarangan.“Bulu kudukmu merinding, kamu kedinginan Cara?”“Iya, Tuan.”“Ternyata tubuhmu lemah juga, tanpa bra dan celana dalam merasa kedinginan. Bagaimana kalau aku hangatkan sekarang?”Khaelia sudah menduga cara yang digunakan untuk menghangatkan tubuh berupa bercinta dengan liar di atas meja. Carter mengangkatnya ke atas meja yang kosong, menarik roknya ke atas dan membuka kemejanya. Meremas dada, mengisap puting, dan menyatukan tubuh mereka dengan penuh hasrat.Selama beberapa jam, Khaelia yang sibuk melupa
Sekarang ini Carter bukan hanya merasa marah dan kesal tapi juga sangat geram. Karenia boleh saja beranggapan apa yang dilakukannya bukan hal buruk tapi bagi Carter sangat menganggu. Kalau tidak ingat hubungan mereka, ingin rasanya ia mendorong perempuan ini hingga terjengkang ke karpet.Saat ia dilanda kemarahan yang memuncak, penyelamat datang dalam bentuk adik bungsunya. Clovis menuruni tangga setengah berlari, berdiri di hadapannya dengan sedikit terengah.“Kak, Mama baru saja telepon katanya ada hal penting. Kakak harus meneleponnya sekarang.”Kata-kata Clovis membuat Karenia melepaskan pelukannya, menggunakan kesempatan itu Carter melesat pergi.“Thanks, aku akan telepon Mama di mobil.”Carter sungguh-sungguh berterima kasih pada adiknya yang sudah menyelamatkannya dari gangguan Karenia. Ia menstarter kendaraan dan melesat cepat mengitasi halaman menuju jalanan. Merasa lega terbebas dari kukungan rumah besar i
Khaelia berjalan melintasi lobi dari pintu samping dengan sedikit kikuk. Takut kalau akan terpergok orang lain. Bagaimana tidak, Carter memintanya datang ke kantor malam ini tanpa menggunakan bra dan celana dalam. Bagian atas kemeja putih dengan rok selutut. Terpaksa Khaelia menutupi tubuhnya dengan jaket abu-abu, agar putingnya yang menegang tidak terlihat. Untungnya Carter mengirim uang untuk ongkos taxi, kalau tidak pasti dirinya bangkrut karena tidak bisa lagi berhemat dengan berangkat kerja menggunakan angkutan umum.Ia memelankan langkah saat melihat tiga sosok perempuan dari pemasaran yang waktu itu pernah dilihatnya. Tidak ingin bertemu mereka apalagi berebut lift, ia memilih untuk berhenti di dekat pilar. Ketiga perempuan itu bicara sambil tertawa-tawa gembira. Khaelia mengamati mereka dalam diam, teringat akan beberapa temannya yang sekarang tidak pernah lagi mengubunginya.Saat di kantor yang lama, Khaelia dekat dengan beberapa teman kantor. Posisinya sebaga







