Mag-log inKhelia sedang melintasi lobi yang hari ini cukup ramai saat ponselnya bergetar. Ada notifikasi yang tidak dikenalnya dan ternyata pemberitahuan uang masuk. Ia terbelalak karena tidak menyangka gajinya akan sebesar ini. Hampir lima kali lipat dari gaji di perusahaan terdahulu. Ia sudah tahu gajinya besar, kisaran belasan juta tapi ternyata lebih dari itu. Tanpa sadar ia tersenyum, mengepalkan tangan dan melontarkannya ke udara.
“Yes!”
Beberapa pegawai yang berpapasan dengannya menatap curiga, Khaelia hanya mengangguk kecil pada mereka. Sedikit heran karena lobi lebih ramai dari biasa. Apakah karena hari gajian semua orang memutuskan untuk pulang lebih lambat. Bersama beberapa perempuan muda, ia mengantri lift. Mendengar mereka bercakap tentang lembur dan turun hanya untuk membeli makan malam.
“Departemen pemasaran memang paling sibuk di awal bulan.” Gadis bertubuh kurus bicara sambil mencebik.
“Kita dituntut untuk selalu memenuhi target.” Temannya yang berkacamata menimpali.
“Malam Minggu besok aku nggak mau lembur. Udah gajian, mau jalan-jalan dan ke bar!” Kali ini yang bicara adalah gadis berwajah tirus dengan kulit paling putih serta rambut pirang. Rencananya membuat teman-temannya menoleh iri.
Khaelia merogoh tas, name tagnya terjatuh dari genggaman. Ketiga perempuan itu menatapnya seketika dengan pandangan bertanya-tanya.
“Name tagmu beda dengan kami. Kamu kerja di lantai berapa?” Si gadis berambut pirang bertanya pada Khaelia.
“Lantai sepuluh,”jawab Khaelia. Menyadari kalau name tagnya berbingkai merah sedangkan para pegawai lain biru.
“Hah, lantai para eksekutif? Kamu kerja dengan Pak Bosman?” cecar gadis itu.
Khaelia mengangguk, dan menjawab ramah. “Iya, cleaning service di lantai sepuluh.”
Dengkusan keras dengan tatapan mencibir tertuju pada Khaelia. Salah seorang dari mereka, gadis berambut pirang bahkan terang-terangan melayangkan tatapan menghina.
“Aku pikir kamu istimewa, ternyata hanya cleaning service.”
Mereka terkikik bersamaan, sebelum masuk ke lift. “Tadinya aku iri tapi sekarang nggak jadi.”
“Iyalah, staf marketing dibandingin cleaning service. Yang benar aja?”
Saat Khaelia ingin menyusul mereka masuk ke lift, langkahnya tertahan. Si Pirang berteriak. “Jangan ikut ke atas sama kita. Lift sebelah aja! Ada tuh khusus cleaning service, tangga darurat!”
Mereka tertawa terbahak-bahak saat pintu lift menutup, membuat Khaelia terdiam kehabisan kata. Tidak menyangka dijaman modern seperti sekarang masih ada orang yang membedakan status sosial berdasarkan jenis pekerjaan. Apakah semua pegawai di sini sama atau hanya mereka bertiga saja? Khaelia naik ke lift sebelah dengan murung, merasa sangat terhina dan tidak dihargai. Namun saat teringat akan gaji yang diterimanya, senyum merekah di bibir. Terserah apa kata mereka yang terpenting ia punya gaji besar.
Tiba di ruangan Carter belum terlihat. Khaelia menyalakan komputer, mesin espresso, serta merapikan dokumen. Banyak email yang harus dibalas, Khaelia mengecek pekerjaannya satu per satu dan membuat jadwal tele conference dengan cabang di India. Pintu membuka, Carter muncul dengan tas hitam di tangan.
“Selamat malam, Tuan.”
Carter mengangguk. “Coffee please!”
Dengan cekatan Khaelia membuat satu cangkir kopi panas, meletakkan ke atas meja Carter. Bosman datang dan mereka membicarakan tentang situasi kantor serta urusan yang terjadi siang ini. Membahas juga tentang departemen marketing serta target yang belum tercapai. Setelah membacakan laporan selama satu jam, Bosman keluar sambil melambai ke arah Khaelia.
“Khaelia, aku pulang dulu!”
“Selamat malam, Pak Bosman. Selamat beristirahat.”
Sapaan Khaelia membuat Carter mengernyit. Ia meminta Khaelia mendekat ke mejanya dan bertanya. “Kenapa kamu kelihatan senang malam ini?”
“Tuan, terima kasih untuk gajinya. Sungguh tidak disangka, sangat besar sekali.”
“Kamu bekerja dengan baik dan juga tidak menolak saat lembur. Apa rencanamu dengan gaji itu?”
Khaelia terdiam sebentar dan mulai membuat daftar. “Membeli obat mama, memanggil dokter, membeli pakaian kerja biar terlihat lebih modis, Tuan.”
“Mamamu sakit parah?”
“Iya, Tuan.”
“Kamu bekerja untuk pengobatan mamamu?”
“Benar sekali.”
“Berarti kamu membutuhkan banyak uang?”
“Bisa dibilang begitu, karena harapan satu-satunya mama hanya saya, Tuan. Kami tidak punya keluarga lain yang bisa membantu.”
Carter terdiam sesaat, menatap Khaelia yang menunduk. Menarik tangan gadis itu hingga tubuhnya yang sintal terjatuh ke atas pangkuannya. Khaelia tidak kurus seperti gadis kebanyakan yang terlihat hanya tulang saja, melainkan berlekuk ditempat yang pas. Paling menonjol adalah dadanya yang cukup besar dan menggoda untuk disentuh.
“Kamu belum menciumku hari ini.”
Semua pelayan yang bekerja di sini memakai seragam hitam dengan celemek dan penutup rambut putih. Mirip seperti pelayan yang dilihat dalam gambar-gambar komik. Rupanya dunia yang megah memang ada di Devil Town, hanya saja dirinya terlalu lugu, polos, dan kuper hingga kurangnya pengetahuan. Khaelia tidak akan kaget seandainya ada kebun binatang di belakang rumah. Entah apa yang ada dalam pikirannya, tanpa sadar membuat Khaelia tersenyum. Ia menunggu nyaris sepuluh menit dan tidak ada tanda-tanda kemunculan Carter.Memutuskan untuk tetap berdiri karena takut mengotori sofa kalau duduk. Coba-coba mengamati lukisan jalanan di dinding, berlagak seakan tertarik padahal tidak mengerti apa pun soal lukisan. Ia mengernyit ke arah lukisan jalanan didominasi warna orange dan biru dengan obyek jalan, orang-orang, serta kafe. Entah kenapa lukisan yang terlihat sederhana diletakkan di ruang tengah? Khaelia merasa otaknya tidak cukup cemerlang untuk berpikir soal seni.Hampi
Di dalam kamar luas berdinding putih dengan parabot mewah dan mahal, Eiwa duduk di pinggir ranjang dengan cemas. Sesekali pandangannya tertuju pada ruang wardrobe di mana suaminya sedang berganti pakaian. Waktu makan malam hampir tiba, ia sudah rapi dengan gaun putih semata kaki tapi suaminya sampai sekarang belum beres juga.Sudah menjadi kebiasaan di rumah ini, setiap kali makan bersama akan memakai pakaian indah dan bagus. Semuanya demi meningkatkan nafsu makan agar menyantap hidangan lebih lezat. Kebiasaan ini sudah turun temurun dilakukan oleh keluarga Solitaire dan mereka meneruskannya hingga sekarang. Eiwa menggigit bibir bawah dengan cemas, menajamkan pendengaran seakan takut akan mendengar sesuatu padahal situasi sangat tenang. Meskipun ada suara angin ribut ataupun pertengkaran bisa dipastikan tidak akan terdengar sampai di kamar karena rumah mereka terlalu luas dan besar.Menghela napas berkali-kali hingga membuat dadanya turun naik. Ketidaksabaran membuat E
Mengantri hampir dua jam untuk layanan yang tidak lebih dari dua puluh menit. Perutnya keroncongan dan memutuskan untuk makan di kedai yang menyediakan beragam olahan mi. Memesan mi bebek goreng dan segelas es teh. Ia sedang makan dengan lahap saat beberapa orang memasuki kedai. Khaelia tidak melihat mereka sampai salah satu dari orang itu meneriakkan namanya.“Khaelia? Ini kamu? Nggak nyangka ketemu di sini.”Khaelia mendongak, menatap terkejut pada dua laki-laki dan tiga perempuan yang mendatangi mejanya. Ia mengenal semua orang ini sebagai mantan teman sekantor dulu. Satu sosok laki-laki muda dengan kemeja biru tersenyum padanya.“Khaelia apa kabarmu?”Bagaimana ia harus bereksi saat bertemu dengan mantan kekasihnya. Yardan menarik kursi dan tanpa diundang duduk tepat di sampingnya.“Aku mendengar kamu sudah mendapatkan pekerjaan baru setelah minimarket tutup karena perampokan. Benar itu?”Khaelia menga
Jam kerja baru saja selesai, Khaelia bersiap untuk pulang saat Carter menyergapnya. Malam ini keduanya sangat sibuk sampai nyaris tidak mengobrol satu sama lain. Makan dan istirahat pun hanya sekedarnya karena diburu waktu. Begitu selesai, kelegaan melanda Khaelia. Ingin cepat memakai jaket karena merasa kedinginan. Sayangnya tidak mudah melakukan itu karena Carter yang memeluknya dan mengusap tubuhnya sembarangan.“Bulu kudukmu merinding, kamu kedinginan Cara?”“Iya, Tuan.”“Ternyata tubuhmu lemah juga, tanpa bra dan celana dalam merasa kedinginan. Bagaimana kalau aku hangatkan sekarang?”Khaelia sudah menduga cara yang digunakan untuk menghangatkan tubuh berupa bercinta dengan liar di atas meja. Carter mengangkatnya ke atas meja yang kosong, menarik roknya ke atas dan membuka kemejanya. Meremas dada, mengisap puting, dan menyatukan tubuh mereka dengan penuh hasrat.Selama beberapa jam, Khaelia yang sibuk melupa
Sekarang ini Carter bukan hanya merasa marah dan kesal tapi juga sangat geram. Karenia boleh saja beranggapan apa yang dilakukannya bukan hal buruk tapi bagi Carter sangat menganggu. Kalau tidak ingat hubungan mereka, ingin rasanya ia mendorong perempuan ini hingga terjengkang ke karpet.Saat ia dilanda kemarahan yang memuncak, penyelamat datang dalam bentuk adik bungsunya. Clovis menuruni tangga setengah berlari, berdiri di hadapannya dengan sedikit terengah.“Kak, Mama baru saja telepon katanya ada hal penting. Kakak harus meneleponnya sekarang.”Kata-kata Clovis membuat Karenia melepaskan pelukannya, menggunakan kesempatan itu Carter melesat pergi.“Thanks, aku akan telepon Mama di mobil.”Carter sungguh-sungguh berterima kasih pada adiknya yang sudah menyelamatkannya dari gangguan Karenia. Ia menstarter kendaraan dan melesat cepat mengitasi halaman menuju jalanan. Merasa lega terbebas dari kukungan rumah besar i
Khaelia berjalan melintasi lobi dari pintu samping dengan sedikit kikuk. Takut kalau akan terpergok orang lain. Bagaimana tidak, Carter memintanya datang ke kantor malam ini tanpa menggunakan bra dan celana dalam. Bagian atas kemeja putih dengan rok selutut. Terpaksa Khaelia menutupi tubuhnya dengan jaket abu-abu, agar putingnya yang menegang tidak terlihat. Untungnya Carter mengirim uang untuk ongkos taxi, kalau tidak pasti dirinya bangkrut karena tidak bisa lagi berhemat dengan berangkat kerja menggunakan angkutan umum.Ia memelankan langkah saat melihat tiga sosok perempuan dari pemasaran yang waktu itu pernah dilihatnya. Tidak ingin bertemu mereka apalagi berebut lift, ia memilih untuk berhenti di dekat pilar. Ketiga perempuan itu bicara sambil tertawa-tawa gembira. Khaelia mengamati mereka dalam diam, teringat akan beberapa temannya yang sekarang tidak pernah lagi mengubunginya.Saat di kantor yang lama, Khaelia dekat dengan beberapa teman kantor. Posisinya sebaga







