Share

Bagian Tujuh

"Dengan kamu menerima kehadiran dia di hidup kamu artinya kamu memang tak pernah bisa hidup jauh dari Mbak Rianti, Mas." 



"Sayang, dengarkan aku dulu. Semua tidak seperti yang kamu kira, aku bisa jelaskan semuanya." 



"Apa? Apa yang mau kamu jelaskan mas? Aku harus masuk mengendap-endap ke rumah ku sendiri karena mendengar kasak - kusuk mencurigakan ternyata ada dua pasangan sejoli yang selalu bersembunyi di balik kedok persahabatan, iya?" 



Ardi terlihat semakin serba salah, sementara Rianti merasa puas dan senang. Senyum sumringah dan tatapan penuh kepuasan melihat pasangan itu bertengkar. 



"Harusnya kalian menikah saja, untuk apa kalian pura-pura menikah dengan orang lain tapi masih saja saling berhubungan hah?" 



"Sayang, kamu tenang ya. Tenang dulu," ucap Ardi mencoba menenangkan Riri yang emosi. 



Sikutan tangan Laras membuat Riri keluar dari lamunannya itu.



"Sayang, kamu akhirnya pulang." 



Riri mencoba menguasai diri, inginnya marah kayak khayalannya itu tapi sesuai kesepakatan yang dibuat oleh dirinya dengan Laras, ia akan berusaha bersikap baik di depan Rianti seperti yang dilakukan Rianti padanya.



"Hay, mbak. Sudah lama. Aduh, maaf aku lagi gak di rumah." 



Sikap ramah Riri membuat Ardi terdiam heran, dia pikir Rianti akan marah hebat melihat mereka berduaan di dalam rumah meski duduk berhadapan terhalang jauh oleh meja. 



Tidak hanya itu Rianti pun turut terkejut dengan sikap Riri, padahal jelas-jelas Riri menantangnya di telepon hingga membuat Rianti datang menemui Ardi. Tapi Rianti yang seakan memiliki kepribadian ganda itu dengan cepat bersikap biasa saja. 



"Aku tadi habis dari apotek beli obat untuk anakku, tadinya mau ketemu kamu eh nggak ada ya sudah aku ngobrol aja sama Ardi."



Laras melengos mendengar ucapan perempuan itu, lawan yang dihadapi sahabatnya benar-benar seorang pengidap karakter ganda. 



"Oh, gimana sekarang sudah sehat?" 



"Ya, lebih baik sih."



"Syukurlah, oh ya silahkan dilanjutkan. Aku masuk dulu, yuk Las." 



Riri menarik tangan Laras dan masuk ke dalam, sementara Ardi masih terkurung dalam tanya atas sikap istrinya itu. 



"Sepertinya dia akan mulai ikhlas dengan kedekatan kita, jadi kamu jangan pernah berubah. Paham!" 



Rianti kembali memberikan penekanan pada Ardi, lalu pergi begitu saja dari hadapan lelaki yang sudah mengisi ruang di jiwanya bertahun-tahun lamanya. Rianti memang agresif tapi urusab cinta dia pun perempuan biasa ingin mendengar ucapan cinta itu langsung dari mulut lelaki yang diidamkannya. 



Ardi memandang punggung perempuan itu hingga hilang dari pandangan, mengusap wajahnya kasar dan menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa. Apa yang terjadi dalam hidupnya menbuat kepalanya terasa berat. 



Sejujurnya ia ingin lepas dari Rianti, tapi bagaimana dengan segala ancamannya. Dia tak mau Riri terluka ataupun tersiksa dengan kedekatan ini. Ardi paham, Riri akan sering cemburu tapi dia pun tak bisa melepaskan Riri begitu saja, cintanya terlalu kuat untuk perempuan yang baru dinikahinya dua tahun yang lalu. 



Tak lama setelah terdengar hening, Laras dan Ruri keluar dari kamar tamu. Laras pamit pulang. 



"Terima kasih ya Laras, sudah mau mengantar Riri."



"Ya aku sih takut kenapa-napa sama dia kalau harus pulang bawa kendaraan sendiri pikiran lagi kacau kan bahaya."



Ardi terasa terpojokkan dengan ucapan Laras. 



"Ya sudah aku pergi ya, Ri. Lama-lama rumah kamu kurang menyenangkan." 



Riri hanya tersenyum melihat sikap sahabatnya itu, Laras pergi dengan kendaraan online yang sudah dipesannya. Dan kini di rumah itu hanya tinggal Riri dan Ardi. 



Ardi tak berani berbicara apapun, dia menundukan kepalanya, rasanya tak sanggup melihat wajah Riri. 



"Aku tunggu kamu di meja makan nanti malam," ucap Riri datar lalu berlalu dari hadapan lelaki itu. 



Ardi menarik nafas panjang meraup udara dengan buas agar dirinya jauh lebih tenang. Setidaknya Riri sudah ada di rumah, ia mempersiapkan diri untuk duduk berdua dengan istrinya itu yang meski usianya terpaut tiga tahun tapi pikirannya sudah dewasa, itulah kenapa orang tua Ardi setuju ketika pertama kali Ardi memperkenalkan Riri pada mereka. 



"Nah, kalau yang ini pantas dijadikan istri," ucap ibu Ardi kala itu. 



Maka Ardi semakin mantap memilih Riri, meski berbeda dengan bibinya yang sudah terhipnotis dengan kebaikan yang diberikan oleh Rianti sejak dulu padanya. 



"Tapi Mbak, Rianti itu berjasa lho sama hidupnya Ardi. Apa tak sebaiknya Ardi nikahi Rianti saja," ucap bibi. 



"Lho Ardi gak minta kan?" tanya ibu, Ardi menganggukan kepalanya. 



"Rianti itu baik juga, hanya saja kurang pas kalau jadi istri." 



Ardi mendadak kangen pada ibunya, apa yang akan dilakukan ibunya jika tahu rumah tangganya kini sedang dihantam badai akibat ulahnya. 



Beranjak dari duduknya, Ardi menuju kamar dan mendapati Riri sedang berbaring, ingin rasanya ikut berbaring dan memeluk tubuh indah itu tapi Ardi malah kembali keluar rasa nyeri mengingat apa yang sudah dilakukannya dan sikap Riri tadi sungguh sangat membuat Ardi merasa tak pantas menjadi suami dari perempuan sebaik Riri. 



Duduk berdua berseberangan, di meja sudah tersedia makanan dan minuman yang siap disantap tapi masih diacuhkan oleh dua orang itu. Mereka masih terdiam, sama-sama tak bersuara hanya terdengar deting jam saja.



"Kalian habis ngapain saja tadi?" tanya Riri memulai percakapan.



Ardi mengangkat kepalanya. 



"Kami gak ngapapain sayang, hanya ngobrol aja. Kamu lihat sendiri kan kami berjauhan." 



"Aku kan belum lama datang dan aku gak tahu selama apa perempuan itu ada di rumah ini." 



"Sayang, tolong percaya sama aku. Aku tidak berbuat apa pun sama Rianti. Kami mengobrol saja, kamu dengar sendiri kan tadi alasan Rianti." 



"Aku gak tahu harus percaya atau nggak mas. Yang aku tahu dua orang dewasa yang bukan mahram berada dalam satu ruangan itu hukumnya menurut agamaku tidak diperbolehkan karena akan timbul fitnah dan bisa jadi orang ketiganya adalah syetan. Kamu paham itu kan?" tanya Riri. 



Seketika Ardi terdiam, ia tahu hal itu. Ilmu agamanya memang masih belum dalam tapi untuk hal mendasar itu ia tahu.



"Jadi, mulai sekarang. Jangan pernah terima tamu perempuan, siapa pun dia jika tak ada aku. Karena aku pun tak pernah menerima tamu lelaki jika kamu sedang bekerja atau tak ada di rumah, Pak RT saja selalu aku suruh ajak ngobrol di luar pagar rumah padahal harusnya mungkin aku memuliakan tamu tapi aku menghargai kamu, menjaga pernikahan kita mas." 



Riri mengatur nafasnya agar tetap terlihat tenang, meski amarahnya sudah di ubun-ubun apalagi jika ia mengingat isi pesan yang ternyata selama ini disembunyikan oleh Ardi. Ya, Riri menemukan sesuatu dalam isi percakapan antara Ardi dan Rianti saat penyadapan nomor Rianti di rumah Laras tadi siang. Apakah pesan itu? 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
kira2 pesan apa ya yg Ardi kirim buat arianty
goodnovel comment avatar
Anie Jung
Kau hrs tegas RI.
goodnovel comment avatar
Fitriyani Puji
y udah tingl aja ri
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status